BRIN Tawarkan Deteksi Dini hingga Modifikasi Cuaca Hadapi Cuaca Ekstrem yang Sebabkan Banjir

Awalnya TMC difokuskan untuk menambah curah hujan di waduk dan sektor pertanian, kini mampu mengurangi intensitas curah hujan

Tribun Jabar/Gani Kurniawan
LINTASI BANJIR - Pengguna jalan melintasi banjir yang kembali menggenangi Jalan Raya Dayeuhkolot, di Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (8/3/2025). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sejumlah wilayah alami banjir karena hujan deras beberapa waktu lalu. 

Peneliti pusat riset limnologi dan sumber daya air, Reni Sulistyowati menyebut faktor lingkungan seperti topografi dan perubahan tutupan lahan ikut memperparah dampak banjir selain faktor curah hujan ekstrem.

Reni menambahkan, fenomena klimatologi global, seperti el nino-southern oscillation (Enso), Indian ocean dipole (IOD), dan madden julian oscillation (MJO) ikut memperbesar curah hujan ekstrem di kawasan Benua Maritim Indonesia. Data satelit tropical rainfall measuring mission menunjukan korelasi kuat antara curah hujan ekstrem dan peningkatan resiko banjir di sepanjang garis pantai Indonesia.

Baca juga: Cuaca Ekstrem di Jabar: Angin Kencang di Indramayu dan Banjir di Cimahi, BNPB Imbau Warga Waspada

"Banjir itu tak bisa hanya dipengaruhi curah hujan, tapi banyak faktor lain yang berperan dalam terjadinya limpasan, semisal infiltrasi, evaporasi, aliran permukaan, air tanah, dan kondisi lingkungan sekitar," katanya, Senin (17/3/2025).

Reni mengatakan, hasil riset yang menunjukan banjir 2025 lebih parah dibanding banjir 2020 dan 2022. Menurutnya, data curah hujan GSMaP (global satelite mapping of precipitation) mencatat intensitas hujan mencapai 21,37 mm per jam, dengan akumulasi harian 236,44 mm pada puncaknya (2–4 Maret). Simulasi hidrologi dengan model Rainfall-Runoff-Inundation (RRI) menunjukkan bahwa area terdampak dengan genangan lebih dari 50 cm mencapai 43 km⊃2;, sedangkan genangan di atas 100 cm mencakup 24 km⊃2;.

Berikutnya, sirkulasi angin darat-laut (sea breeze) juga memperburuk kondisi dengan memicu hujan deras di malam hari dan di daerah aliran sungai (DAS) Bekasi, Cikeas, dan Cileungsi. 

"Kondisi DAS kali Bekasi memerlukan perhatian serius, karena infrastruktur yang ada belum memadai, ditambah dengan rendahnya kesadaran lingkungan dan lambatnya respons pemerintah,” kata Reni.

Hasil survei 2022 terhadap warga terdampak banjir di Jatirasa dan Bojongkulur, menunjukkan minimnya perhatian pemerintah dalam mitigasi jangka panjang. Survei itu juga mengungkap komunitas lokal seperti KP2C (Komunitas Peduli Cileungsi-Cikeas) dan KOMPI (Komunitas Pencinta Lingkungan) memegang peran penting dalam membantu penanganan banjir. Meski memiliki keterbatasan dana dan akses informasi, inisiatif mereka mampu membantu warga terdampak secara langsung.

Ketua Kelompok Riset Teknologi Kebencanaan dan Energi Perairan Darat (TKEPD) BRIN, Agustya Adi Martha mengungkapkan BRIN tengah mengembangkan teknologi pemantauan bencana secara real-time.

"Kami mengembangkan berbagai instrumentasi hidrometeorologi untuk mendukung riset dan industri. Salah satu inovasi kami adalah sistem monitoring realtime yang mencakup pemantau kelembaban tanah dan alat deteksi longsor (AdeL)," kata Agustya.

Dia juga mengungkapkan BRIN telah mengembangkan perangkat Indonesian Structural Health Monitoring (INA-SHM) yang digunakan untuk memantau dampak gempa dan kondisi kekuatan struktur pada bendungan atau waduk. Selain itu, juga dikembangkan Automatic Weather System (AWS) yang dapat diintegrasikan dengan Sistem Monitoring Elevasi Gelombang Laut (SEGARA) untuk memantau ketinggian muka air laut secara real-time.

Agustya dan Tim akan mengintegrasikan sistem monitoring terpadu sebagai sistem early warning system (EWS) bencana Hidometeorologi, yang data dapat diakses olah para periset maupun BPBD serta lembaga terkait.

Baca juga: Ini Prakiraan Cuaca Jawa Barat Sepekan ke Depan, Warga Diminta Waspada Bencana yang Mengintai

Dalam upaya mitigasi banjir, Perekayasa Ahli Utama sekaligus Ketua Kelompok Riset Teknologi Modifikasi Cuaca BRIN, Heru Widodo menjelaskan perkembangan signifikan dalam teknologi modifikasi cuaca (TMC) di Indonesia. Awalnya TMC difokuskan untuk menambah curah hujan di waduk dan sektor pertanian, kini mampu mengurangi intensitas curah hujan, serta mengatasi kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan.

"Kolaborasi antara BMKG dan BRIN ke depan memungkinkan penerapan TMC akan dapat berjalan secara cepat dan efektif yang didukung dengan pengembangan teknologi modifikasi cuaca dari hasil riset BRIN," ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved