Warga Kampung Adat Cireundeu Melek Teknologi, tapi Makanan Pokok Rasi Masih Diatur Hukum Adat

Bagi warga Kampung Adat Cireundeu teknologi wajib diikuti, tetapi urusan makanan pokok rasi (beras singkong tetap harus diatur hukum adat biar lestari

|
Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: Adi Sasono
TRIBUNJABAR.ID
Tokoh masyarakat Kampung Adat Cireundeu, Abah Widiya (dua dari kanan) memimpin upacara adat di kampung itu. Di Kampung Adat Cireundeu, makanan pokok rasi (beras singkong) masih diatur hukum adat, meski warga di situ sudah cukup banyak mengadopsi kemajuan teknologi. 

TRIBUNJABAR.ID, CIMAHI - Suasana damai langsung terasa ketika menginjakkan kaki di Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat.

Hampir tak terdengar hiruk pikuk kota dan bising kendaraan bermotor di kampung yang jaraknya 8,4 km dari pusar Kota Cimahi. Uniknya, kampung ini berdekatan dengan trase Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Di gerbang kampung, pengunjung disambut sebuah saung dengan ucapan selamat datang dengan aksara Sunda dan tugu mungil Wangsit Siliwangi.

Meski disebut kampung adat, rumah-rumah di Cireundeu sudah modern, tidak seperti kampung adat lain seperti Kampung Naga di Tasikmalaya masih beratap ijuk aren.

Di sepanjang kampung, kita akan mendapati beberapa gazebo beratap ijuk dan Bale Saresehan yang digunakan untuk ritual adat, dan pagelaran seni budaya.

Tokoh masyarakat Kampung Adat Cireundeu, Abah Widiya sedang menyiangi tanaman singkong yang menjadi bahan utama rasi (beras singkong) makanan pokok warga kampung itu.
Tokoh masyarakat Kampung Adat Cireundeu, Abah Widiya sedang menyiangi tanaman singkong yang menjadi bahan utama rasi (beras singkong) makanan pokok warga kampung itu. (TRIBUNJABAR.ID)

Kampung seluas 64 hektare, terdiri atas 4 hektare permukiman dan 60 hektare lahan pertanian, ini dihuni 400 keluarga yang menganut agama Sunda Wiwitan.

"Kampung Adat Cireundeu bukan waktu sebentar, sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan masyarakatnya tetap ajeg (ada) karena di dalamnya ada kekuatan tradisi, budaya, dan ritual," ujar tokoh Kampung Adat Cireundeu Abah Widiya (60) kepada Tribun Jabar pekan lalu, untuk artikel lokal bercerita, aku lokal aku bangga.

Abah Widiya mengatakan, warganya sangat kuat menjalani adat dan tradisi sehingga tetap lestari sampai sekarang. Ritual besar yang dijalankan sampai sekarang adalah peringatan Tahun Baru 1 Sura. Di dalamnya ada upacara Nutup Taun (Tutup Tahun) dan Ngemban Taun (Menyambut Tahun Baru) Saka dalam penanggalan Sunda.

Meski begitu, warga kampung Cireundeu tidak menolak modernitas, dan optimis menatap masa depan, termasuk menatap 2023, sehingga seperti lainnya, warga di kampung ini juga mempunyai ponsel untuk berkomunikasi.

"Perkembangan zaman dan teknologi tak pernah ditolak karena itu masuknya menjadi kebutuhan. Tapi, kami juga punya konsep dan aturan, seperti tetap gelar ritual dan pertemuan sesepuh, jadi serangan kemajuan zaman akan tetap terjaga dengan cara-cara seperti itu," ujarnya.

Namun jangan coba-coba mengusik tanah mereka. Abah Widiya bercerita, pada 2018 di sebuah bukit di Cireundeu akan dibangun perumahan dan pada 2019 akan dibuka jalur off road. Sontak warga merapatkan barisan menolak rencana itu.

Menurut Abah Widiya, warga dan pemerintah harus bersinergi untuk menjaga alam. "Harus ada untuk menjaga alam," katanya.

"Konsep orangtua kita dulu juga ada tata ruang, dan itu sudah jadi aturan yang enggak boleh dilanggar karena pamali, sehingga kalau sudah enggak boleh, ya jangan diubah," ujarnya.

Menjaga Kelestarian Rasi

Satu di antara tradisi yang kuat dipertahankan warga Kampung Adat Cireundeu adalah seluruh warga wajib makan beras singkong (rasi).

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved