Dianggap Ganggu Industri Dalam Negeri, Pedagang Pakaian Bekas di Cimahi Sebut Beda Segmen Pasar

Presiden Jokowi larang bisnis pakaian bekas dengan alasan akan mengganggu industri tekstil dalam negeri. Pedagang di Cimahi membantah pendapat ini.

Tribun Jabar/Hilman Kamaludin
Sejumlah pengunjung sedang melihat-lihat pakaian bekas di salah toko yang menjajakan pakaian bekas impor di Jalan Lurah Cimahi, Kamis (16/3/2023). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin

TRIBUNJABAR.ID, CIMAHI -  Pedagang pakaian bekas impor atau thrifting di Jalan Lurah, Kelurahan Karang Mekar, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi meminta pemerintah menyiapkan solusi setelah usaha tersebut kini dilarang.

Permintaan dari pedagang ini muncul setelah mereka mengetahui bahwa Presiden Joko Widodo melarang bisnis thrifting di tanah air karena bisa mengganggu industri tekstil dalam negeri.

Larangan itu juga tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

"Larangan itu harus dibarengi dengan solusi bagi para pedagang. Jadi, jangan hanya pikirkan larangannya, tapi harus ada solusi untuk pedagang," ujar Asep Kiki (43) pedagang pakaian thrifting saat ditemui di kosnya, Kamis (16/3/2023).

Menurut Asep, apabila solusi bagi pedagang thrifting ini sudah ada, maka resistensi terkait kebijakan ini bakal sangat kecil, sehingga dia juga minta penindakan terhadap bisnis ini harus dilakukan secara adil dan tak boleh tebang pilih.

"Sah-sah saja kalau aturan ini diterapkan, tapi mesti tegas dan enggak cuma mengincar pedagang tapi juga saluran dari hulunya juga harus ikut ditutup," katanya.

Terkait bisnis ini dianggap bisa mengganggu industri tekstil di tanah air, Asep berpendapat bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi karena thrifting ini memiliki segmentasi pasar sendiri.

"Jadi gak mungkin mengganggu industri tekstil, apalagi pakaian impor yang saya jual hanya diminati konsumen yang sengaja mencari jenis pakaian dengan corak khas," ucap Kiki.

Ia mengatakan, kebanyakan konsumen yang datang ke tempat jualannya itu hanya mencari pakaian thrifting untuk mendapat kesan vintage, sedangkan konsumen yang tak suka model itu, tentu tidak akan datang.

Terkait bisnis ini, Kiki sendiri sudah memiliki langganan yang datang hampir setiap bulan untuk mencari barang corak vintage dengan kualitas yang menarik dan harga jual yang murah.

"Itu menjadi daya tarik konsumen, apalagi harga mulai dari Rp 15 ribu, seperti cardigan, kemeja, celana, dress, dan paling mahal itu blazer, dan jaket dengan harga gak sampai Rp 100 ribu," ucap Kiki.

Disisi lain Kiki juga menampik soal mindset masyarakat bahwa thrifting selalu dikaitkan dengan pakaian bekas, padahal tidak semua para pelaku usaha pakaian impor ini menjual pakaian bekas.

"Saya menjalani bisnis ini sudah 4 tahun, jadi setiap kali dapat barang, saya juga selektif, harus ada labelnya juga," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved