Keterisian Tempat Tidur di Bandung Lebih Dari 90%, Sekdis Kesehatan; Peringatan Buat Semua
Angka bed occupancy rate (BOR) atau keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19 di Kota Bandung sudah berada di atas 90 persen.
Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Siti Fatimah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pemerintah Kota Bandung terus berupaya meminta rumah sakit-rumah sakit di Kota Bandung memberikan pelayanan terbaik kepada pasien Covid-19 di tengah situasi kurang memadainya sumber daya manusia alias tenaga kesehatannya.
Kondisi itu pula yang kemudian mendapatkan perhatian dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Termasuk perhatian banyak pihak karena angka bed occupancy rate (BOR) Kota Bandung sudah berada di atas 90 persen.
Baca juga: Kasus Covid-19 Menggila, Jokowi Pilih PPKM Mikro, Lockdown Total Matikan Ekonomi Rakyat
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian mengatakan jumlah tersebut, katanya, sudah mesti menjadi peringatan buat semua, karena angka 70 persen BOR saja pemerintah sudah harus hati-hati.
Meskipun kondisi BOR meningkat, namun Sekda mengaku Kota Bandung belum harus melakukan pengetatan yang lebih lagi.
Sebab, Ema menyebut hasil dari rapat koordinasi pihaknya lebih memilih untik menambah tempat isolasi bahkan sampai perlu menyediakan tempat isolasi pascaperawatan.
"Kami akan hadirkan tempat isolasi pascaperawatan. Jadi, kalau dirasa si pasien itu sudah baik kondisinya maka tak perlu terus berada di RS melainkan bergeser ke tempat isolasi pascaperawatan guna meringankan beban rumah sakit. Sehingga yang ada di rumah sakit hanyalah mereka yang darurat," ujarnya.
Baca juga: Pasien Covid-19 di Garut Meninggal saat Rumah Sakit Penuh, Keluarga: Kalau Ruangan Penuh ya Tambah
Terpisah, Sekda Kota Bandung, Ema Sumarna mengungkapkan kondisi kurangnya SDM yang lebih tahu ialah rumah sakit masing-masing.
Dia mencontohkan pada Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSKIA) Kota Bandung, ketika ada permintaan dokter sebanyak 20 orang, ternyata yang bisa datang hanya setengahnya, karena kemungkinan ada keterbatasan.
Begitu pula halnya dengan kondisi jumlah perawat.
"Kalau kami langsung ambil dari lembaga pendidikan itu kan harus ada proses pelatihan dan lainnya jadi masih ada kendala," katanya, di Balaikota, Rabu (23/6/2021).
Adapun solusi jangka pendek guna mengantisipasi kekurangan SDM, katanya dengan memanfaatkan tenaga SDM yang ada untuk digeser menangani covid.
"Saya contohkan yang RSKIA, dari biasanya yang enggak menangani covid, akhirnya dia sekarang bergeser menangani pasien covid. Yang panting pelayanan bisa terakomodir," ujarnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/instalasi-gawat-darurat-igd-rumah-sakit-hasan-sadikin-rshs-bandung.jpg)