Pengaruh Bigdata Analytic Terhadap Demokrasi dan Dunia Politik Indonesia
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi telah mengubah banyak perilaku di kehidupan manusia
Natural Language Processiong (NLP)
Natural Language Processing ( pengolahan bahasa alami ) dalam bigdata adalah program komputer yang melakukan translasi kata demi kata menggunakan perhitungan aritmatika dan statistik yang cukup komplek untuk menemukan pola tertentu yang sesuai dengan kaidah-kaidah tata bahasa alami yang kita temui dikehidupan sKehari-hari.
NLP merupakan bagian dari Artificial Intelligent ( kecerdasan buatan ) yang melakukan proses tahapan mulai dari proses parsing ( penguraian ) , stemming ( pemurnian bentuk asli kata), analisis sintaksis / morfologi ( analisa struktur kata dan grammar ) dan proses semantic yaitu memaknai kata sebenarnya. Tahap selanjutnya akan penggunaan algoritma lexicon yaitu kosa kata dalam proses translasi dalam NLP ini sebagai basis referensi sehingga keakuratan nya lebih terjaga.
Perbedaan bahasa manusia menyebabkan perancangan baru NLP yang disesuaikan dengan bahasa dinegara pengguna tersebut menggunakan ketiga aspek kaidah yaitu morfologi, sintaksis dan semantika bahasa Indonesia. Tidak banyak di Indonesia para pengembang aplikasi NLP karena selain cukup rumit yang memakan waktu juga juga mungkin dirasa kesadaran dan keperluan penggunaan bigdata belum terlalu booming di Indonesia. Keluaran dari NLP ini selanjutnya data di proses dalam routine program penyajian sentiment analysis, dimana data yang telah diolah tersebut dibagi 3 yaitu sentiment positif, sentimen negative dan netral. Terdapat 3 kondisi tersebut merupakan kecenderungan dari public dalam mempersepsikan sebuah masalah/isu atau tokoh tertentu sebagai subjek.
Sentiment Analysis
Pada tahapan ini data sudah disajikan dengan pola yang teratur, sudah dapat dibaca dan sudah bisa di artikulasikan dengan benar. Selanjutnya data tersebut ditampilkan dalam bentuk aplikasi dashboard sentiment analysis yang membagi 3 bagian yaitu sentimen positif, sentiment negatif dan netral. Sentimen positif ini adalah persepsi netizen yang bernilai cenderung positif tentang si-subjek ( bisa berupa tokoh, problem, isu ) , begitu pula sentiment negative, adapun yang netral adalah NLP menafsirkan bahwa netizen tidak memiliki warna dalam menyatakan pendapatnya.
Baca juga: Berikan Lebih Banyak Layanan dan Fitur Inovatif, Grab Manfaatkan Big Data
Bigdata untuk Negara Demokrasi
Hal yang mendasari Negara demokrasi adalah bahwa aspirasi rakyat menentukan arah kebijakan Pemerintah seperti kebijakan pembangunan, kebijakan perundang-undangan yang disesuaikan dengan kondisi masyarkat itu sendiri. Proses normatif yang dilakukan Pemerintah dalam menyerap aspirasi pembangunan adalah dengan melakukan serangkaian RPJMD untuk daerah dan RPJMN untuk tingkat nasional. Dalam rapat-rapat tersebut secara normatif bahwa daerah menyampaikan kebutuhannya kepada pemerintah agar bisa dipenuhi misalnya perbaikan jalan yang rusak atau pembangunan jembatan sebagai penghubung transportasi desa ke kota. Contoh lain adalah layanan aduan pemerintah yang jarang diakses masyarakat mungkin karena terkesan sungkan untuk melapor, malah menuangkan keluh kesahnya dimedia sosial. Berharap cepat segera ditindakluti karena melalui saluran normative terkesan lambat untuk eksekusi. Contoh lainnya misalkan jika pemerintah ingin mengetaui dampak sosial dari pembangunan sebuah pabrik bagaimana masyarakat merespon nya.
Biigdata analytic bisa memberikan solusi terhadap permasalahan diatas dengan melakukan pemetaan isu didaerah yang sedang berkembang sampai level kecamatan. Hal ini didasari masyarakat pada umumnya mudah lebih cepat berkeluh kesah dimedia sosial ( twitter, IG, youtube, facebook, online news ) dari pada melaporkan kepada saluran resmi Pemerintah. Ribuan data postingan dan komentar yang diambil dari media sosial akan diproses oleh bigdata untuk di translate menjadi sebuah sentiment yaitu apakah positif, negatif terhadap isu tersebut. Bisa berupa kurva realtime monitoring dan berupa diagram SNA ( system network analytic ) atau berupa peta GIS ( geographic information system ) berdasarkan lokasi per kabupaten/kecamatan yang dimaksud. Dengan sebaran data ini juga yang sudah tersebar di wilayah akan bisa dilihat satu-persatu aspirasi public terhadap isu dan permasalahan di daerahnya.
