Soroti Permasalahan dalam PTSL dan Dugaan Pungli, Mahasiswa Unjuk Rasa di BPN Sukabumi

Salah satu masalahnya adalah tumpang tindih sertifikat tanah yang membuat sejumlah warga kehilangan hak atas lahannya secara tiba-tiba.

Tribunjabar.id / Dian Herdiansyah
Aliansi Mahasiswa Petani (AMP) Koordinator Wilayah Jawa Barat menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sukabumi, Jumat (16/05/2025) petang. 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id, Dian Herdiansyah. 

TRIBUNJABAR.ID, SUKABUMI - Aliansi Mahasiswa Petani (AMP) Koordinator Wilayah Jawa Barat menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sukabumi, Jumat (16/05/2025) petang.

Aksi tersebut digelar sebagai bentuk protes terhadap sejumlah permasalahan dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dinilai merugikan masyarakat.

Koordinator AMP Jawa Barat Diki Ramadani menyoroti bahwa program PTSL yang sudah berjalan sejak 2019 justru memicu konflik agraria baru.

Salah satunya adalah tumpang tindih sertifikat tanah yang membuat sejumlah warga kehilangan hak atas lahannya secara tiba-tiba.

"Sebenarnya program PTSL ini sudah berjalan sejak 2019, namun justru membuat kegaduhan di masyarakat. Banyak warga yang sebelumnya memiliki sertifikat sah, baik dari segi fisik maupun data, tiba-tiba kehilangan hak karena tanah mereka kini tercatat atas nama orang lain," ungkapnya.

AMP menegaskan bahwa hal ini harus menjadi perhatian serius dari ATR/BPN, karena menyangkut hak dasar warga. Mereka membawa bukti berupa lima Akta Jual Beli (AJB) yang telah diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Sukabumi, masing-masing bernomor 130/2009, 131/2009, 133/2009, 148/2009, dan 160/2009.

"Dari kelima AJB itu, justru terbit tujuh sertifikat atas nama H. Yuliawan, padahal lahan tersebut awalnya milik Adi Warsita. Ini bukti nyata adanya ketimpangan dan dugaan persekongkolan," ujarnya.

AMP juga menyoroti buruknya pelayanan publik di Kantor ATR/BPN Sukabumi. Kepala kantor disebut enggan menemui massa aksi dan hanya mengutus salah satu kepala seksi (Kasi) untuk memberikan penjelasan.

"Ini membuktikan tidak adanya tanggung jawab dari seorang pimpinan. Kami mencium adanya dugaan persekongkolan, mulai dari level akar rumput hingga ke pimpinan ATR/BPN," tegasnya.

Mereka juga menduga adanya praktik pungutan liar (pungli) dalam proses klaim lahan. Sejumlah masyarakat yang berusaha mempertahankan haknya justru dihadapkan pada klaim sepihak dari pihak lain yang diduga memiliki akses ke dalam instansi ATR/BPN.

“Pungli itu terjadi saat pihak yang mengklaim lahan orang lain justru dengan mudah mengakses proses sertifikasi. Sementara warga pemilik sah harus berjuang keras mempertahankan tanahnya,” tambahnya.

AMP berencana melakukan pendalaman lebih lanjut terhadap kasus ini dan akan melaporkannya kepada pihak kepolisian. Mereka menduga persoalan serupa tidak hanya terjadi di Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas, tetapi juga di sejumlah desa dan kecamatan lain di Kabupaten Sukabumi.

"Kami akan kawal kasus ini. Jangan sampai ATR/BPN menjadi tempat praktik mafia tanah," tutup Diki.

Saat akan dimintai konfirmasi soal hal ini, BPN Kabupaten Sukabumi belum mau memberikan keterangan apa pun.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved