UPDATE Kasus Bocah Dibully dengan Kucing di Tasikmalaya Berakhir, Pengadilan Putuskan Diversi
Berakhirnya kasus tersebut ditandai dengan putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Rabu (3/8/2022), yang memutuskan diversi pada kasus tersebut.
Penulis: Firman Suryaman | Editor: Ravianto
TRIBUNJABAR. ID, TASIKMALAYA - Penanganan kasus perundungan seorang anak di Kabupaten Tasikmalaya yang dipaksa berbuat tak senonoh dengan kucing yang berujung korban meninggal karena depresi, berakhir.
Berakhirnya kasus tersebut ditandai dengan putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Rabu (3/8/2022), yang memutuskan diversi pada kasus tersebut.
"Jadi pengadilan memutuskan diversi. Artinya penyelesaian dilakukan di luar peradilan," kata Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto.
Oleh karena itu, lanjut Ato, tiga anak yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dikembalikan kepada orang tua masing-masing.
Sebelumnya, ketiga anak tersebut mendapat pembinaan di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Tasikmalaya.
"Dengan dikembalikannya ketiga anak ini maka tahapan penanganan kasus perundungan ini selesai," kata Ato.
Seperti diketahui, seorang anak kelas V SD berusia 11 tahun di Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, meninggal karena depresi, dua minggu lalu.
Penyebabnya korban dipaksa teman-temannya berbuat tak senonoh dengan kucing dan rekman videonya menyebar di medsos.
Akibat kejadian itu korban malu dan tertekan hingga depresi. Belakangan korban pun tak mau makan hingga kondisinya drop dan dibawa ke rumah sakit.
Baca juga: Polisi Dalami Keterlibatan Orang Dewasa dalam Kasus Perundungan Bocah dengan Kucing di Tasik
Baca juga: Jangan Salah Paham, Tak Ada Persetubuhan Antara Bocah SD dengan Kucing di Tasik, Ini Penjelasannya
Namun nyawa korban tak tertolong. Kasus yang mendapat perhatian masyarakat hingga Presiden Jokowi ini kemudian ditangani KPAID dan Polda Jabar.
Fakta Kasus Perundungan dengan Kucing
Kasus perundungan anak di Tasik yang menimpa seorang anak laki-laki berusia 11 tahuh jadi perhatian masyarakat.
Anak laki-laki dari Kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya tersebut kini meninggal dunia, diduga karena depresi.
Murid kelas V SD tersebut diduga kuat depresi setelah videonya saat dipaksa berbuat tak senonoh dengan kucing beredar di media sosial.
Tak hanya itu, korban diduga sering dirundung atau dibully oleh teman-teman sepermainannya.
Ini fakta-fakta kasus perundungan anak di Tasikmalaya hingga korbannya meninggal dunia.
1. Korban tertekan hingga tak mau makan
Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, membenarkan adanya kejadian mengenaskan tersebut.
Dari keterangan yang berhasil dihimpun KPAID, kasus langka tersebut terjadi sekitar seminggu lalu.
Korban diduga dipaksa sejumlah anak yang merupakan teman mainnya untuk berbuat tak senonoh dengan seekor kucing dan divideo.
Rekaman video kejadian tersebut ternyata sempat menyebar di medsos.
"Hal itu membuat korban merasa malu dan tertekan, sehingga akhirnya mengalami depresi," ujar Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya Ato.
Karena kondisinya terus menurun, pihak keluarga akhirnya membawa korban ke rumah sakit.
Korban akhirnya meninggal dunia.
"Kami masih terus melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian," kata Ato.
2. Sering Jadi Korban Perundungan Teman-temannya
Pihak KPAID Kabupaten Tasikmalaya mendapati kenyataan bahwa anak SD yang meninggal karena depresi, ternyata juga kerap jadi korban perundungan teman-temannya.
"Saya bertemu dengan ibu kandung korban dan dari penuturan ibunya, ternyata korban suka di-bully teman sepermainannya," kata Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, Kamis (21/7/2022).
"Saya sangat prihatin. Kejadian seperti ini baru kali pertama terjadi. Korban sampai depresi dan akhirnya enggan makan hingga akhirnya meninggal dunia," kata Ato.
Pihak KPAID terus memantau kejadian tersebut, termasuk berkoordinasi dengan pihak kepolisian, terkait penanganan kasus hukumnya.
3. Sempat DIbawa ke RS
Usai videonya saat dipaksa melakukan hal tak senonoh pada kucing beredar di media sosial, korban menjadi tertekan.
Korban merasa malu dan tertekan hingga tak mau makan.
"Hal itu membuat korban merasa malu dan tertekan, sehingga akhirnya mengalami depresi," ujar Ato.
Karena kondisinya terus menurun, pihak keluarga akhirnya membawa korban ke rumah sakit.
Korban akhirnya meninggal dunia.
4. Tak Ada Persetubuhan dengan Kucing, Ini yang Terjadi
Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, menegaskan tak ada persetubuhan antara kucing dengan anak SD yang meninggal karena depresi.
"Jika melihat rekaman videonya yang sempat beredar, saya tegaskan tak ada persetubuhan antara kucing dengan korban," kata Ato, Kamis (21/7).
Yang terjadi adalah korban dipaksa atau disuruh teman-teman bermainnya beradegan tak senonoh mirip persetubuhan dengan kucing.
"Memang ada kontak fisik. Tapi tidak ada persetubuhan. Jadi saya harap masyarakat tak keliru menafsirkan berita yang beredar saat ini," ujar Ato.
Pihak KPAID sendiri melaporkan kasus tersebut ke Polres Tasikmalaya, karena telah jatuh korban di mana korban akhirnya meninggal karena depresi.
"Seusai UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, kami wajib melaporkan ke pihak berwajib. Terlebih keluarga enggan melapor," jata Ato.
5. KPAID Tasik Lapor Polisi
Kasus meninggalnya anak SD lantaran depresi akibat dipaksa berbuat tak senonoh dengan kucing, dilaporkan ke Polres Tasikmalaya, Kamis (21/7/2022) petang.
Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, menegaskan, kasus tersebut sudah masuk ranah hukum dan merupakan kewajiban KPAID lapor polisi.
"Sesuai dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, KPAID wajib melaporkan setiap kejadian seperti itu," kata Ato, Kamis.
Pelaporan dilakukan jajaran Komisioner KPAID dipimpin Asep Nurzaini.
Dengan adanya pelaporan tersebut proses hukum kasus tersebut bisa dilaksanakan.
"Awalnya kami mendorong pihak keluarga korban membuat pelaporan. Tapi mereka tidak mau," ujar Ato.
Karena lapor wajib sifatnya, akhirnya KPAID Tasikmalaya berinisiatif melaporkan kasus tersebut.
6. Ridwan Kamil Minta Pelaku Diberi Sanksi meski di Bawah Umur
Gubernur Jabar Ridwan Kamil meminta agar pelaku bully yang membuat seorang anak SD di Kabupaten Tasikmalaya depresi dan meninggal dunia mendapat sanksi.
"Ini mudah-mudahan tidak terulang lagi dan tetap harus ada sanksi konsekuensi kepada yang melakukan, walaupun masih di bawah umur, tentu dengan azas-azas kepatutan kemanusiaan, tapi tetap harus ada pelajaran bagi mereka yang melakukannya," kata Ridwan Kamil di Gedung Sate, Kamis (21/7) malam.
Ia mengatakan mengutuk kejadian bully tersebut dan seharusnya pihak sekolah bisa bertanggung jawab penuh atas kasus yang menimpa seorang muridnya teraebut.
"Saya Mengutuk keras kejadian di Tasikmalaya ini. Tanggung jawab dari lingkungan terdekat yaitu sekolah, kepala sekolah, para guru, harus bertanggung jawab penuh karena orang tua menitipkan anaknya ke sekolah untuk dijaga, untuk edukasi," katanya.
Ia mengatakan orang tua di mana pun juga harus mampu mendidik anaknya menanamkan nilai-nilai karakter.
Ia mengatakan di rumah, orang tua adalah guru, sedangkan di sekolah, guru adalah orang tua.
"Saya adalah survivor dari bully zaman SMP. Pak gubernur ini korban bully, jadi saya merasakan betul rasanya di-bully. Oleh karena itu tanggung jawab paling utama adalah di lingkungan terdekat yaitu guru dari sekolah," katanya.
Ia menuturkan telah memerintahkan tim dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Provinsi Jabar untuk menindaklanjuti dan melakukan pendampingan kasus bully tersebut.
(Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Suryaman)