Guru Rudapaksa Santri

Anak Korban Rudakpaksa Herry Wirawan Diberi Akta Kelahiran, Begini Kolom Nama Ayah di Akta Itu

Warganet mempertanyakan siapa nama sang ayah dalam akta tersebut, karena jika ditulis Herry Wirawan maka akan memicu luka berkepanjangan bagi korban.

Tribun Jabar/ Sidqi Al Ghifari
Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari saat menggelar jumpa pers di Kantor Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Kamis (9/12/2021). 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id Garut, Sidqi Al Ghifari

TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut sebut saat ini sembilan anak dari korban rudapaksa Herry Wirawan sudah mendapatkan akta kelahiran.

Sebelumnya warganet mempertanyakan siapa nama sang ayah dalam akta tersebut, karena jika ditulis Herry Wirawan maka akan memicu luka berkepanjangan bagi korban.

Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari Gunawan, mengatakan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Garut telah mengeluarkan akta kelahiran tanpa disertai nama ayah.

"No name ya, di kolom ayah dikosongkan hanya ada nama ibunya saja dan semua anak sudah memiliki akte sekarang," ujarnya saat dihubungi Tribunjabar.id, Rabu (16/2/2022).

Ia menyebut, saat ini ke-delapan anak yang lahir tersebut dalam keadaan terawat di rumah orangtua korban bersama korban sendiri.

Ia menyebut, korban mau pun anak bayinya setiap hari dalam kontrol pemerintah untuk memastikan mereka dalam keadaan baik-baik saja.

"Setiap hari ya saya kontrol, saya selalu tanya mereka bagaimana kabarnya, ya mereka jawab, alhamdulillah bu, sehat, gitu,"

"Kemarin juga ada bantuan dari salah satu lembaga untuk mereka, dibuatkan rekening jadi kalo ada bantuan langsung masuk ke rekening masing-masing," ungkapnya.

Baca juga: Syarat Hukuman Mati untuk Herry Wirawan Sudah Terpenuhi, Mengapa Jadi Seumur Hidup? Ini Alasan Hakim

Pengadilan Negeri Bandung telah menggelar sidang vonis bagi terdakwa tindak asusila pada 13 santriwati, Herry Wirawan pada hari ini Selasa (15/2/2022).

Majelis hakim akhirnya memutuskan untuk memberikan vonis penjara seumur hidup kepada Herry Wirawan.

Dalam salah satu daftar putusan yang dibacakan majelis hakim dalam sidang vonis tersebut menetapkan sembilan anak dari korban diserahkan perawatannya kepada Pemprov Jawa Barat.

Perawatan anak tersebut akan kembali dikembalikan kepada korban jika masing-masing korban sudah bisa menerima dan mengasuh kembali anaknya.

Baca juga: Herry Wirawan Lega di Penjara, Keluarga Santri Sesak di Rumah Hadapi Masa Depan Para Korban

"Menetapkan 9 anak dari para korban dan anak korban agar diserahkan perawatannya kepada pemerintah Provinsi Jawa Barat, UPT Perlindungan Perlindungan dan Anak Provinsi Jawa Barat dengan dilakukan evaluasi secara berkala"

"Apabila dari hasil evaluasi ternyata para korban dan anak korban sudah siap mental dan kejiwaan sudah bisa menerima dan mengasuh kembali anaknya, dan situasinya telah memungkinkan anak tersebut dikembalikan ke para korban masing-masing," ujar Hakim Ketua, Yohanes Purnomo Suryo Adi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, hari ini Selasa (15/2/2022).

Hukuman Seumur Hidup untuk Herry Wirawan

Keluarga korban kebiadaban Herry Wirawan mengaku kecewa dan sakit hati dengan keputusan hakim yang hanya menghukum Herry dengan hukuman penjara seumur hidup.

Bagi mereka, hukuman itu sangat tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami anak-anak yang menjadi korban kekejian Herry.

"Saya langsung komunikasi dengan keluarga korban, mereka menangis, kecewa berat dengan putusan ini," ujar kuasa hukum para korban, Yudi Kurnia, Selasa (15/2).

Para korban dan keluarga, kata Yudi, kecewa terlebih karena unsur-unsur hukuman mati sebenarnya sudah sangat terpenuhi.

"Si pelaku masih bisa bernapas walau pun di dalam penjara, sementara keluarga korban sesak menghadapi masa depan anak-anak-anak mereka," kata Yudi.

Baca juga: Syarat Hukuman Mati untuk Herry Wirawan Sudah Terpenuhi, Mengapa Jadi Seumur Hidup? Ini Alasan Hakim

Yudi mengatakan, di persidangan terdakwa tidak membantah sedikit kesaksian para korban.

