Kultum Ramadhan

Shaum dan Pengendalian Nafsu, Termasuk Nafsu Berkuasa

Salah satu yang bisa mendinginkan kondisi tersebut adalah melalui shaum Ramadan. Karena pada prinsipnya shaum adalah kemampuan pengendalian diri.

Editor: Hermawan Aksan
Istimewa
H Muchsin al-Fikri, MIKom (Wakil Ketua PW Persis Jabar) 

Oleh H Muchsin al-Fikri, MIKom (Wakil Ketua PW Persis Jabar)

BANGSA Indonesia baru saja selesai menggelar pesta lima tahunan Pemilu 2024. Kontestasi  yang diwarnai dengan perebutan kekuasaan dan sarat nafsu berkuasa dari sesama kontestan tersebut telah membawa bangsa ini ke arah potensi konflik yang sangat dahsyat.

Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk mendinginkan kembali situasi yang panas ini. 

Salah satu yang bisa mendinginkan kondisi tersebut adalah melalui shaum Ramadan. Karena pada prinsipnya shaum adalah kemampuan pengendalian diri.

Puasa diambil dari bahasa Arab, shomayasumusyiyaman, yang artinya menahan dari sesuatu. 

Abu Ubaid berkata, “Dikatakan bagi setiap orang yang menahan dari sesuatu berupa makan, berbicara, menceritakan aib orang maka dia disebut orang yang berpuasa.” 

Secara bahasa, shiyam berarti "menahan dan tenang", lawan kata dari "bergerak". 

Intisari ibadah shaum adalah pengendalian diri. Kaum muslimin dilatih selama satu bulan agar memiliki kemampuan mengendalikan dirinya dari dorongan nafsu dan syahwat yang salah satunya adalah syahwat untuk berkuasa dan mencari jabatan.

Selama Ramadan umat Islam dilatih me-manage nafsunya. Dorongan makan, minum dan hubungan suami istri hanya diatur dan dialihkan waktunya.

Berbagai tindakan kecurangan dan kelicikan dalam pemilu itu lahir dari orang-orang yang tidak bisa mengendalikan emosi dan tidak bisa menahan nafsunya.

Oleh sebab itu, bagi orang yang beriman skill dan kemampuan mengendalikan emosi ini sangat penting. Dan ibadah shaum menjadi sarana latihan untuk itu. 

Orang yang berpuasa dilatih agar mendisiplinkan dirinya di dalam menyalurkan syahwat kebutuhan perut dan kebutuhan biologis di bawah perutnya sesuai arahan syar’i.

Kelebihan dari syariat Islam, umat Islam tidak diarahkan untuk membunuh dan mematikan syahwatnya akan tetapi mengendalikannya.

Oleh sebab itu, bagi yang berpuasa diwajibkan berbuka pada saat Maghrib. Di waktu malam hari diperbolehkan melakukan hubungan suami istri. 

Seperti dijelaskan dalam Qur'an, “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. (QS. Al-Baqarah: 187)

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved