Solusi yang Berisiko Besar untuk Atasi Luapan Sungai Cikapundung Bandung: Peninggian Tanggul

Peninggian dan penguatan tanggul menjadi satu-satunya cara untuk mengantisipasi banjir di Kota Bandung akibat luapan Sungai Cikapundung.

|
Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Giri
Tribunjabar/Daniel Andreand Damanik
Dr Heri Andreas saat menjelaskan potensi bencana yang dialami dan potensi bencana yang masih dianaktirikan. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Peninggian dan penguatan tanggul menjadi satu-satunya cara untuk mengantisipasi banjir di Kota Bandung akibat luapan Sungai Cikapundung.

Sebelumnya, banjir terjadi di kawasan Braga pada Kamis (11/1/2024).

Peninggian dan penguatan tanggul menjadi cara yang paling realistis di antara sejumlah pilihan. Namun, cara ini pun bukan tanpa risiko.

"Jika tanggul tersebut jebol, maka bencananya juga luar biasa," ujar Dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Heri Andreas, kepada Tribun Jabar, Minggu (14/1/2024).

Heri mengatakan, pengelolaan volume air yang meningkat saat hujan deras, secara umum bisa dilakukan dengan dua hal, yakni dengan infiltrasi (penguatan daya serap) atau run off (penguatan daya tampung).

"Jika infiltrasi diutamakan sebagai solusi, maka lahan terbuka hijau harus sangat banyak sehingga daya serap air semakin besar. Tapi, wilayah di Kota Bandung khususnya bagian utara, yang mestinya menjadi daerah serapan sudah dipenuhi dengan permukiman. Inilah yang membuat solusi dengan infiltrasi atau menambah daya serap menjadi tidak realistis," ujarnya.

Baca juga: Petugas Kesehatan Berjaga 24 Jam di Braga, Pemkot Bandung Bakal Tanggung Biaya Pengobatan

Adapun pilihan lainnya, yakni penguatan daya tampung, dapat dilakukan dengan normalisasi area sungai, naturalisasi, maupun kolam retensi. Namun, hal ini pun memiliki tantangan tersendiri karena kondisi kota yang sudah padat.

"Realitasnya, apakah daya tampung dapat disiapkan secara maksimal karena di lapangan sudah padat sehingga sulit untuk pelebaran sungai. Kolam retensi pun sulit dilakukan. Akhirnya, yang memungkinkan ditanggul setinggi mungkin. Persoalannya, ketika tanggul tersebut jebol. Akan jadi bencana," ujar Heri.

Kondisi salah satu sudut di Kampung Braga yang masih digenangi kotoran dan lumpur bekas banjir luapan Sungai Cikapundung, Sabtu (13/1/2024).
Kondisi salah satu sudut di Kampung Braga yang masih digenangi kotoran dan lumpur bekas banjir luapan Sungai Cikapundung, Sabtu (13/1/2024). (Tribun Jabar/ Nazmi Abdurrahman)

Heri mengatakan, kapasitas Sungai Cikapundung memang relatif kecil sehingga tidak dapat menampung volume air yang besar.

"Pemerintah sudah melakukan mitigasi melalui pembuatan tanggul sehingga sedikit menambah kapasitas sungai dan air tidak meluber ke samping kiri dan kanan sungai. Namun, ketika volume airnya besar akan ada potensi tanggulnya jebol," katanya.

Selain itu, lanjutnya, curah hujan memiliki karakteristik rendah, tinggi, dan bisa sangat tinggi serta memiliki masanya. Akhirnya muncul siklus banjir lima tahunan sampai dalam waktu yang lebih cepat maupun lama.

Baca juga: UPDATE Banjir Braga, Warga Butuh Fasilitas MCK, Apresiasi Langkah Sat-set Pemkot Bandung

"Banjir kemarin itu, kemungkinan volume yang biasa terjadi sekian puluhan tahunan. Jadi, ada anomali curah hujan yang sangat besar," ucapnya.

Di sisi lain, Heri mencontohkan sejumlah kota di negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Cina, Thailand, hingga Filipina sudah menerapkan infiltrasi yang sangat baik untuk mempersiapkan apabila terjadi siklus banjir tertentu.

"Jepang, misalnya, infiltrasinya dibuat bagus, kapasitasnya dibuat sangat besar. Kiri kanan sungai dapat menampung seandainya ada banjir," ujarnya.

Di pinggiran sungai di Jepang, ujar Heri, ketika hujannya kecil lokasi tersebut dapat menjadi area bermain hingga fasilitas olahraga. Ketika curah hujan tinggi, area tersebut menjadi penampung banjir.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved