TB Hasanuddin Soal Pembelian Pesawat Tempur Bekas dari Qatar, Lifetime Cuma 10 Tahun, DPR Tak Tahu

Menurut TB Hasanuddin, pihaknya bersama jajaran di Komisi I DPR tak mendapat laporan dan pembahasan dari Kemenhan RI soal pembelian pesawat bekas itu.

istimewa
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin saat wawancara khusus bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, di Kantor Tribun Network, Palmerah, Jakarta, Kamis (17/8/2023). 

Jangan sempat sampai putus asa 'oh ini tidak bagus' pindah lagi lalu kapan selesainya. Itu menurut hemat saya. Jadi kita harus terus mengembangkan kemampuan kita sendiri dan belajar meningkatkan. Jangan cepat putus asa ketika ada kita mau buat ini ada hambatan sudahlah kalau gitu kerjasama dengan yang lain dan sebagainya itu biayanya juga tidak sedikit kalau tiba tiba ganti begitu.

Ini ada semacam pengetahuan begitu ya, bahwa ketika kita membeli alutsista di negara-negara barat, itu syaratnya ribet banget. Harus ini dan itu, jadi kita harus ikut mereka dan kepentingan politisnya tinggi ketimbang negara-negara di luar negara barat. Sepengetahuan Bapak benar tidak?

Jadi begini, dulu kita sebelum ada Undang-undang tentang Industri Pertahanan itu kita membeli pesawat ketika kita ada masalah di dalam negeri pesawat itu tidak boleh, diembargo.

Ketika kita membeli tank, lalu ada masalah di Aceh, tank itu diembargo tidak boleh dipakai, padahal beli pakai duit kita sendiri, tidak hutang. Kenapa kok tidak boleh dipakai. Selalu ada buah pemikiran pemikiran dan lahir lah Undang-undang Nomor 16 tahun 2012 itu bahwa pada suatu saat setelah 30 atau 40 tahun Indonesia harus mampu berdiri sendiri membuat seluruh alusista dalam negeri secara bertahap.

Lalu ketika misalnya membeli pesawat dari mana dari mana harus ada kerjasama dengan industri pertahanan di dalam negeri.

Misalnya membeli pesawat bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia, beli tank bekerja sama dengan Pindad, membeli Kapal bekerja sama dengan PT PAL. Dan dari situ ada persyaratan persyaratan ada transfer of technology dan lain sebagainya. Sehingga ketika memproduksi setelah sekian tahun menjadi produksi murni putra-putri Indonesia clear.

Jadi siapa pun yang memimpin negeri ini program ini harus bisa dijalankan.

Tetapi negara-negara barat mau tidak disuruh begitu itu, teknologi?

Ini juga mereka menilai urusan urusan ekonomi. Pada umumnya bersedia misalnya saya contoh kan ketika kita mau membeli Pesawat Super Tucano, mereka mau oke kita bisa beli bikin pesawat tempur bareng dengan Brazil. Mereka minta persyaratan dari Indonesia kita setuju tetapi Brazil minta persyaratan nya oke minimal Indonesia beli dong dua Skuadron atau tiga Skuadron. Itu masuk akal lah.

Tetapi Indonesia tidak mau, jadi beli satu Skuadron akhirnya tidak bisa diteruskan. Coba kalau membelinya dua Skuadron ahli teknologi full kita sudah bisa membuat pesawat tempur sendiri. Nah itulah kendalanya.

Jadi jangan membeli pesawat atau alusista itu jangan hanya karena selera para pemimpin saja. Harus selera nasional sesuai aturan perundang-undangan

Pak TB, benar tidak sih dalam proses pemberlian alutsista ini cashback-nya itu gila-gilaan?

Sulit dibuktikan, saya tidak mau suuzon. Tapi Misalnya begini ambil contoh saja membeli pesawat Qatar, Mirage, Itukan pesawat tua okelah kita tahu harus sudah kakek-kakek harus kita beli ya sudah, Itu pesawat Qatar itu dipakai oleh tentara udara Qatar, milik negara Qatar, bukan sudah milik negara membuatnya asal.

Kemudian kalau mau dibeli oleh Indonesia kenapa tidak melalui G to G, negara dengan negara akan lebih murah loh. Artinya dari sana negara Qatar menunjuk perwakilannya dari diri Indonesia menuju perwakilannya membuat MOU, harganya akan lebih murah.

Mengapa harus ada pihak ketiga yang sekarang ini saya tidak mau menyebut PT apa, tetapi PT X lah kenapa harus, nah berarti ada keuntungan juga ke pihak ketiga. Terapi kalau G to G kan tidak ada pihak ketiga jadi saya yakin berdasarkan pengalaman akan lenlbih murah dan keuangan negara bisa diirit dan hemat.

Kedua, juga harus jelas kalau membeli pesawat lawas atau pesawat tua. Pesawat ini yang mau dibeli dari Qatar ini kira-kira lifetime nya itu 10 tahun lalu kita tanya ini suku cadangnya dan maintenance nya tanggung jawab Qatar berapa tahun. Konon hanya 3 tahun. Jadi dibeli waktu hidupnya 10 tahun tapi waktu pemeliharaan dan seluruhnya 3 tahun. 7 tahun lagi kemana. Tidak bisa (ke pabrikannya).

Nah makannya tidak G to G. Kalau G to G bisa dialihkan okelah kita beli dari pabrikannya dan sebagainya. 3 tahun selesai, nah yang 7 tahun siapa yang memelihara, harus jelas itu duit besar loh. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com  

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved