Wagub Jabar Singgung Hukum Islam soal Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati Hingga Kebiri Kimia
Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum mengatakan penegak hukum sudah bijaksana dalam menangani kasus Herry Wirawan, pelaku rudapaksa 13 santriwati.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Mega Nugraha
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum mengatakan penegak hukum sudah bijaksana dalam menangani kasus Herry Wirawan, pelaku rudapaksa 13 santriwati.
"Intinya mungkin saya berharap aparat penegak hukum bisa bijaksana dan kami yakin akan bijaksana karena instrumen di pengadilan sudah jelas, pasal ini yang dilanggar, ini tuntutannya," ucap Uu melalui ponsel, Kamis (13/1).
Uu meminta masyarakat dan berbagai pihak untuk tidak terlalu bereaksi kepada hasil persidangan kepada terdakwa karena sudah menjadi tugas masyarakat untuk tetap percaya kepada aparat penegak hukum dengan segala keilmuannya.
"Terus juga kalaupun terjadi hukuman yang ditentukan ya kita jangan terlalu bereaksi pro ataupun kontra, percayakan sajalah gitu. Sudah kita jangan dijadikan polemik lagi," kata Uu.
Baca juga: Herry Wirawan Sudah Penuhi Syarat Dihukum Mati, MUI Jabar Harap Hakim Kabulkan Tuntutan Jaksa
Atas kejadian ini, Uu mengatakan pesantren dianggap menjadi lembaga pendidikan yang negatif di mata sebagian masyarakat. Uu berharap stigma itu jangan disamaratakan terhadap lembaga lain.
"Jangan sampai ada stigma negatif kepada pesantren terhadap kejadian yang sekarang sedang kita lalui. Banyak pesantren dan lembaga pendidikan agama yang layak untuk dipercaya," kata Uu.
Uu juga meminta seluruh masyarakat untuk bisa waspada terhadap apapun yang terjadi, jangan sampai memberikan kepercayaan sepenuhnya terhadap orang lain.
"Yang perlu dibangun oleh kita tetap kewaspadaan diantara kita semua, jangan sampai kita percaya terhadap sesuatu itu 100 persen tanpa ada kontrol," tutur Uu.
Baca juga: Jika Tak Diteken Jokowi, Bisa Jadi Herry Wirawan yang Hamili Santriwati Tidak Dituntut Hukuman Mati
Tuntutan tuntutan hukuman mati, kebiri kimia, perampasan aset, denda Rp 500 juta hingga restitusi Rp 331 juta pada Herry Wirawan dibacakan langsung Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulayana, yang menjadi jaksa penuntut umum dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Selasa (11/1).
"Apapun yang dituntut oleh aparat penegak hukum itu menurut saya wajar-wajar saja karena beliau tahu betul kesalahan yang dilakukan dan sanksi setimpal untuk orang tersebut," kata Uu melalui ponsel, Selasa (11/1).
Ia mengatakan dari sisi kemanusiaan, harus ada kebijaksanaan dan pertimbangan-pertimbangan lain dari sanksi untuk Herry Wirawan tersebut. Apalagi dalam Pancasila, salah satunya ditekankan mengenai kebijaksanaan.
Kebijaksanaan ini, katanya, akan membuat sanksi yang dijatuhkan kepada Herry tidak melukai hati dan kedamaian masyarakat umum. Namun demikian, ia mempercayai langkah dan dasar kuat yang telah ditempuh para aparat penegak hukum dalam mengadili Herry.
"Kami serahkan kepada aparat penegak hukum. Jangan sampai emosional atau ada intrik lain. Kami percaya aparat penegak hukum melakukannya dengan murni. Karena hakim harus netral, tanpa tekanan politik, publik, atau birokratik," ujarnya.
Singgung Hukum Islam
Jika merujuk pada hukum Islam, katanya, kebijaksanaan aparat penegak hukum menjadi salah satu yang utama. Dalam kasus pembunuhan sekalipun, kata Uu yang juga Panglima Santri Jabar ini, masih ada kemungkinan pelaku lolos hukuman mati jika dimaafkan keluarga korban.
"Ini memang negara demokrasi, ada yang suka atau tidak suka dengan hukuman mati. Tapi kami yakin dengan keilmuan yang dimiliki aparat penegak hukum, hasilnya adalah yang paling adil untuk semua pihak," katanya.
Melalui perbandingan ini, ia pun menekankan kondisi para korban dan keluarga korban pun harus menjadi pertimbangan. Ia pun yakin pengadilan akan menetapkan vonis seadil-adilnya bagi Herry tanpa menimbulkan polemik lebih lanjut.
Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana mengatakan ada beberapa hal yang dinilai memberatkan Herry hingga jaksa menuntut hukuman mati dan kebiri kimia.
Pertama, kata dia, Herry menggunakan simbol agama dalam lembaga pendidikan sebagai alat untuk memanipulasi perbuatannya hingga korban pun terperdaya.
Kemudian, kata dia, perbuatan Herry dinilai dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat dan mengakibatkan korban terdampak secara psikologis.
"Terdakwa menggunakan simbol agama dalam pendidikan untuk memanipulasi dan alat justifikasi," ujar Asep.
Selain menuntut pidana mati dan kebiri kimia, jaksa juga meminta hakim untuk memberikan tambahan berupa denda senilai Rp 500 juta subsider satu tahun kurungan
Selain itu, pihaknya juga meminta agar Yayasan milik Herry dan semua asetnya dirampas untuk diserahkan ke Negara.
"Yang selanjutnya digunakan untuk biaya sekolah bayi korban," katanya.
Herry dituntut hukuman sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.