Tiba-tiba 12 Kades di Sumedang Terima Surat Larangan Menyadap Getah Pinus di Gunung Kareumbi
Balai Besar Konvervasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jabar meminta sejumlah warga di sekitar hutan Gunung Kareumbi berhenti menyadap getah pinus.
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Mega Nugraha
Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana
TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Balai Besar Konvervasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jabar meminta sejumlah warga di sekitar hutan Gunung Kareumbi berhenti menyadap getah pinus.
Alasannya, kawasan yang sering dilakukan penyadapan getah pinus termasuk dalam kawasan konservasi taman buru.
Taman buru diatur di Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Di aturan itu, taman buru merupakan kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.
Baca juga: Upaya Pemkab Purwakarta Berikan Perlindungan dan Jaminan Sosial Masyarakat Berbuah Paritrana Award
Taman buru termasuk dalam kawasan hutan konservasi, yaitu kawasan hutan yang berfungsi untuk mengawetkan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Segala pemanfaatan dan aktivitas yang dilakukan di dalamnya harus mengikuti ketentuan konservasi.
Akibatnya, ratusan petani penyadap terancam kehilangan pekerjaan mereka. BBKSDA JAbar mengirim surat itu ke 12 kepala desa di dekat Gunung Kareumbi.
Atas pemberitahuan itu, sejumlah kades di dekat Gunung Kareumbi mendatangi kantor BBKSDA Jabar di Bandung, Kamis (25/11/2021).
Kades Cimarias, Kecamatan Pamulihan, Mamat Rohmat mengatakan bahwa di wilayahnya yang saling berdekatan ada empat desa yang sama-sama menerima surat pelarangan penyadapan itu. Desa-desa itu adalah Cimarias, Cinagerang, Cigendel, dan Cilembu.
Para Kades kemudian menyampaikan jawaban atas surat tersebut, dalam bentuk tulisan dan melakukan audensi dengan pihak BBKSDA Jabar yang diwakili oleh Plt Kabid Teknis BBKSDA Jabar Himawan dan Kabag Kerjasama BBKSDA Jabar, Vitriana.
Baca juga: Petani di Bandung Terancam Penjara 10 Tahun Garap Kebun Wortel di Cagar Alam Gunung Papandayan
"Kami dengan kades Jayamekar, Kecamatan Cibugel, Kades Pelita Asih Kecamatan Selaawi dan Tokoh Masyarakat Desa Tanjung Wangi, Sindulang Kecamatan Cicalengka langsung ke BBKSDA, tanggapan dari BBKSDA sendiri bahwa surat itu terlalu keras," kata Mamat ditemui TribunJabar.id di Sumedang.
Mamat mengatakan bahwa dia bersama Kades dan tokoh masyarakat sekitar Kareumbi melakukan audiensi dan menyampaikan surat balasan ke BBKSDA.
"Jujur, surat itu minta dicabut karena kegiatan masyarakat sudah berlangsung lama. Jangan sampai surat itu meresahkan masyarakat. Saya akan tetap berjuang untuk warga," kata Mamat
Sekretaris Desa Sindulang, Kecamatan Cimanggung, Hendra Purnama mengatakan pelarangan penyadapan getah pinus oleh BBKSDA Jabar bertolak belakang dengan semboyan yang selama ini diusung lembaga tersebut, yakni "Leuweung Hejo Rakyat Ngejo" atau hutan hijau, masyarakat tetap berpenghasilan.
"Anggota KTH di Sindulang mencapai ratusan orang. Mereka dahulunya adalah penebang kayu yang jika pekerjaan menyadap dilarang, mereka akan kembali ke hutan dan merusak hutan. Sesuai semboyan saja harusya BBKSDA memahami ini," ucapnya.
Menurut Hendra, ajuan warga tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.85/Menhut-11/2014 jo P.44/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.85/Menhut-11/2014 telah ditetapkan tata cara kerja sama penyelenggaraan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
