Guru Rudapaksa Santri

Tuntutan pada Herry Wirawan Ustaz Hamili Banyak Santri: Ada Hukuman Mati dan Identitasnya Disebar 

Hukuman setimpal diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat kepada Herry Wirawan, ustaz yang menghamili banyak santri.

Editor: Giri
Humas Kejati Jabar
Terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan saat ikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Hukuman 'setimpal' diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat kepada Herry Wirawan, ustaz yang menghamili banyak santri.

JPU meminta kepada hakim agar mengumumkan identitas Herry Wirawan, terdakwa perudapaksa terhadap 13 siswanya.

Bahkan, delapan di antaranya sudah melahirkan anak. Satu di antaranya melahirkan dua kali. 

Permintaa jaksa itu disampaikan dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Selasa (11/1/2022). 

Selain pengumuman identitas, jaksa juga menuntut Herry dijatuhkan hukuman mati dan kebiri kimia atas perbuatannya. 

"Kedua, kami juga menjatuhkan dan meminta hakim untuk menyebarkan identitas dan hukuman tambahan kebiri kimia. Kami juga meminta denda Rp 500 juta subsider satu tahun kurunganan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi," ujar Kajati Jabar, Asep N Mulyana, seusai persidangan. 

Dalam perkara ini, Asep berstatus jaksa.

Selain itu, pihaknya juga meminta agar yayasan milik Herry dan semua asetnya dirampas untuk diserahkan ke negara. 

"Yang selanjutnya digunakan untuk biaya sekolah bayi korban," katanya. 

Herry dituntut hukuman sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Asep N Mulyana mengatakan, ada beberapa hal yang dinilai memberatkan Herry hingga jaksa menuntut hukuman mati dan kebiri kimia. 

Baca juga: BREAKING NEWS, Ustaz Bejat Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati

Pertama, kata dia, Herry menggunakan simbol agama dalam lembaga pendidikan sebagai alat untuk memanipulasi perbuatannya hingga korban pun terperdaya. 

Kemudian, kata dia, perbuatan Herry dinilai dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat dan mengakibatkan korban terdampak secara psikologis. 

"Terdakwa menggunakan simbol agama dalam pendidikan untuk memanipulasi dan alat justifikasi," ujar Asep. 

Selain menuntut pidana mati dan kebiri kimia, jaksa juga meminta hakim untuk memberikan tambahan berupa denda senilai Rp 500 juta subsider satu tahun kurungan.

Baca juga: TUNTUTAN Jaksa untuk Guru Bejat Rudapaksa Santri Herry Wirawan: Hukuman Mati dan Kebiri Kimia

Selain itu, pihaknya juga meminta agar Yayasan milik Herry dan semua asetnya dirampas untuk diserahkan ke Negara. 

"Yang selanjutnya digunakan untuk biaya sekolah bayi korban," katanya. 

Dihadirkan di Persidangan

Hari ini, Herry datang ke PN Bandung menggunakan mobil tahanan Kejaksaan sekitar pukul 09.50 WIB.

Setibanya di PN Bandung, Herry langsung digiring masuk ke ruangan sidang satu PN Bandung.

Herry tampak mengenakan peci hitam dan rompi tahanan berwarna merah.

Herry Wirawan dikawal ketat oleh petugas dari Kejaksaan Tinggi Jabar.

"Terdakwa kita hadirkan di persidangan. Seperti disaksikan, dari rutan kita bawa ke ruang sidang," ujar Kasipenkum Kejati Jabar, Dodi Gazali Emil di PN Bandung.

Awalnya Herry akan dihadirkan di Pengadilan sejak agenda keterangan saksi-saksi, namun banyak kendala hingga akhirnya baru dituntutan Herry dapat dihadirkan ke Pengadilan saat tuntutan.

Baca juga: Truk Tronton Pengangkut Batu Nyungseb di Cijelag, Jalur Sumedang-Cirebon Macet 3 Kilometer

"Memang kita akan membacakan tuntutan. Dengan hadirnya terdakwa kita bisa sampaikan tuntutan langsung ke yang bersangkutan. Pak Kajati (Asep N Mulyana) juga mengharapkan terdakwa hadir," katanya.

Dalam sidang kali ini, Kepala Kelajsaan Tinggi Jabar, Asep N Mulyana kembali turun sebagai Jaksa penuntut umum. Kajati sudah berada di ruang persidangan untuk membacakan tuntutan.

Ganti Rugi

Tiga belas siswa yang menjadi korban rudapaksa Herry Wirawan mengajukan restitusi atau ganti rugi sekitar Rp 330 juta. 

Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Dodi Gazali Emil mengatakan, angka tersebut merupakan hasil perhitungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, kemarin. 

"Restitusi untuk korban yang dihitung oleh LPSK, totalnya berjumlah hampir Rp 330 juta," ujar Dodi Gazali Emil, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (7/1/2022). 

LPSK, kata dia, melakukan perhitungan berdasarkan dampak yang diderita korban akibat perbuatan Herry. Setiap korban, kata Dodi, mendapatkan jumlah yang berbeda-beda. 

Besaran restitusi setiap korban beda-beda, jadi secara teknis tidak bisa dijelaskan juga, cuma ya total keseluruhan yang dikumpulkan yang dibuat LPSK sekitar Rp 330 juta, teknisnya kita tidak bisa menjelaskan," katanya. 

Terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan dengan tangan diborgol diapit petugas Kejati Jabar saat ikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Selasa (11/1/2022).
Terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan dengan tangan diborgol diapit petugas Kejati Jabar saat ikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). (Humas Kejati Jabar)

Afdan V Jova, tenaga ahli dari LPSK menambahkan, ganti rugi para korban mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana. 

"Sebagai korban di PP 43 tahun 2017 turunan UU Perlindungan Anak dimungkinkan para anak korban mendapatkan ganti kerugian restitusi," ujar Afdan. 

Terdapat tiga komponen jenis-jenis ganti rugi yang dapat dimohonkan. Ketiga komponen itu yakni ganti kerugian atas kehilangan penghasilan atau kekayaan, penderitaan yang ditimbulkan akibat tindak pidana dan ketiga biaya medis dan psikologis yang timbul akibat proses hukum yang masih berlangsung. 

"Tiga poin komponen diajukan para korban yang LPSK hitung nilai kewajaran dan diajukan ke pengadilan," ucapnya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved