Kajian Islam

Kapan Batas Akhir Puasa Qadha? Benarkah di Bulan Rajab dan Syaban? Begini Hukumnya Jika Tak Dibayar

Berikut inilah penjelasan kapan batas akhir melaksanakan puasa qadha atau membayar utang puasa, lengkap dengan hukumnya

Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Hilda Rubiah
Istimewa vis Grid.id
Ilustrasi puasa qadha, berikut penjelasan batas akhir membayar utang puasa Ramadhan tahun lalu lengkap dengan hukumnya 

Lantas, bagaimana hukumnya jika mengakhirkan puasa qadha ?

Para ulama menganjurkan membayar utang puasa atau puasa qadha dilaksanakan sesegera mungkin.

Terlebih, umat muslim mengetahui tahu bahwa ajal bisa datang kapan saja.

Karena itu, membayar utang puasa adalah hukumnya wajib dan sebaiknya disegerakan.

Dikutip dari rumaysho, sebagian ulama mengatakan bagi orang yang sengaja mengakhiri qadha Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya maka dia cukup meng-qadha puasa tersebut disertai taubat. Pendapat tersebut adalah pendapat Abu Hanifah dan Ibnu Hazm.
 
Namun, Imam Malik dan Imam Asy Syafi'i berpendapat lain.

Menurut mereka, bagi orang yang meninggalkan qadha puasa dengan sengaja maka di samping mengqadha puasa harus disertai memberi makan orang miskin.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz, mantan Ketua Lajnah Ad Da’imah, sempat ditanya, “Apa hukum seseorang yang meninggalkan qadha puasa Ramadhan hingga masuk Ramadhan berikutnya dan dia tidak memiliki udzur untuk menunaikan qadha tersebut.

Ilustrasi buka puasa Ramadan.
Ilustrasi buka puasa Ramadan. (Pixabay)

Baca juga: Doa-doa Menyambut Bulan Rajab, termasuk Doa agar Umur Disampaikan ke Bulan Ramadhan, ini Keutamaanya

Apakah cukup baginya bertaubat dan menunaikan qadha atau dia memiliki kewajiban kafaroh?”

"Dia wajib bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan dia wajib memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan disertai dengan qadha puasanya," jawabnya.

Ukuran makanan untuk orang miskin adalah setengah sha' Nabawi dari makanan pokok negeri tersebut (kurma, gandum, beras, atau semacamnya) dan ukurannya adalah sekitar 1,5 kg sebagai ukuran pendekatan.

Namun apabila dia menunda qadhanya karena ada udzur seperti sakit atau bersafar, atau pada wanita karena hamil atau menyusui dan sulit untuk berpuasa, maka tidak ada kewajiban bagi mereka selain mengqadha puasanya.
 
Lalu, bagaimana jika belum sempat membayar puasa qadha hingga tiba Ramadhan berikutnya?

Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta, Shidiq M. Ag mengatakan bahwa orang tersebut tetap boleh menjalankan ibadah puasa Ramadhan, namun dia harus segera membayar hutang puasanya setelah bulan Ramadhan berikutnya selesai.

Namun jika ada unsur kelalaian, maka selain mengqadha, orang tersebut dituntut untuk membayar fidyah.

Fidyah ini adalah kegiatan memberi makanan fakir miskin sebesar biaya makan dan minum yang dikalikan dengan jumlah hari orang yang bersangkutan ketika tak melaksanakan puasanya.

Perlu menjadi catatan, fidyah ini berlaku bagi orang yang tidak sanggup berpuasa.


Baca juga: Bayar Utang Puasa Selain Puasa Qadha dengan Fidyah, Berikut Ketentuan dan Tata Cara Membayar Fidyah

Bagaimana jika lupa jumlah utang puasa ?

Dikutip dari Tribunnews.com, Dr Aris Widodo, akademisi muslim dari UIN Surakarta menerangkan bahwa hendaknya setiap hutang itu harus dicatat.

Hal ini sebagai langkah antisipasi jika kedepannya seseorang tersebut lupa akan hutangnya, maka bisa melihat catatan tersebut.

Hal ini sesuai dalam surat al-baqarah ayat 282 yang berbunyi "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya".

Namun, jika kita tidak mencatat hutang tersebut dan lupa berapa jumlahnya, maka bisa mengambil jumlah yang lebih banyak.

Dalam hal ini bisa merujuk pada Hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Apabila diantara kalian lupa atau ragu tentang sholatnya, maka hendaklah dia membuang keraguan itu dan mengambil yang yakin".

Dalam hal kaitanya dengan puasa, maka bisa mengambil beban yang lebih banyak, misal ragu hutang puasanya tujuh atau delapan hari, maka dianjurkan untuk mengambil yang delapan hari.

"Karena kita akan merasa akan yakin dengan itu, kita menutup yang tujuh sekaligus yakin dengan yang delapan," tutur Aris, dalam program Tanya Ustaz Tribunnews.com.

Hal ini juga sesusai dengan kutipan hadist, "Da'maa yuribuuka ila maa laa yuribuka" yang artinya Tinggalkan hal-hal yang meragukanmu.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved