Kasus Proyek Bandung Smart City, Dirut PT CIFO Mengaku Dipaksa Sekdishub Khairul Rijal

Dalam sidang dugaan suap itu, Wildan Mukhlisin, tim kuasa hukum Sony Setiadi menghadirkan dua saksi ahli meringankan untuk kliennya.

|
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Ravianto
nazmi abdurrahman/tribun jabar
Tiga terdakwa suap pengadaan CCTV dan ISP untuk terdakwa Sony Setiadi (kanan), Benny (tengah) dan Andreas Guntoro (kiri) dari PT SMA saat sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (14/8/2023). 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Dirut PT Citra Jelajah Informatika (CIFO), Sony Setiadi mengaku dipaksa oleh Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bandung Khairul Rijal untuk memberikan sejumlah uang kepada pejabat Pemkot Bandung saat menggarap proyek Bandung Smart City.

Hal itu terungkap saat sidang suap proyek pengadaan CCTV dan ISP untuk terdakwa Sony Setiadi dan Benny dan Andreas Guntoro dari PT SMA di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (14/8/2023). 

Dalam sidang dugaan suap itu, Wildan Mukhlisin, tim kuasa hukum Sony Setiadi menghadirkan dua saksi ahli meringankan untuk kliennya.

Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung nonaktif, Khairur Rijal (kiri) bersama Kadishub nonaktif Dadang Darmawan (tengah) dan Wali Kota Bandung nonaktif, Yana Mulyana saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang suap pengadaan CCTV dan ISP dengan terdakwa Sony Setiadi Direktur PT CIFO dan Benny serta Andreas Guntoro, dari PT Sarana Mitra Adiguna (SMA) di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (7/8/2023). 
Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung nonaktif, Khairur Rijal (kiri) bersama Kadishub nonaktif Dadang Darmawan (tengah) dan Wali Kota Bandung nonaktif, Yana Mulyana saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang suap pengadaan CCTV dan ISP dengan terdakwa Sony Setiadi Direktur PT CIFO dan Benny serta Andreas Guntoro, dari PT Sarana Mitra Adiguna (SMA) di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (7/8/2023).  (Tribun Jabar/Nazmi Abdurrahman)

Menurut Wildan, bahwa kliennya dipaksa oleh Sekdishub Kota Bandung, Khairul Rijal untuk memberikan sejumlah uang kepada pejabat Pemkot Bandung, termasuk Rp. 100 juta yang diberikan kepada Yana Mulyana, Walikota Bandung nonaktif. 

"Waktu kejadian yang minta Rp 100 juta itu, Pak Sony mendadak diminta Khairul Rijal untuk datang dan membawa uang tersebut. Bahkan, Pak Sony sempat menolak, tapi klien saya ditekan dan ada permintaan secara paksa dari Rijal. Itu kan udah jelas pemerasan, bukan suap menyuap," ujar Wildan.

Duit Rp. 100 juta yang diberikan kliennya kepada Yana Mulyana pada akhir Desember 2022 itu, kata dia, merupakan dana CSR. 

Baca juga: Pengakuan Yana Mulyana Soal Suap Proyek Bandung Smart City, Dikira Brosur Ternyata Uang Rp100 Juta

"Kalau suap kan harus ada kesepakatan, Pak Sony itu tidak ada. Pak Sony memberi tidak ada permintaan apapun, karena ini memang uang CSR dari PT CIFO," katanya.

Pun demikian dengan uang Rp 86 juta yang oleh Khairul Rijal kemudian digunakan untuk keperluan pemberiaan THR para staf di Dishub Kota Bandung.

"Kalau yang Rp 86 juta, itu sudah habis digunakan untuk THR Dishub. Jadi uang itu tidak ada yang mengalir ke Wali Kota," ucapnya.

Wildan menduga jika permintaan uang yang dilakukan Khairur Rijal kepada kliennya untuk kepentingan pribadi agar Rijal naik jabatan.

"Rijal kan ini mau naik jabatan, dia waktu masih kabid, belum sekdis. Dia cari muka (kepada Yana Mulyana). Tentu ini untuk kepentingannya Rijal supaya naik jabatan jadi sekdis. Makanya dia mendesak dan memaksa Sony menyiapkan uang," katanya.

Wildan pun berharap ada keadilan yang diberikan untuk kliennya. Ia berharap Majelis Hakim Tipikor Bandung cermat saat memutus perkara suap yang menjerat kliennya. 

Dalam perkara ini, Sony didakwa menyuap Yana Mulyana sebesar Rp 186 juta. Uang haram itu diberikan supaya Sony bisa menggarap proyek jaringan internet atau ISP yang masuk program Bandung Smart City dengan nilai Rp 1,136 miliar.

Sony didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan pertama.

Serta Pasal 13 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kedua.(Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman. )

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved