Pernikahan Dini

1.649 Pernikahan Dini di Kabupaten Tasikmalaya 3 Tahun Terakhir, Banyak yang Hamil di Luar Nikah

Data dari Kementerian Agama Kabupaten Tasikmalaya mencatat bahwa dari 2021 sampai 2023, telah terjadi 1.649 pernikahan anak usia di bawah 19 tahun.

Editor: Hermawan Aksan
Kompas.com
Ilustrasi pernikahan dini. Pernikahan dini di Kabupaten Tasikmalaya masih cukup tinggi selama tiga tahun terakhir. 

Laporan Jurnalis TribunPriangan.com, Aldi M Perdana

TRIBUNJABAR.ID, KABUPATEN TASIKMALAYA - Pernikahan dini di Kabupaten Tasikmalaya masih cukup tinggi selama tiga tahun terakhir.

Data dari Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Tasikmalaya mencatat bahwa dari 2021 sampai 2023, telah terjadi 1.649 pernikahan anak usia di bawah 19 tahun.

“Masing-masing itu, pada 2021 tercatat sebanyak 831 pernikahan. Lalu pada 2022 tercatat 713 pernikahan. Sedang 2023 ini, terhitung dari Januari sampai Maret, tercatat sebanyak 105 pernikahan anak yang berusia di bawah 19 tahun,” ungkap Dudu Rohman, Kepala Kemenag Kabupaten Tasikmalaya, kepada TribunPriangan.com, Rabu (3/5/2023).

Tambahnya, pihak Kemenag sendiri mengupayakan solusi terkait fenomena tingginya pernikahan dini tersebut.

“Solusi dari kami, yaitu menyelenggarakan kursus calon pengantin (Suscatin). Dari 27 Angkatan yang setiap angkatan 60 orang suscatin, 8 angkatan di antaranya, sasarannya adalah siswa sekolahan,” lanjut Dudu.

Ato Rinanto, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, mengungkapkan, pada 2022, 5 persen pernikahan dini di Kabupaten Tasikmalaya terjadi karena hamil di luar nikah.

“Dari data tahun 2022 yang bersumber dari Pengadilan Agama, di situ disebutkan, bahwa 5 persennya, anak-anak hamil di luar nikah, sehingga dispensasi nikah di bawah umur atas dasar itu,” jelas Ato kepada TribunPriangan.com pada Rabu (3/5/2023) melalui sambungan telepon.

Menurut dia, terkait data terbaru jumlah siswa yang hamil di luar nikah, pihak KPAID Kabupaten Tasikmalaya belum mendapatkannya.

“Data terbaru belum ada, karena memang sampai hari ini juga kami masih belum ada tindak lanjut dengan Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah XII Tasikmalaya yang bertanggung jawab atau membidangi SMA/SMK/sederajat yang ada di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya,” terang Ato.

Pihaknya juga mengungkap bahwa rilis resmi yang memang didapat dari sekolah, atau KCD Wilayah XII, juga dari dinas terkait anak-anak SMP, KPAID Kabupaten Tasikmalaya belum mendapatkannya.

“Jika membahas hal-hal diskriminatif terhadap anak-anak ini, sepanjang kasus-kasus itu dilaporkan kepada kami, maka langkah-langkah yang kami lakukan adalah bentuk edukasi serta pendampingan."

"Kalau selama kasus ini ditangani oleh KPAID, maka saya pastikan tidak ada yang namanya diskriminasi dalam bentuk apapun,” tegas Ato.

Di luar itu, tambah dia, mungkin kasus yang tidak terlaporkan, pihaknya masih belum mendapat pelaporan dari masyarakat ataupun dari keluarga korban terkait dengan itu.

“Di Kabupaten Tasikmalaya, kami juga sudah ada MoU (red: nota kesepakatan) yang cukup baik, sehingga hal-hal yang menyangkut diskriminasi dari kelembagaan, ketika itu diketahui dan dilaporkan, saya pastikan maka itu tidak ada,” kata Ato.

Terkait kemungkinan adanya perundungan dari masyarakat, tambah dia, ini yang mungkin tidak bisa pihaknya bendung, mengingat KPAID Kabupaten Tasikmalaya tidak bisa menahan atau mengawasi setiap saat.

“Tetapi, edukasi terkait ini, kami dengan Dinas Pendidikan, bersepakat untuk terus melakukan perbaikan secara masif kepada masyarakat khususnya, di lingkungan pendidikan,” jelas Ato.

Pada awal 2023, tambahnya, KPAID Kabupaten Tasikmalaya mendapat dua kasus pernikahan dini.

“Kasus itu segera dilaporkan kepada kami. Alhamdulillah, setelah melahirkan, pihak sekolah bersedia untuk menerima anak ini supaya kembali bersekolah walaupun dengan cara daring,” terang Ato.

Sehubungan dengan fenomena tingginya pernikahan dini di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, KPAID Kabupaten Tasikmalaya berharap supaya pendekatan solusinya tidak hanya pada si anak, melainkan juga orang tua masing-masing.

“Persoalan ini kan, dengan berkembangnya teknologi media sosial, tentu ini berdampak pada perkembangan dan pergaulan anak-anak kita."

"Jadi, kami mengimbau kepada orang tua untuk tidak lengah di dalam melakukan pengawasan. tidak boleh sejengkal pun anak tidak dilakukan pengawasan,” tutur Ato.

“Kedua, perlu diketahui bahwa dari 512 kasus yang ditangani KPAID Kabupaten Tasikmalaya, 92 persen itu pemicunya dari pola asuh, artinya pemicunya adalah dari dalam rumah."

"Maka, kami mengimbau untuk bersama-sama kita berlomba supaya menjadi idola bagi anak-anak kita."

"Insyaallah, kalau misalkan para orang tua itu sudah bisa jadi idola bagi anak-anaknya, maka ini akan menjauhkan anak-anak kita dari korban kekerasan, baik kekerasan digital, kekerasan seksual, ataupun kekerasan yang lainnya."

"Atas dasar itu, semoga dari peristiwa-peristiwa ini, bisa menjadi pengingat buat kita untuk tetap melindungi anak-anak kita,” katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved