Kasus Ferdy Sambo

Mahfud MD Cium Ada Gerakan Bawah Tanah Coba Pengaruhi Hakim, Kompolnas: Sambo Masih Punya Loyalis

Mahfud mencium adanya 'gerakan bawah tanah' yang sengaja dilakukan untuk mempengaruhi putusan Hakim

Editor: Ravianto
PN Jaksel via TribunnewsWiki.com, Tribunnews/Jeprima
Kolase potret Hakim Ketua Majelis kasus Brigadir J, Wahyu Iman Santoso (kiri) dan Ferdy Sambo, Kamis (8/12/2022) 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menegaskan kalau mantan Kadiv Propam Polri yang kini menjadi terdakwa pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yakni Ferdy Sambo masih memiliki loyalis yang bisa saja membantu membebaskannya dari jeratan hukum.

Hal ini kata Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto sekaligus menyoroti imbauan dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD agar seluruh lembaga keadilan tidak terpengaruh oleh gerakan-gerakan dari Ferdy Sambo dalam upaya tersebut.

Sebab, Mahfud mencium adanya 'gerakan bawah tanah' yang sengaja dilakukan untuk mempengaruhi putusan Hakim terhadap pelaku pembunuhan Brigadir J, khususnya aktor intelektual kasus tersebut, yakni Ferdy Sambo.

Menariknya, Mahfud menyebut gerakan tersebut sebagai 'gerilya' dan dilakukan oleh dua kubu, yakni mereka yang meminta Ferdy Sambo bebas dan meminta mantan Kadiv Propam Polri itu untuk dihukum.

"Pak Menkopolhukam mengingat semua pihak agar waspada dan tidak terpengaruh gerakan bawah tanah ini," kata Benny dalam keterangannya kepada awak media, Senin (23/1/2023).

Benny menyebut, pihak yang menjadi loyalis bagi tertuntut pidana hukuman seumur hidup itu merupakan mereka yang merasa memiliki hutang budi karena pernah dibantu.

Benny menyatakan, gerakan dari para loyalis itu yang bakal diupayakan oleh Ferdy Sambo untuk meloloskannga dari jeratan hukum.

"Ferdy Sambo punya jaringan dan punya loyalis, yaitu pihak yang merasa utang budi karena pernah dibantu," kata dia.

Bahkan kata Benny, langkah yang bisa saja dilakukan oleh Ferdy Sambo tidak hanya ditempuh pada pengadilan tingkat pertama, melainkan hingga ke tingkat kasasi.

"Upaya akan terus dilakukan tidak hanya ditingkat PN, tapi juga banding dan kasasi serta Peninjauan Kembali," kata dia.

Terlebih kata Benny, upaya untuk meloloskan dirinya dari jerat hukum itu sudah dilakukan sejak kasus pertama kali mencuat.

Di mana, dengan cerdiknya, Ferdy Sambo merangkai sebuah skenario bahwa telah terjadi insiden tembak menembak yang tanpa melibatkan dirinya.

"Upaya untuk lolos dari jerat hukum sudah dilakukan FS sejak awal yaitu dengan membuat skenario yang akhirnya banyak menimbulkan korban anggota Polri yang kena kasus obstraction of justice," tukas dia.

Mahfud MD Nilai Ada Upaya Mempengaruhi Majelis Hakim Lewat Video Viral 

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menanggapi terkait video viral yang diduga Ketua Majelis Hakim perkara pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Wahyu Imam Santoso.

Dalam video yang beredar tersebut pria diduga Hakim Wahyu berbicara soal perkara Sambo kepada seseorang.

Sementara ini, Mahfud menduga video tersebut bagian dari upaya untuk menteror hakim agar tak berani menjatuhkan vonis yang berat terhadap terdakwa Ferdy Sambo.

Logikanya, lanjut dia, teror tersebut ditujukan agar hakim ragu memvonis Sambo karena khawatir vonisnya dinilai sebagai hasil konspirasi karena sama dengan video yang telah viral sebelumnya.

"Sementara ini saya menduga bahwa video itu merupakan bagian dari upaya untuk menteror hakim agar tak berani memvonis Sambo dengan vonis yang berat," kata Mahfud di akun Instagramnya, @mohmahfudmd, pada Jumat (6/1/2023).

Ia mengaku sering mendapat teror serupa saat menjadi hakim Mahkamah Konstitusi dulu.

Mahfud mengatakan ia pernah mengalaminya ketika mengadili perkara Pilkada Gubernur Maluku Utara yang digugat oleh Gafur.

Tiga hari sebelum vonis, lanjut dia beredar berita bahwa Ketua MK Mahfud MD sudah dipanggil oleh Presiden SBY agar gugatan Gafur dikalahkan. 

Ia pun tahu bahwa teror tersebut ditujukan agar dirinya tak berani mengalahkan Gafur. 

Namun demikian, ketika itu ia tak peduli karena memang tak pernah bicara perkara apa pun dengan Presiden SBY dan Gafur tetap kalah di MK.

Untuk itu, menurutnya video tersebut harus diselidiki.

"Pertama, itu harus diselidiki. Bisa jadi pelanggaran etik kalau benar itu terjadi. Kedua, Mungkin juga video itu dipotong-potong, dari rangkaian pembicaraan sehingga timbul kesan tertentu," kata Mahfud.

Sebagai informasi, dalam perkara tewasnya Brigadir J, Ferdy Sambo dijatuhi tuntutan pidana seumur hidup, karena jaksa meyakini kalau mantan Kadiv Propam Polri itu secara sah dan meyakinkan melakukan perencanaan tindak pidana yang mengakibatkan orang meninggal dunia.

Sementara untuk terdakwa lain yakni, Ricky Rizal Wibowo alias Bripka RR dan Kuat Ma'ruf masing-masing dijatuhi tuntutan 8 tahun penjara atas tewasnya Brigadir J.

Tak hanya Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf, terdakwa Putri Candrawathi yang juga merupakan istri dari Ferdy Sambo dijatuhi tuntutan yang sama yakni 8 tahun penjara.

Sedangkan untuk terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E yang berstatus sebagai justice collaborator dalam kasus ini dituntut pidana 12 tahun penjara.

Keseluruhan terdakwa dinyatakan bersalah melanggar pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama primer.(Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved