WAWANCARA KHUSUS, Blak-blakan Kepala Kejati Jabar soal Hukuman Mati Herry Wirawan
Pengadilan Tinggi Bandung kabulkan banding jaksa Kejati Jabar terhadap terdakwa Herry Wirawan. Tribun wawancara kusus dengan Asep N Mulyana
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Mega Nugraha
Kami ada standar melakukan tuntutan, ada hal yang meringankan dan memberatkan serta melihat kasus-kasus sebelumnya, tapi dalam sistem hukum kita tidak mengenal di mana putusan hakim mengikat sepenuhnya pada hakim yang kemudian, tidak ada.
Tapi putusan sebelumnya menjadi dasar buat kami untuk mengajukan untuk terpidana, dari pertimbangan tadi, kemudian kerugian yang diakibatkan dari perbuatan jahat pelaku dan sangat melukai hati masyarakat, tentu menjadi dasar kami untuk mengajukkan tuntutan hukuman mati.
Banyak pertimbangan, tidak semata-mata emosi kami JPU, ini sudah kami ekspose bersama dan meminta persetujuan pimpinan juga.
Baca juga: Herry Wirawan Dihukum Mati, Dedi Mulyadi Sebut Itu Berkat Kegigihan Jaksa Wujudkan Keadilan
5. Hukuman mati dalam perspektif jaksa sudah paling maksimal, tidak ada lagi hukuman yang lebih berat?
Hemat saya demikian, karena di KUHP kita masih mengatur pidana mati, tidak dicabut dan masih berlaku.
6. Ada jarak cukup lama antara vonis sampai eksekusi hukuman mati, apakah akan seperti itu?
Tentu dalam hukuman mati kita harus mempertimbangkan terpenuhinya ketentuan formal. Jadi, apakah hak-hak terdakwa sudah terpenuhi atau tidak. Misalnya, terdakwa punya hak untuk meminta pengampunan kepada Presiden dalam bentuk grasi.
Kedua, benar tidak identitas dan apa permintaan terakhirnya. Banyak yang harus dipertimbangkan, karena kalau kita mengeksekusi mati tidak mungkim diulang lagi, kalau hanya penjara bisa anulir. Berbeda dengan hukuman mati, jadi banyak yang harus diperhatikan sebelum eksekusi.
7. Pemenuhan itu lama?
Untuk inkrah saja, saat ini kami masih menunggu salinan putusan resmi, kami belum bisa bersikap apakah menerima dari putusan ini atau kami akan mengajukan upaya hukum lain, karena kami harus mempelajari secara cermat bagaimana putusan yang dibuat PT Bandung. Jadi, tidak semudah membalikan telapak tangan dalam eksekusi hukuman mati itu, banyak hal terkait hak-hak bersangkutan harus sudah terpenuhi.
8. Apakah itu jadi ada anggapan terdakwa mendapat hukuman dua kali, penjara dan hukuman mati?
Tidak, kan itu bagian dari proses. Kan itu nanti dihitung. Ketika sekarang tersangka ditahan penyidik, itu ada batas yang ditentukan KUHP, waktunya akan dihitung berapa lama dia ditahan, nanti dikurangi masa tahanan.
Sama halnya, bukan berarti kita melakukan eksekusi mati, seolah ada hukuman dobel, tidak. Pasti pada hukuman yang sesuai pada putusan pengadilan.
9. Kasus Sumiarsih di Surabaya, selama ditahan ada perubahan sikap yang drastis jadi lebih baik, apakah itu jadi pertimbangan?
Kan, pembinaan terhadap warga binaan sudah pada institusi Lapas di bawah Kemenkum HAM. Mereka yang bisa menilai terhadap hal apa yang terjadi selama masa pembinaan.