Dengan implementasi bigdata pada pemerintahan maka banyak keuntungan yang diperoleh oleh para pemangku kepentingan, akan terdeteksi keresahan-keresahan dan aspirasi dari masyarakat bawah. Ramainya pembangunan command center di berbagai Pemerintah daerah sebaiknya tidak hanya untuk memantau cctv saja tetapi lebih video wall tersebut bisa digunakan untuk menampilakan pergerakan aspirasi warga untuk dapat secara nyata melakukan antisipasi dan serapan informasi ke arah kebijakan pembangunan dan peningkatan pelayanan publik. Bigdata bisa mengisi konten command center Pemerintah ke arah yang lebih padat informasi dan peningkatan asas manfaat.
Bigdata untuk Dunia Politik
Seperti yang sudah disampaikan dalam bagian sebelumnya bahwa bigdata yang menyimpan data besar dan informasi netizen profile akan menjadi sebuah referensi dalam desain pesan kampanye kepada para calon pemilih. Bigdata melakukan pemetaan isu di daerah, dimana hasilnya akan diambil sebagai bahan kampanye dalam memberikan solusi-solusi terbaik bagi warga bahkan ada yang menjadi sebagai janji kampanye ketika tidak mampu diselesaikan pada saat itu. Dampaknya adalah masyarkat semakin percaya pada kemampuan tokoh/kandidat dalam menyelami aspirasi masyarakat setempat. Hal lain yang bisa dilakukan oleh bigdata analytic adalah untuk memprediksi hasil pemilu ( predictive analaysis ). Jika konsultan politik melakukan survei convensional per 2 bulan atau 1 tahun sampai ke hari pemilihan dilakukan 3-5 kali survei dan inipun memakan biaya yang tidak murah. Dari sumber tententu diperoleh sekali survey calon bupati atau calon walikota itu memakan biaya dikisaran 150-200 jt. Untuk survei nasional harga yang digelontorkan 300-600 jt. Maka dapat dibanyangkan anggaran 1 tahun untuk calon bupati saja sudah memakan biaya sekitar hampir Rp. 1 milyar.
Pembicaraan dan Ketersukaan
Untuk menghitung berapa popularitas dan ketersukaan netizen ( masyarakat ) terhadap seorang tokoh kandidat yaitu bigdata melakukan analisis perhitungan artimatika komputer intensitas pembicaraan netizen terhadap semua tokoh / kandidat paslon. Seorang tokoh yang populer biasanya menjadi buah bibir di masyarakat entah itu membicarakan kebaikan atau hal yang tidak baik. Jika seorang tokoh dibicarakan baik maka, mesin mendefinisikan sebagai ketersukaan terhadap tokoh atau sentiment potisif. Adapun jika netizen banyak membicarakan keburukan dari seorang tokoh maka mesin mendefinisikan sebagai sentiment negatif.
Dalam logika kehidupan, seseorang yang senang atau mencintai terhadap sesuatu biasanya membicarakan hal-hal yang baik bahkan menyanjungnya. Untuk definisi netral adalah ketika netizen membicarakan tokoh tanpa intensitas menyukai atau membenci. Ketika ketiga variable tersebut sudah diperoleh maka mesin akan mengitung semua kandidat paslon tersebut secara realtime mengingat datamining akan berjalan 7/14 terus mem feeding data ke NLP dan ditampilkan oleh aplikasi dashboard berupa kurva perbincangan dan ketersukaan. Kandidat paslon mana yang naik dan mana yang turun akan terlihat secara realtime atau paling lambat dalam H-1. Dengan perhitungan total semua data pembicaraan netizen, jumlah netizen, kandidat paslon dan jumlah data harian yang diperolah maka akan bisa ditentukan berapa intensitas pembicaraan score setiap tokoh kandidat/paslon perhari ini , berapa intensitas ketersukaan netikan terhadap tokoh kandidat/paslon perhari ini juga berapa ranking tertinggi dari semua tokoh kandidat/paslon untuk intensitas pembicaraan dan ketersukaan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/pengaruh-bigdata-analytic-terhadap-demokrasi-dan-dunia-politik-indonesia.jpg)