Herry Wirawan Predator Santri Tetap Dihukum Mati, Keluarga Korban di Garut: Pantas untuk Pelaku

Keluarga korban Herry Wirawan menyambut baik keputusan Mahkamah Agung (MA) atas kasasi yang diajukannya.

Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Giri
Humas Kejati Jabar
Terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan saat mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). MA menolak kasasi Herry sehingga akan tetap jalani hukuman mati. 

Laporan Kontributor  Tribunjabar.id Garut, Sidqi Al Ghifari

TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Keluarga korban Herry Wirawan menyambut baik keputusan Mahkamah Agung (MA) atas kasasi yang diajukannya.

Herry Wirawan merupakan guru bejat yang merudapaksa 13 santriwatinya di Bandung.

MA telah menolak kasasi Herry sehingga kasusnya telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Artinya, Herry akan tetap dihukum mati.

Kasasi tersebut diajukan ke MA setelah Herry Wirawan tidak puas dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung yakni menjatuhkan hukuman mati.

Sebelumnya, pada pengadilan tingkat pertama atau Pengadilan Negeri (PN) Bandung, jaksa penuntut umum (JPU) meminta hakim menjatuhkan hukuman mati kepada Herry.

Namun, majelis hakim PN Bandung menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup.

Merespons keputusan ini, jaksa kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.

Pengadilan tingkat kedua ini kemudian mengabulkan permohonan jaksa dan memutuskan Herry Wirawan dihukum mati.

Satu di antara keluarga korban kebejatan Herry Wirawan asal Garut, AN (35), merespons putusan tersebut.

Ia menyebut saat ini keluarganya telah tenang lantaran pelaku Herry Wirawan telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Baca juga: Breaking News, Herry Wirawan Tetap Dihukum Mati, MA Tolak Kasasi Guru Bejat yang Rudapaksa 13 Santri

"Hukuman mati memang pantas untuk pelaku. Kami keluarga korban menginginkan hukuman mati dari dulu," ujar AN kepada Tribunjabar.id, Rabu (4/1/2023).

Dia menuturkan kasus rudapaksa tersebut merupakan peristiwa yang menyayat hati, pikiran, dan tenaga.

Sejak pertama kelakuan bejat Herry Wirawan diketahui keluarga santriwati di Garut, ia mengaku terus aktif melakukan langkah hukum termasuk meminta bantuan ke lembaga bantuan hukum.

"Kalau mengingat awal kejadian dulu, masih terasa sakit hati, kok begitu tega," ucapnya.

NA menjelaskan putusan hukuman mati untuk Herry Wirawan tidak lepas dari berbagai dukungan dari semua pihak.

Meski menurutnya kasus tersebut sempat senyap selama enam bulan.

"Alhamdulillah identitas kami tetap aman, anak-anak juga aman, ada juga korban yang sudah hidup normal. Saya berterima kasih sama semua pihak yang telah bantu, kepada media, kepada kuasa hukum dan pemerintah," ungkap dia.

Ia berharap kasus Herry Wirawan bisa menjadi pelajaran penting untuk penegakan hukum yang tegas bagi para pelaku kejahatan seksual.

Baca juga: Predator Asal Sukabumi Ini Senasib dengan Herry Wirawan Setelah Jaksa Ajukan Banding, Dihukum Mati

"Cukup kami saja yang menjadi korban. Semoga kasus ini bisa jadi pelajaran dan efek jera bagi para pelaku pencabulan," ujarnya.

Sebelumnya guru bejat Herry Wirawan yang merupakan pemilik Madani Boarding School yang beralamat di Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat, divonis penjara seumur hidup oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Herry dengan hukuman mati.

Jaksa kemudian mengajukan banding.

Jaksa menilai Herry bersalah melakukan kejahatan sesuai Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan (5) juncto Pasal 76D UU Perlindungan Anak.

Oleh hakim PT Bandung, hukuman Herry Wirawan diperberat menjadi hukuman mati.

Herry kemudian mengajukan banding ke MA namun ditolak.

Baca juga: WAWANCARA KHUSUS, Blak-blakan Kepala Kejati Jabar soal Hukuman Mati Herry Wirawan

Seperti diketahui, Herry Wirawan memperkosa 13 santriwati di beberapa tempat, yakni di yayasan pesantren, hotel, dan apartemen.

Fakta persidangan pun menyebutkan bahwa terdakwa memperkosa korban di gedung yayasan KS, pesantren TM, pesantren MH, basecamp, apartemen TS Bandung, hotel A, hotel PP, hotel BB, hotel N, dan hotel R.

Peristiwa itu berlangsung selama lima tahun, sejak tahun 2016 sampai 2021.

Para korban diketahui ada yang telah melahirkan. (*)

Baca berita lainnya di GoogleNews

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved