Ahli Kajian Pembangunan Sebut Proses Daur Ulang Polikarbonat Memiliki Jejak Karbon Lebih Rendah 

Proses ekstraksi atau pemurnian hingga produksi pelet plastik sebelum kemudian dibentuk sesuai kebutuhan membutuhkan energi yang besar sehingga...

Editor: Dicky Fadiar Djuhud
DOK TRIBUN JABAR
Illustrasi. Srikandi PLN Berperan Aktif Dalam Pengurangan Emisi Karbon 

TRIBUNJABAR.ID - Proses daur ulang polikarbonat memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan pembuatan plastik baru.

Proses pencetakan plastik membutuhkan suhu tinggi dari pembakaran batu bara dengan emisi karbon sebesar 535 Juta Metric Ton CO2. Dalam skala dunia, produksi pelet plastik ini menghasilkan 1.781 Million Metric Ton CO2 jejak karbon. 

Mengutip laman aliansi zero waste, organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang lingkungan, menyebutkan bahwa proses ekstraksi atau pemurnian hingga produksi pelet plastik sebelum kemudian dibentuk sesuai kebutuhan membutuhkan energi yang besar sehingga menghasilkan emisi karbon yang besar pula.

Permintaan produksi plastik saat ini meningkat hingga empat kali lipat dalam empat dekade terakhir. Artinya, jika permintaan plastik terus tumbuh secara konsisten sebesar 4 persen per tahun, emisi dari produksi plastik akan mencapai 15?ri emisi global pada 2050 mendatang. Bisa dibayangkan bagaimana banyaknya CO2 yang akan memenuhi bumi di masa depan!

Baca juga: Khalifah Muhammad Ami Tulis Buku tentang Hutan Wakaf, Solusi Turunkan Emisi Karbon & Perubahan Iklim

"Ada sekitar 4.152 ton plastik virgin yang bisa kita hindarkan oleh karena adanya galon guna ulang," kata Kepala Klaster Kajian Pembangunan Berkelanjutan Daya Makara Universitas Indonesia (DMUI) Bisuk Abraham Sisungkunon dalam keterangannya, Kamis (3/10/2024).

Selama pemakaian, lanjut Bisuk, galon polikarbonat lebih awet dan tahan lama. Ini berarti bisa bertahan bertahun-tahun jika dirawat dengan baik. Air yang berada di dalamnya juga bersih dan tidak terpapar zat kimia berbahaya bagi kesehatan. 

Volumenya adalah 19 liter air. Volume air dari galon ini pada akhirnya juga lebih efektif dalam mengurangi sampah plastik. 

Jika mengalami kerusakan atau sudah 50 kali dipakai ulang akan di daur ulang untuk menghasilkan yang baru. Ini jelas, kata Bisuk, mengurangi dampak limbah plastik di tempat pembuangan akhir. 

Tanggung jawab produsen yang menggunakan juga lebih tampak terlihat. Karena mereka 100 persen mengambil hasil produksi galon masing-masing secara terstruktur sehingga terpantau jelas. 

Baca juga: BRI Menanam dan Zero Waste: Upaya BRI Dukung Emisi Nol Bersih di 2050

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2021, produksi sampah di Indonesia mencapai 68,5 juta ton. Dari angka tersebut, sebesar 11,6 juta ton atau sekitar 17% disumbang oleh sampah plastik.

Sedangkan laporan terbaru dari United Nations Environment Programme (UNEP) tahun 2023, total sampah plastik yang dihasilkan secara global mencapai 500 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar 50?alah plastik sekali pakai yang seringkali berakhir di tempat pembuangan akhir atau mencemari lingkungan. (*

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved