Guru Rudapaksa Santriwati
Herry Wirawan Dinilai Sudah Lakukan Perbudakan, Hukuman 20 Tahun Penjara Disebut Tak Cukup
Menurutnya pelaku tidak hanya melakukan kejahatan seksual namun juga melakukan ekploitasi dan perbudakan terhadap murid-muridnya.
Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Ravianto
TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Aksi bejat Herry Wirawan guru pesantren di Bandung yang merudakpaksa santriwatinya sendiri dianggap juga melakukan Perbudakan.
Hal itu disebutkan oleh pengamat sosial Universitas Pendidikan Indonesia, Surruri Purawinata.
Menurutnya pelaku tidak hanya melakukan kejahatan seksual namun juga melakukan ekploitasi anak dan Perbudakan terhadap murid-muridnya.
"Itu murid-muridnya tidak belajar penuh tapi disuruh untuk membuat proposal bantuan, itu disebut perbudakan dan pembodohan," ujar pria kelahiran Garut itu, saat diwawancarai Tribunjabar.id, Senin (13/12/2021).
Menurutnya hukuman 20 tahun bagi pelaku tidak sebanding dengan derita yang korban alami.
20 tahun menurutnya merupakan waktu yang sebentar untuk pelaku kejahatan seksual sekaligus kejahatan perbudakan.
"Banyak sebenarnya kesalahan pelaku bukan hanya pemerkosaan saja, misalnya penyalahgunaan jabatan, perbudakan, penggelapan bantuan," ucapnya.
Ia menjelaskan hal yang paling mengerikan adalah penyalahgunaan status agamawan, status itulah yang membuat pelaku mempunyai keleluasaan menguasai murid-muridnya.
"Dia seperti ngedoktrin ke murid-muridnya bahwa dia adalah ustaz dan mereka adalah murid yang harus tunduk dan taat padanya," ungkapnya.
Surruri juga menyebutkan bahwa harus ada pemeriksaan kembali terhadap pelaku untuk memastikan bahwa ada tidaknya indikasi bahwa pelaku memiliki kelainan seksual.
"Apakah si pelaku ini punya kelainan fedofil tapi sasarannya usia yang ranum, gadis-gadis yang baru saja tumbuh usia 13 hingga 16 an," ucapnya.
Menurutnya jika pelaku memiliki kelainan seksual, maka 20 tahun mendatang setelah pelaku bebas, ia akan kembali berkeliaran mencari mangsa selanjutnya.
"Itu sebenarnya yang paling ditakutkan masyarakat saat ini, selain kekejiannya menghamili dan memperkosa murid-muridnya," ucap Surruri.
Aksi bejat pelaku berlangsung sejak tahun 2016 hingga pertengahan tahun 2021.
Bayi-bayi yang lahir diketahui dirubah statusnya menjadi anak yatim. Perubahan status tersebut dimanfaatkan oleh pelaku untuk mencari donasi.
Pelaku juga menyediakan tempat yang biasa disebut basecamp. Bascamp tersebut memiliki fungsi untuk menampung santriwati yang baru melahirkan.
Korban akan berada di ruangan tersebut hingga pulih sebelum kembali kumpul dengan yang lain.
"Menurut pengakuan adik saya, ruangan itu khusus untuk menyusui bayi, merawat bayi-bayi yang baru lahir," ucap AN (34) salah satu kaka korban.
Juga Sediakan Basecamp untuk Anak yang Hamil
Ternyata, Herry Wirawan menyediakan "rumah persalinan" yang biasa disebut basecamp. Basecamp tersebut memilii fungsi khusus.
Tempat ini dijadikan lokasi penampungan bagi santriwati yang baru melahirkan.
Dia di sana hingga pulih sebelum kembali kumpul dengan yang lain.
“Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa, mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan,” kata Diah Kurniasari, Ketua P2TP2A Kabupaten Garut.
Herry Wirawan, guru ngaji di Bandung yang belakangan mendapat kecaman dari masyarakat.
Setelah sekian lama "disembunyikan", kasus guru ngaji merudapaksa 29 santriwatinya itu akhirnya muncul ke permukaan.
Bukan cuma dirudapaksa, tujuh dari 29 santriwati itu bahkan melahirkan delapan anak.
Para korban mengalami trauma berat akibat perbuatan bejar Herry Wirawan.
Korban pun sampai menutup telinga ketika mendengar nama pelaku.
Di sisi lain, Herry Wirawan juga memperlakukan korban-korbannya tak manusiawi.
Korban yang kebanyakan masih di bawah umur harus melakukan hal-hal baru yang seharusnya tak dialami oleh anak seusianya.
"Merinding saya kalau ingat cerita-cerita mereka selama di sana (basecamp) diperlakukan oleh pelaku,” kata Diah.
Menurut Diah, dia mendampingi langsung kasus ini dan bicara langsung dengan para korban hingga detail bagaimana kehidupan mereka sehari-hari di tempat tersebut.
Makanya, Diah merasakan betul kegetiran yang dialami anak-anak tersebut.
Salah satu fakta persidangan menyebutkan, anak-anak yang dilahirkan oleh santriwati di bawah umur ini diakui sebagai anak yatim piatu.
Kemudian, oleh Herry Wirawan, dijadikan alasan untuk mencari duit kepala sejumlah pihak.
"Dan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunanannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ucap Diah Kurniasari..
Saat ini, pihaknya mendampingi dan memberikan perlindungan pada 29 orang di mana 12 orang di antaranya di bawah umur.
"Dari 12 orang santriwati di bawah umur, tujuh di antaranya melahirkan anak pelaku," kata dia.
(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/herry-wiryawan.jpg)