Setelah Hak Angket MK, Wacana Pemakzulan Presiden Jokowi Kini Mencuat, Begini Kata Pengamat

Penyebabnya, MK mengeluarkan putusan syarat batas usia capres-cawapres yang meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.

Ferdinand Waskita/Tribunnews.com
Dokumentasi--- Politisi PDIP, Masinton Pasaribu 

TRIBUNJABAR.ID - Dinamika politik menjelang Pilpres 2024 kian memanas akhir-akhir ini.

Terbaru, wacana pemakzulan terhadap Presiden Jokowi mencuat ke permukaan.

Hal ini terjadi setelah adanya pernyataan dari sejumlah anggota DPR.

Awalnya anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan,Masinton Pasaribu, mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).

Penyebabnya, MK mengeluarkan putusan syarat batas usia capres-cawapres yang meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.

 "Mengajukan hak angket terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi. Kita tegak lurus terhadap konstitusi kita," tegas Masinton dalam rapat paripurna DPR, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

Masinton mengajak anggota DPR untuk membuka mata terhadap putusan MK yang dinilai janggal.

Putusan itu, menurutnya, hanya demi pragmatisme politik semata.

"Ini kita berada dalam situasi yang ancaman terhadap konstitusi kita, Reformasi 98 jelas memandatkan bagaimana konstitusi harus diamandemen UU dasar itu," ujar Masinton.

Soal Hak Angket ini kemudian merembet ke isu pemakzulan Presiden Joko Widodo.

Isu tersebut berembus dari politikus PKS Mardani Ali Sera.

Ia mencetuskan isu pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika dugaan cawe-cawe atau campur tangan dalam Pilpres 2024 terbukti.

“Jika faktanya verified, pemakzulan bisa menjadi salah satu opsi,” kata Mardani kepada wartawan.

Ia pun menyebut laporan utama sebuah majalah sebagai rujukan cawe-cawe Jokowi.

"Monggo dilanjutkan proses investigasinya jika merasa datanya verified," katanya.

Sementara itu Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mengaku mendapat masukan masyarakat terkait wacana pemakzulan presiden.

Putusan itu dianggap bermasalah karena dianggap sengaja memberikan jalan bagi putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden. Terlebih, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman merupakan ipar Jokowi.

"Itu yang embrio ke arah situ (pemakzulan) memang banyak masukan dari masyarakat," kata Jazilul kepada wartawan, Sabtu (4/11/2023).

Usulan Hak Angket sebagai bentuk kekecewaan terhadap MK yang dinilai sengaja memberikan karpet merah kepada Gibran.

"Kekecewaan ini makin lama makin hari makin meluas. Banyak tokoh-tokoh nasional yang meluapkan kekecewaan terhadap demokrasi yang makin terpuruk," kata Jazilul.

Terkait dinamika yang terjadi,  pengamat politik dari Formappi, Lucius Karus, menilai DPR harus memastikan dulu Hak Angket bisa berjalan mulus di parlemen baru bicara pemakzulan.

"Pastiin dulu Angketnya baru bicara pemakzulan ya," katanya.

Ia pun menjelaskan mekanisme pemakzulan lewat Hak Angket.

"Secara garis besar pemakzulan dimaknai sebagai proses, cara, atau perbuatan untuk memakzulkan seseorang dari jabatannya, memberhentikan dari jabatan, atau meletakkan jabatannya (sendiri) sebagai pemimpin," katanya.

Sementara, pemakzulan presiden secara tegas telah diatur dalam Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dalam aturan itu dijelaskan, presiden dan wakil presiden bisa diberhentikan jabatannya oleh MPR dan DPR dengan mekanisme tertentu. Pemakzulan bisa dilaksanakan apabila presiden atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum

Sebelumnya, Ilmuan Politik Siaful Mujani juga menyuarakan soal konflik kepentingan yang dicurigai menjadi penyebab dikabulkannya perkara 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden.

"Apabila ada bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa presiden melakukan abuse of power, maka tahap impeachment terhadap presiden bisa dilakukan," tutur Saiful, kemarin (1/11/2023).

Dirinya menjelaskan bahwa segala huru hara terkait Mahkamah Konstitusi yang dianggap tidak netral bersumber dari sikap dan keputusan Presiden Jokowi yang tidak cukup terang benderang, tegak lurus pada konstitusi dan proses hukum di Indonesia.

Selain itu, Saiful juga berpandangan bahwa Presiden Jokowi seharusnya mengetahui bahwa putusan tersebut cacat secara serius.

"Saya berharap tadinya, bahwa pak Jokowi tidak mengizinkan putranya untuk menjadi calon wakil presiden," ujar Saiful yang juga tokoh pendukung Maklumat Juanda. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com  

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved