Melihat Pesantren Miftahun Najaa Al-Musri 1 Cimanggung Sumedang, Salafiyah Berkonsep Modern
Pesantren Miftahun Najaa Al-Musri 1 Cimanggung, Sumedang adalah salah satu pesantren berprestasi di tingkat Provinsi Jawa Barat.
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Januar Pribadi Hamel
Laporan Kontributor TribunJabar.id, Kiki Andriana
TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Pesantren Miftahun Najaa Al-Musri 1 Cimanggung, Sumedang adalah salah satu pesantren berprestasi di tingkat Provinsi Jawa Barat.
Pesantren ini mendapatkan Apresiasi Pesantren Juara Bidang Fiqih Provinsi Jawa barat tahun 2023.
Bagaimana profil pesantren ini? TribunJabar.id berkesempatan mengunjungi pondok pesantren di Jalan Bunter RW02, Desa Cihanjuang, Cimanggung, Sumedang.
Baca juga: Serunya Munggahan di Pesantren Miftahun Najaa Al-Musri 1 Bunter Sumedang, Ada Lomba Masak Liwet
Dari Jalan Raya Bandung-Garut, jaraknya hanya sekitar 1 kilometer dari pangkalan ojek Pangsor.
Pesantren ini berada area persawahan dan dengan aliran Sungai Cimande. Pesantren ini didirikan pada tahun 1997. Saat ini, pengelolaan sudah oleh generasi ketiga.
Agus Sarifuddin, Pengasuh Pondok Pesantren Miftahun Najaa Al-Musri 1 Cimanggung, mengatakan pendiri pertama pesantren tersebut adalah generasi kakeknya, KH Ahmad Sodiq dan Hj Siti Julaeha.
"Dilanjutkan Ayah-Ibu (KH Cecep Zaenal Abidin dan Hj Atik), dan sekarang oleh generasi kami, anak," kata Agus, Senin (11/3/2024).
Di pesantren ini, meski baru-baru ini dapat penghargaan bidang fiqih (ilmu hukum Islam), banyak ilmu lain yang dipelajari dan menonjol. Di antaranya pada bidang tata bahasa Arab (Alat), seperti ilmu nahwu, sharaf, balagah, ma'ani, badi' bayan, dan lain sebagainya. Pendidikan di tempat ini diampu 15 tenaga pengajar.
"Banyak juga ilmu-ilmu yang menonjol di sini, di bidang Alat, sering santri ikut perlombaan membaca kitab, MQK (Musabaqah Qiraatul Kutb), dan pesantren kami sering dikhususkan unggul pada bidang itu,"
"Meski kemarin terpilih di bidang fiqih, tapi kita tak kalah eksis di bidang ilmu lain," kata Agus.
Saat ini, santri di pesantren ini jumlahnya 320 orang yang mondok, dan sekitar 100 orang yang 'ngalong' (datang ke pesantren hanya waktu mengaji, tidak makan dan tidur di pesantren).
Selain menyediakan kurikulum salafiyah dengan kajian-kajian kitab bercetakan kertas kuning, di sini juga ada sekolah formal setingkat SMP dan SMA.
Dalam hal pendidikan, Agus mengatakan pesantren menyediakan metode yang berjenjang untuk para santri. Misalnya pada bidang fiqih, dimulai dengan mengkaji kitab-kitab berhalaman tipis, supaya santri mengenal dan memahami istrilah.
Ketika masuk ke kitab yang lebih tebal dengan bahasan lebih rumit, mereka sudah punya fondasi untuk memahami kaidah-kaidah hukum yang dipelajari.
"Dengan metode yang sudah teruji, rata-rata santri itu sampai lima tahun mereka sudah bisa mukim, yaitu bermasyarakat menyampaikan kepada masyarakat,"
"Adapun kalau SDM-nya terbilang cerdas bisa kurang dari 5 tahun, bisa dikatakan santri akselerasi," kata Agus.
Meski pesantren salafiyah, Ponpes Miftahun Najaa Al-Musri 1 Cimanggung telah didesain seperti pesantren modern dengan sistem makan yang para santrinya tidak membuat sendiri, melainkan disediakan oleh pengasuh pesantren.
"Santri tinggal bawa alat makan saja, nanti porsinya diberikan oleh pihak kantin. Untuk kebutuhan lain seperti jajan dan perlengkapan mandi seperti sabun dan pasta gigi, di sini ada koperasi. Sehingga santri tidak perlu keluar yang bisa membuat mereka kehabisan waktu," kata Agus.
Istimewanya, pesantren ini juga mengikuti perkembangan teknologi. Meski harus ada izin khusus bagi santri untuk memengan ponsel, tetapi pengurus pesantren punya akun tiktok dan instagram.
Acara-acara pesantren disiarkan live tiktok sehingga orang tua santri di berbagai tempat di Indonesia ini, bisa menyaksikan kondisi anak-anak mereka dalam mengikuti kegiatan pesantren.
Di sini memang ada santri dari Palembang, Jambi, dan Maluku. Daerah-daerah di Jawa Barat, ada juga dari Ciamis dan Bekasi.
Ai Nurrohmah (23), santriwati asal Ambon di pondok pesantren tersebut mengatakan dia memilih pesantren tersebut untuk memperdalam ilmu agama.
"Memperdalam ilmu agama, ingin memperbaiki ahlak, juga memperbanyak tali silaturahmi. Saya lahir dan besar di Ambon, ke sini baru-baru. Umur saya sudah dikatakan dewasa, 23 tahun. Tapi Alhamdulillh menuntut ilmu tak pandang usia," katanya kepada TribunJabar.id.
Ai baru 7 bulan di tempat itu, tapi dia merasa sudah punya keluarga baru.
"Mondok di sini banyak kesan, di sini penuh kekeluargaan, saling merangkul, dan dari segi belajar, disamakan dengan kemampuan. Keahlian juga dibina di sini," katanya. (*)
Polisi Belum Bisa Periksa Perempuan yang Melahirkan di WC Masjid di Sumedang, Masih Dirawat |
![]() |
---|
Wabup Sumedang Fajar Aldila Bertemu Para Tokoh Agama, Sebut Toleransi Kunci Keharmonisan |
![]() |
---|
Wabup Sumedang Hadiri Festival Cisarua Merdeka, Ada Tari Umbul hingga Lomba Seduh Mie |
![]() |
---|
Polisi Dalami Temuan Jasad Bayi di WC Masjid Sumedang, Sang Ibu Asal Tasikmalaya Diperiksa |
![]() |
---|
Wanita Tasikmalaya Ketahuan Bawa Jasad Bayi di WC Masjid di Sumedang, Dibungkus Kantong Plastik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.