SOSOK Jaya Dewata, Ayah Walang Sungsang yang Tuai Sorotan karena Dijadikan Nama Bale di Cirebon
Nama Jaya Dewata yang akan dijadikan nama Kantor Gubernur Jawa Barat di Cirebon, menuai reaksi.
TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Nama Jaya Dewata yang akan dijadikan nama Kantor Gubernur Jawa Barat di Cirebon, menuai reaksi.
Pemerhati sejarah dan budaya Kota Cirebon, Jajat Sudrajat, menjadi satu di antaranya.
Menurutnya, meski Jaya Dewata memiliki kaitan darah dengan para pendiri Cirebon, menurutnya, menilai penamaan tersebut kurang relevan secara historis.
“Sejarahnya, Jaya Dewata memang betul, setelah beliau menikah dengan Nyimas Ayu Subang Kranjang, kemudian punya putra tiga, yang pertama Walang Sungsang, Rara Santang, dan Kian Santang,” ujar Jajat saat diwawancarai media, Kamis (24/4/2025).
Dia mengatakan, Walang Sungsang dikenal sebagai Pangeran Cakrabuana, sedangkan Ratu Rara Santang dikenal sebagai Syarifah Mudaim, ibunda dari Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah.
“Betul, secara history beliau (Jaya Dewata) adalah bapak daripada leluhur Cirebon, artinya dua tokoh Cirebon. Cuma kan beliau belum pernah ke Cirebon,” ucapnya.
Baca juga: Siap-siap Macet di Sumedang, Ada Festival Budaya yang Dihadiri Dedi Mulyadi
Menurut catatan sejarah, Jaya Dewata adalah nama lain dari Prabu Siliwangi, raja besar Kerajaan Sunda yang hidup pada abad ke-15.
Dalam sejarah dan budaya Sunda, Prabu Siliwangi dikenal sebagai pemimpin bijaksana, kuat dan membawa kemakmuran bagi rakyatnya.
“Kalau dalam catatan sejarah, Prabu Jaya Dewata itu gelarnya Siliwangi atau gelar terakhir,” jelas dia.
Jaya Dewata atau Prabu Siliwangi juga dikenal sebagai tokoh yang membuka pintu bagi penyebaran Islam di Tatar Sunda.
Namanya sering muncul dalam cerita rakyat, pantun, dan lagu-lagu tradisional Sunda sebagai simbol kekuatan dan kebijaksanaan.
Meski demikian, Jajat menilai penggunaan nama tersebut untuk Kantor Gubernur Jawa Barat di Cirebon perlu dikaji lebih dalam, mengingat tidak adanya jejak langsung Jaya Dewata di tanah Cirebon.
Sebelumnya, perubahan nama Gedung Negara atau eks Gedung Karesidenan Cirebon menjadi Bale Jaya Dewata yang kini dijadikan kantor Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menuai sorotan dari para budayawan dan pegiat sejarah di Cirebon.
Area penamaan yang berada di pagar gedung kini sudah diberi nama yang dimaksud.
Terlihat kalimatnya 'Kantor Gubernur, Bale Jaya Dewata'.
Baca juga: Langkah Tegas Gubernur Jabar Dedi Mulyadi: Hentikan Sementara Dana Hibah untuk Yayasan Pendidikan
Cat yang berada di sekitarnya tampak masih baru, menandakan pembuatan nama tersebut baru dilakukan akhir-akhir ini.
Jajat Sudrajat mengaku terkejut saat pertama kali mengetahui perubahan nama tersebut dari rekan-rekan pegiat sejarah Kabupaten Cirebon.
“Ya, jadi kemarin itu saya dapat kabar dari teman-teman pegiat sejarah budaya Kabupaten Cirebon. Kemudian saya dikirimkan foto lewat WhatsApp, kantor gubernur bawahnya Bale Jaya Dewata. Loh saya kaget, ini penamaan ini dasarnya apa?” ujar Jajat.
Jajat menyayangkan tidak adanya pelibatan masyarakat atau tokoh budaya Cirebon dalam proses pemberian nama gedung bersejarah itu.
Meski mengakui gedung tersebut merupakan aset milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Jajat menegaskan pentingnya mempertimbangkan lokasi gedung yang berada di Kota Cirebon, serta aspek historis dan kulturalnya.
“Betul, gedung eks karesidenan itu kepemilikannya provinsi. Tapi lokusnya ada di Kota Cirebon loh."
"Kalau pun Gubernur punya wacana, apa salahnya ngajak bicara? Terlepas dari perwakilan keraton, pegiat budaya, saya pikir agar tidak jadi polemik,” jelas dia.
Ia pun menyoroti pemilihan nama Bale Jaya Dewata yang dianggap tidak relevan dengan sejarah lokal Cirebon.
“Jaya Dewata itu nama muda dari Prabu Siliwangi. Beliau belum pernah ke Cirebon kok."
"Kita banyak kok tokoh-tokoh Cirebon yang inspiratif, seperti Panembahan Losari atau Pangeran Sucimanah"
"Cuma mbok ya saat pemberian nama, diajak diskusi, catat bukan alih fungsinya, tapi penamaannya," katanya.
Tokoh pegiat budaya lainnya, Chaidir Susilaningrat turut menyuarakan keprihatinannya.
Menurutnya, proses penamaan gedung bersejarah seharusnya melibatkan semua pemangku kepentingan budaya.
“Penamaan gedung bersejarah semestinya dimusyawarahkan dengan semua pihak terkait, dalam hal ini stakeholder kebudayaan, mengingat misi dari penamaan gedung itu tentunya berkaitan dengan upaya pelestarian warisan budaya bangsa,” ujar Chaidir.
Ia juga menilai perubahan nama dilakukan secara diam-diam tanpa sosialisasi yang layak.
“Nampaknya tidak ada perubahan apa-apa, cuma nama saja yang berubah."
"Bahkan peresmian nama baru pun saya tidak dengar ada acara khusus,” ucapnya.
Chaidir mengungkapkan, gedung yang didirikan tahun 1808 itu awalnya merupakan markas pasukan kolonial Belanda dan telah mengalami beberapa kali perubahan fungsi dan nama, termasuk pernah dijadikan Creative Center oleh Gubernur sebelumnya, Ridwan Kamil.
Kini, dengan penamaan baru oleh Gubernur Dedi Mulyadi menjadi Bale Jaya Dewata, para budayawan berharap agar ada dialog terbuka dan keterlibatan masyarakat dalam setiap kebijakan yang menyangkut warisan budaya Cirebon.
“Langkah kami adalah mengajak duduk bareng teman-teman hari Minggu nanti."
"Kita akan satukan visi, kalau menerima dasarnya apa, kalau menolak dasarnya apa."
"Tapi yang kami pertanyakan, ini konsep penamaannya dari siapa?” jelas Jajat.
Baca juga: Pendidikan Militer Siswa SMA Sederajat di Jabar, Dedi Mulyadi: 6 Bulan Tak Ikut Sekolah Formal
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah membuat kebijakan yang menarik perhatian publik dengan mendirikan lima kantor gubernur di berbagai wilayah Jawa Barat.
Keputusan ini terinspirasi oleh kekayaan budaya yang beragam di provinsi ini, meliputi Priangan Garut, Priangan Bandung Raya, Cirebon, Purwakarta, serta Wilayah Bogor (Sunda Betawi).
Langkah ini juga merupakan upaya untuk menghidupkan kembali fungsi eks kantor karesidenan yang dulunya berperan penting sebagai pusat administrasi di bawah gubernur.
Dengan mengaktifkan kembali kantor-kantor tersebut, Dedi Mulyadi berharap dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat di berbagai daerah secara lebih efektif.
Untuk mempertegas identitas masing-masing kantor gubernur, telah ditetapkan nama-nama khas yang mencerminkan budaya dan sejarah daerahnya.
Di Wilayah Bogor, kantor ini dikenal sebagai Bale Pakuan Padjadjaran.
Sementara itu, Bale Sri Baduga menjadi sebutan untuk kantor di Wilayah Purwakarta.
Di Cirebon, kantor gubernur diberi nama Bale Jaya Dewata, sedangkan Bale Dewa Niskala berada di Priangan Garut.
Terakhir, Bale Pakuan menjadi nama kantor gubernur di Priangan Bandung Raya.(*)
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
Gubernur Dedi Mulyadi Kena Tipu Pria yang Ngaku Jadi Korban Truk Tambang di Parungpanjang Bogor |
![]() |
---|
MQ Iswara Usul Perda Khusus Kawasan Strategis di Jabar, Apresiasi Ketegasan KDM Benahi Tata Ruang |
![]() |
---|
Cara Daftar Akun Aplikasi Nyari Gawe Pemprov Jabar, Lengkap Cari Info Loker hingga Melamar Kerja |
![]() |
---|
Ratusan Warga Rasakan Manfaat Bale Pananggeuhan |
![]() |
---|
Aktivis Diteror Usai Suarakan Isu Truk Tambang di Bogor, Dedi Mulyadi Pasang Badan hingga Ultimatum |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.