Apa yang menimpa para korban ini, menurutnya, sudah merupakan kejadian yang luar biasa.

Terlebih, pelakunya adalah guru para korban, yang seharusnya memberikan perlindungan, bukan sebaliknya.

Perbuatan bejat kepada 13 orang santrinya juga dilakukan terdakwa berulang-ulang dalam waktu yang lama hingga beberapa di antara mereka mengandung dan melahirkan.

"Apakah ini bukan suatu kejadian luar biasa? Kami mohon kepada jaksa penuntut umum untuk berani banding," ujarnya.

Desakan agar tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan upaya banding sehingga Herry Wirawan bisa dihukum mati juga disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pascavonis, kemarin.

Hukuman penjara seumur hidup, menurut Emil, belum sesuai dengan tuntutan jaksa.

Padahal sebelumnya, JPU Kejaksaan Tinggi Jabar menuntut Herry dengan hukuman mati serta kebiri kimia.

"Jadi kalau belum sesuai tuntutan jaksa, mudah-mudahan jaksa ada upaya-upaya hukum lagi sehingga dimaksimalkan lagi seperti yang dituntut oleh jaksa, hukuman mati," kata Emil di Pullman Bandung, Selasa (15/2/2022).

Mengenai penanganan nasib para korban Herry, Emil mengatakan, Pemprov Jabar akan terus turun tangan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jabar.

Gubernur juga mengaku tengah menyusun rumusan berbagai biaya pendidikan para korban dan untuk kebutuhan sehari-harinya.

Baca juga: Herry Wirawan Dipenjara Seumur Hidup, Dedi Mulyadi: Cermin Keadilan Meski Tak Sesuai Harapan

"Masa depan anak-anak ini harus diselamatkan. Jadi sudah disiapkan semua perlindungan dan bantuan, sehingga mereka bisa mandiri sesuai dengan cita-citanya, berkeluarga. Kita akan antar supaya dalam perjalannya mereka tidak memiliki trauma-trauma yang akhirnya tidak menjadikan mereka manusia seutuhnya," katanya.

Herry Wirawan, guru cabul yang memperkosa 13 siswi divonis hukuman penjara seumur hidup oleh majelis hakim yang dipimpin Yohanes Purnomo Suryo di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung Selasa.

"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," ujar hakim saat membacakan amar putusannya.

Sebelumnya JPU Kejati Jabar menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati berikut sejumlah hukuman tambahan yakni pidana tambahan pengumuman identitas dan kebiri kimia. Tak hanya itu, jaksa juga menuntut terdakwa dengan hukuman denda Rp 500 juta dan restitusi kepada korban Rp 331 juta, pembubaran yayasan pesantren termasuk Madani Boarding School dan penyitaan aset dan barang bukti untuk dilelang. Jaksa menjerat Herry dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Terkait putusan itu, tim JPU dari Kejati Jabar menyatakan pikir-pikir. Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana, yang juga ketua tim JPU dalam perkara Herry Wirawan menyatakan pada prinsipnya ia menghormati keputusan majelis hakim.

"Tentu banyak pertimbangan yang dijadikan dasar majelis hakim diambil atas pendapat dengan tuntutan yang kami ajukan dalam persidangan sebelumnya," ujar Asep seusai persidangan.

Tim JPU, kata Asep, akan mempelajari putusan majelis hakim ini secara menyeluruh.  "Saat ini kami sampaikan pikir-pikir untuk menentukan sikap, apakah kami menerima putusan majelis hakim atau mengajukan upaya hukum berupa banding," katanya.

Atalia Praratiya Ridwan Kamil, mengatakan masyarakat bagaimana pun harus menghormati proses pengadilan dan putusan yang dijatuhkan majelis hakim.

"Putusan ini sudah dipertimbangkan betul untuk memberikan rasa keadilan bagi para korban yang telah dirusak masa depannya oleh terdakwa," tutur Atalia , Selasa (15/2).

Baca juga: Tak Ada Dasar Hukum, Ganti Rugi Korban Herry Wirawan Sebesar Rp 331 Juta Dibebankan pada Pemerintah

Atalia berharap vonis berat dari hakim ini dapat menimbulkan efek jera agar kasus serupa tak terulang lagi.

"Saya juga terus mendorong supaya tak berhenti sampai di sini saja karena kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak seperti fenomena gunung es. Banyak terjadi tetapi sedikit yang dilaporkan," ujarnya.

Atalia mengatakan, masyarakat perlu terus didorong untuk berani melaporkan ke jalur hukum. Diharapkan dengan semakin banyak kasus yang dilaporkan dan diungkap, akan semakin banyak korban yang bisa ditolong, salah satunya dalam hal pemulihan trauma.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved