Ridwan Kamil Seperti 'Hilang', Lalu Umumkan UMK yang Bikin Murka Massa Buruh dan Bupati

Gubernur Jabar Ridwan Kamil jadi bulan-bulanan dimurkai massa buruh terkait penetapan UMK 2022.

Editor: Mega Nugraha
Tribun Jabar/Muhamad Nandri Prilatama
Massa buruh berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Selasa (30/11/2021). 

TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG- Gubernur Jabar Ridwan Kamil jadi bulan-bulanan dimurkai massa buruh terkait penetapan UMK 2022.

Murka massa buruh pada Ridwan Kamil dimulai sejak unjuk rasa di Gedung Sate sejak 29 dan 30 November 2021.

Pada 29 November, massa buruh saat itu meminta Gubernur Jabar menemui massa di halaman luar Gedung Sate. Hanya saja, Ridwan Kamil tak kunjung datang. Pasalnya, saat itu, dia berada di Bogor.

30 November, massa buruh kembali berunjukrasa di Gedung Sate dengan tuntutan yang sama soal penetapan UMK sesuai dengan rekomendasi masing-masing kepala daerah.

Baca juga: Buruh Purwakarta Ancam Mogok Daerah & Lakukan Aksi Sweeping Pabrik, Bupati: Lebih Baik Duduk Bersama

Kali ini, unjuk rasa massa buru berlangsung hingga malam hari disertai hujan dengan tuntutan yang sama. Lagi-lagi, Emil sapaan akrab Ridwan Kamil, tidak datang. Ridwan Kamil sempat mengutus wakilnya, Uu Ruzhanul Ulum sang Panglima Santri.

Namun massa buruh sempat menolak berdialog dengan sang Panglima Santri.

Tiba-tiba, Rabu (1/12/2021), massa buruh menerima kabar penetapan UMK dari keputusan Gubernur Jabar. Hasilnya, tidak ada kenaikan atau UMK yang diteken tak sesuai dengan rekomendasi buruh.

Murka

Massa buruh pun murka. Mereka melontarkan sumpah serapahnya pada Ridwan Kamil. Seperti massa buruh di Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang bersumpah dan mengancam tidak akan memilih Ridwan Kamil di Pilpres 2024.

Baca juga: Ibu-ibu di Karawang Ini Semangat Bisa Menghemat Biaya dengan Tanaman Bumbu Dapur dan Tanaman Obat

Pemkab Bandung Barat sendiri merekomendasikan UMK KBB yang alami kenaikan sebesar 7 persen, sesuai keinginan buruh.  Namun, saat UMK diteken Gubernur Jabar, ternyata kenaikan UMK tidak  mencapai 7 persen.

Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) KBB, Budiman mengatakan, para buruh tidak akan mendukung Ridwan Kamil jika jadi mencalonkan diri sebagai calon presiden karena buruh kecewa dengan keputusannya yang mengabaikan rekomendasi Pemkab Bandung Barat.

"Gubernur Jabar sangat mengecewakan, jangan harap jadi (calon) presiden kita coblos, gak akan ada dukungan penuh (dari buruh)," ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (1/12/2021).

Ridwan Kamil dalam menetapkan UMK ini, kata Budiman, hanya memandang dari aspek regulasi pemerintah pusat saja, tetapi tidak memikirkan rekomendasi dari bupati/walikota di Jabar.

Padahal, kata Budiman, sebetulnya gubernur itu memang memiliki diskresi untuk mengabulkan rekomendasi soal kenaikan upah tersebut, seperti yang dilakukan Pemprov Jatim.

Baca juga: Begini Respons Buruh di Majalengka Usai Setelah UMK 2022 Hanya Naik Rp 18 Ribu

"Contoh Jatim ada kenaikan 4 hingga 5 kabupaten/kota yang dianggap ring satunya Jatim. Kalau berdasarkan PP 36 memang tidak naik, tapi kan disitu ada diskresinya gubernur, jadi naik dengan rata-rata Rp 75 ribu atau setara 1,74 persen," kata Budiman.

Sedangkan Gubernur Jabar sendiri, kata dia, hingga saat ini tidak memperhatikan hal kecil seperti itu, sehingga Ridwan Kamil pun dinilai buruh di Bandung Barat tidak melihat kondusifitas wilayah.

Baca juga: Massa Buruh Murka, Pendopo Sukabumi Dikepung Terkait UMK yang Bikin Zonk

"Prinsipnya kalau bagi kami, Gubernur Jabar itu tidak menggunakan hak diskresinya beliau. Jadi, lebih kepada PP nomor 36," ucapnya.

Padahal rekomendasi dari bupati/walikota itu, kata Budiman, tidak asal karena sudah berdasarkan pertimbangan dan masukan saat rapat dewan pengupahan. Harusnya hal itu dipertimbangkan dengan menggunakan hak diskresi dan berkomunikasi dengan kementerian.

Budiman mengatakan, pihaknya juga semakin kecewa karena Ridwan Kamil tidak menemui ribuan buruh secara langsung saat mereka melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, meskipun sudah menunggu hingga malam hari.

"Itupun jadi komplain kita, padahal ada kesempatan untuk berdiskusi dengan pimpinan. Paling tidak kan ada solusi, tapi ini kan menemui juga enggak. Jadi, kesimpulannya Gubernur Jawa Barat sangat mengecewakan," ujar Budiman.

Massa Buruh Kepung Pendopo Sukabumi

Massa buruh dari berbagai serikat pekerja di Kabupaten Sukabumi kepung Pendopo Pemkab Sukabumi di di Jalan A Yani, Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi, Rabu (1/12/2021).

Massa buruh datang menggunakan sepeda motor dan kendaraan roda empat mulai berdatangan pada pukul sejak 10.53 WIB.

Massa buruh itu tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN), Federasi Serikat Buruh Kehutanan Perkayuan dan Pertanian Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSB HUKATAN SBSI), Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).

Ketua DPC GSBI Kabupaten Sukabumi, Dadeng Nazarudin, mengatakan bahwa seluruh buruh di Kabupaten Sukabumi kecewa dan meminta penjelasan pencabutan rekomendasi upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Kabupaten Sukabumi.

"Kami di PHP oleh Bupati Sukabumi. Awalnya merekomendasikan kenaikan UMK 2022 5 persen menjadi nol persen, sehungga tidak ada kenaikan upah di Kabupaten Sukabumi," ujarnya, kepada Tribunjabar.id.

Sementara itu Ketua SPN Kabupaten Sukabumi, Budi Mulyadi mengatakan massa buruh tidak akan diam menerima keputusan tidak naiknya upah yang berlaku di Kabupaten Sukabumi.

"Kami akan terus berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dengan adanya kenaikan upah di Kabupaten Sukabumi," ucapnya

Baca juga: Dulu Viral karena Video Culametan Met Met, Lagunya Ditonton 13 Juta Kali, Begini Kabar Risa Sekarang

Awalnya jelas Budi, rekomendasi kenaikan sebesar 5 persen. Tiba-tiba Bupati Sukabumi merekomendasi ulang dengan nilai nol persen.

"Dengan dibatalkan kenaikan upah ini, maka meminta tanggungjawab Bupati Sukabumi," beber Budi dalam orasin

Bupati Purwakarta Kecewa

Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika ikut kecewa dengan keputusan Gubernur Jabar terkait pentapan UMK.

Pasalnya ia mewakili masyarakat Purwakarta khusunya para buruh menginginkan kenaikan upah untuk meningkatkan daya beli masyarakat.

Anne Ratna Mustika mengungkap ia pernah dua kali memberikan surat kepada Gubernur Jabar terkait kenaikan upah buruh.

"Pertama kami kirim surat kenaikan upah itu mengacu kepada nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang jadi pertimbangan, yang kedua saya mengirim rekomendasi sesuai dengan PP 36. Surat pertama yang kami kirim adalah usulan sesuai hasil aspirasi dari teman-teman buruh," ujar Anne ketika diwawancara di kantor Pemkab Purwakarta, Rabu (1/12/2021).

Bupati Purwakarta mengungkap surat rekomendasi kenaikan upah yang diusulkannya mengusulkan kenaikan sebesar 6,58 persen dengan berdasarkan perhitungan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Purwakarta.

"Kemarin kita usulkan 6,58 persen itu sudah hasil perhitungan. Tentu saya juga kecewa dengan keputusan Gubernur, seharusnya kan ada solusi untuk mereka (buruh) inj yah," ujarnya.

Terpisah Presidium Aliansi Buruh Purwakarta (ABP) Wahyu Hidayat mengatakan, keputusan kenaikan upah buruh di Jawa Barat dikeluarkan oleh Gubernur pada Selasa (30/11/2021) malam.

"Keputusan itu dikeluarkan tengah malam, bahkan dengan hasil yang mengecewakan. Apa itu rezim tengah malam," ujar Wahyu melalui sambungan telepon.

Wahyu mengungkap, saat ini pihaknya masih akan mengambil langkah lain untuk upaya kenaikan upah, selain berencana mogok daerah dan nasional. Buruh mengungkap akan melakukan aksi gugatan ke PTUN.

"Saat ini kita cooling down dulu sambil mengevaluasi aksi yang sudah dilakukan, kami menunggu keputusan Gubernur Jabar lain dan intruksi DPP maupun DPW," ucapnya. (Nazmi Abdulrachman, Muhammad Nandri, Hilman Kamaludin, Irvan Maulana)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved