Kebijakan Perpendek Zonasi Dikhawatirkan Suburkan Praktik Kecurangan di PPDB 2023

Sejauh ini, perubahan radius zonasi baru dipastikan berlaku pada tingkat SD dan SMP di Kota Bandung.

Penulis: Tiah SM | Editor: Ravianto
Tribun Jabar
Ilustrasi Info PPDB 2022. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kebijakan pemerintah memperpendek radius zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 dari semua dua kilometer menjadi satu kilometer dikhawatirkan akan semakin menyuburkan praktik kecurangan.

Sejauh ini, perubahan radius zonasi baru dipastikan berlaku pada tingkat SD dan SMP di Kota Bandung.

Namun, dikhawatirkan juga akan berlaku di tingkat SMA.

Ketua Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Jawa Barat, Dwi Soebawanto, mengatakan penyempitan jarak zonasi ini berpotensi memicu semakin banyak orang berupaya untuk mengakali sistem dengan membuat kartu keluarga (KK) asli tapi sebenarnya palsu.

"Karena membuat KK ini gampang-gampang susah. Namun, jika ada uang, semua bisa terselesaikan. Selama ini, kan, begitu. Apalagi tidak jika ada home visit atau pengecekan langsung untuk memastikan alamat tersebut  benar atau tidak," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Minggu (21/5).

Penyempitan radius zonasi PPDB, ujar Dwi, otomatis akan membuat kesempatan  orang untuk sekolah di sekolah yang mereka inginkan berdasarkan zonasi semakin kecil bahkan hilang.

Ia lantas mengambil contoh SMAN 3 dan SMAN 5 yang sama-sama berada di Jalan Belitung, Kota Bandung. Jika radius jaraknya diperpendek menjadi satu kilometer, maka yang akan terkaver oleh jarak itu hanyalah warga di sekitar jalan itu saja.

"Padahal, seharusnya itu jarak itu diperjauh agar bisa menjamin warga permukiman semisal di daerah Kosambi atau Jalan Jawa [tetap bisa masuk], bukan justru sebaliknya," ujarnya.

Dwi mengatakan, dari tahun ke tahun, kecurangan selalu saja mereka temukan pada saat PPDB. Bentuknya beragam, termasuk menjadikan perkantoran sebagai alamat rumah atau menjadikan satu alamat rumah untuk beberapa calon siswa, semata-mata agar calon siswa bisa masuk dalam zonasi aman sekolah yang dituju.

"Kan sebenarnya itu enggak mungkin dijadikan losmen atau asrama yang akhirnya ada enam kepala keluarga. Intinya, aturan baru ini bisa memunculkan ketidakjujuran. Kalau pun mau pakai sistem zonasi, sebaiknya ya seperti biasa saja [dua kilometer]. Selain itu, masyarakat juga harus diberi tahu basisnya, apalah google atau garis lurus mengikuti jalan raya," ujarnya.

Mengenai PPDB ini, ujar Dwi, harus ada ketegasan dari pemerintah.

"PPDB ini kan sudah dilakukan dari tahun ke tahun dan kami sering menemukan kejanggalan. Tak akan ada gejolak bila pemerintah konsisten mengikuti aturan, semisal perwal untuk kota, perbup untuk kabupaten, dan pergub untuk provinsi. Enggak boleh lentur," ujarnya. 

Pelanggaran lain yang juga kerap mereka temukan, ujar Dwi, adalah soal kuota. 

"Ketika PPDB online dibuka kuotanya itu 300  orang. Tapi, ketika daftar ulang ada yang menjadi 360 orang. Maka 60 orangnya itu dari mana? Itu kan berarti penumpang gelap," katanya.

Adanya perubahan radius pada sistem zonasi PPDB tahun ini diungkapkan Ketua PPDB Kota Bandung, Edi  Suparjoto saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (19/5). . Ia mengatakan perubahan jarak pada sistem zonasi ini justru mereka berlakukan berdasar evaluasi dari PPDB tahun-tahun sebelumnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved