KISAH Komunitas Ngadaur, Intens Mengolah Sampah Tingkat RW Kini Raih Penghargaan dari Australia
Komunitas Ngadaur, sebuah kumpulan para pengolah sampah yang dirintis Tubagus Ari, kini dilirik hingga ke Melbourne, Australia.
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Kemal Setia Permana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG – Apa jadinya jika seorang petugas RW yang tak digaji, tanpa latar belakang teknik lingkungan, berhasil membawa gerakan daur ulang komunitas ke panggung internasional?
Hal inilah yang dilakukan Komunitas Ngadaur, sebuah kumpulan para pengolah sampah yang dirintis Tubagus Ari dari RW 14 Sukamiskin, Arcamanik, yang kini dilirik hingga ke Melbourne, Australia.
Tubagus Ari menjelaskan bahwa 'Ngadaur' singkatan dari “Ngabudidayakeun Daur Ulang” yang berawal dari keprihatinan sederhana, tumpukan sampah di lingkungan tempat tinggalnya.
“Di masa pandemi segala aktivitas terbatas dan saya aktif bantu kegiatan bersih-bersih RW hingga ada program Taman Kawasan Bersih Sampah Kabisa. Namun, karena Kabisa sudah menjadi milik kolektif warga, saya memutuskan mendirikan komunitas baru,” kata Ari, Rabu (16/7/2025).
Melalui Ngadaur, kata Ari, hadir ruang eksperimen pengolahan sampah yang berfokus pada edukasi, pemberdayaan masyarakat, dan budidaya maggot.
Langkah awal Ngadaur didukung Rotary Club yang memberikan telur maggot sebagai modal.
Baca juga: Jangan Pinggirkan Sekolah Swasta, DPRD Kabupaten Bandung Minta Kebijakan KDM Dikaji Lagi
Dari situ, Ari dan tim mulai belajar budidaya maggot secara otodidak. Semua pelatihan diikuti, ilmu dikumpulkan dari mana saja terutama dari para praktisi lapangan seperti pemulung dan tukang sampah.
Ternyata maggot sangat efektif mengurai sampah organik. Hanya bermodal 500 meter persegi lahan di kawasan Ujo Ecoland, Ngadaur bisa mengolah hingga 1 ton sampah organik per hari.
“Dulu saya enggak digaji, tapi orang butuh saya. Warga mulai datang sendiri bawa sampah. Ada yang punya katering, tiba-tiba datang ke rumah, nih sampah. Saya cuma bisa mikir, ini gimana ya?”kata Ari.
Ketika TPA Sarimukti terbakar dan Kota Bandung mengalami darurat sampah di 2023, Ngadaur justru menjadi rujukan.
Beberapa hotel besar bahkan mulai bekerja sama, meski Ari sadar kapasitas komunitasnya terbatas.
“Dari situ kami sadar, skala RW sudah tidak cukup. Akhirnya, kami pindah ke lahan baru di Puncut seluas 7.000 meter persegi. Lebih dekat ke Dago, dekat hotel-hotel juga,” ujarnya.
Di lahan baru Punclut, Ngadaur membangun rumah maggot, tempat edukasi, dan fasilitas pengomposan.
Ari mengatakan masalah yang dihadapi sangat nyata, sebagian besar destinasi wisata di kawasan tersebut masih menerapkan sistem tumpuk, angkut, dan buang.
IATL ITB Membangun Kelembagaan Lokal untuk Atasi Persoalan Sampah di Kota Bandung |
![]() |
---|
Bebas Sampah Bukan Mimpi, BSID Luncurkan Platform untuk Lawan Krisis Sampah |
![]() |
---|
Dari Konflik Jadi Simbol Damai: GSG Arcamanik Siap Sambut Menteri HAM dan Gubernur Jabar |
![]() |
---|
136 Titik Penumpukan Sampah di Bandung Tertangani, Kini Tinggal Fokus Pengolahan di TPS |
![]() |
---|
Musim Pancaroba, Pantai Legokjawa Pangandaran Dipenuhi Sampah yang Terbawa Arus Laut |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.