Kebebasan Memperoleh Informasi dan Berekspresi Makin Luas, Tantangan Profesi Komunikasi Kian Berat
Di era media sosial, orang awam sekalipun dapat berperilaku sebagai pakar, sementara seorang pakar dapat dinilai sebagai awam.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kebebasan memperoleh informasi dan berekspresi kini semakin luas didukung teknologi informasi yang semakin maju dan berkembang.
Kebebasan memperoleh informasi dan berekspresi tersebut tak hanya menjadi peluang, namun juga menjadi tantangan bagi tatanan yang telah ada.
Pasalnya, di era media sosial, orang awam sekalipun dapat berperilaku sebagai pakar, sementara seorang pakar dapat dinilai sebagai awam.
Isu tersebut menjadi salah satu bahasan pada diskusi ke-2 Dewan Pakar Aspikom (Asosiasi Perguruan Tinggi Ilmu Komunikasi) Korwil Jawa Barat yang berlangsung secara virtual, Selasa (27/4/2021).
Dalam diskusi tersebut, turut hadir Suwandi Sumartias (Unpad), Alex Sobur (Unisba), Firsan Nova (Konsultan Humas) dan Muhammad Zulham (Ketua Aspikom Pusat).
Duskusi dipandu oleh Maylanny Christin. Sedangkan ketua Aspikom Korwil Jabar Ani Yuningsih tampil sebagai pembicara kunci.
Webinar tersebut bertajuk “Tantangan Profesi Komunikasi dan Pengelola Media di Masa Pandemi”.
Baca juga: Kata-kata Mutiara Ucapan Menyambut Nuzulul Quran 1442 H, Bagikan ke Saudara Semuslim di Media Sosial
Ani Yuningsih mengatakan, teknologi informasi yang berkembang pesat saat ini, juga menantang perguruan tinggi komunikasi untuk mengonstruksi ulang kurikulum pendidikannya karena selain adanya peluang tetapi juga tantangan dan ancaman.
Sementara itu, anggota dewan pakar Aspikom Jabar Suwandi Sumartias MSi menegaskan, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini ternyata tidak membangun peradaban baru, malah telah menghancurkan.
Menurut Suwandi Sumartias, khusus di Indonesia, teknologi informasi justru menyebabkan kegagalan komunikasi. Konflik sosial, berita bohong, dan ujaran kebencian pun makin marak.
"Belum lagi reputasi elit politik yang makin buruk, hilangnya moral para pengelola media, serta aparatur pemerintah yang masih belum berkomunikasi dengan jujur. Contoh terakhir adalah keputusan larangan mudik yang tidak berbasis budaya," ujar Suwandi.
Baca juga: Warga Galang Dana untuk Beli Pengganti KRI Nanggala 402, Ini Daftar Harga Kapal Selam
Sementara itu, Alex Sobur menjelaskan, gejala adanya sikap tidak empatik sebagian pengguna media sosial terhadap musibah kapal selam TNI belum lama ini, menunjukkan kegagalan komunikasi.
Media Sosial ini pun papar Alex menjadi hantu yang menakutkan, bukan hanya di Indonesia tetapi juga hampir di seluruh pelosok dunia. Menurutnya, jangankan sebuah pernyataan, satu kata saja bisa dikomentari beragam opini oleh netizen.
Pengaruh media sosial ini pun sangat besar, Firsan Nova malah menyebutkan Netizen menjadi kekuatan ke-4 dalam urusan masalah hukum setelah TNI, Polisi dan KPK.
Diskusi pakar Aspikom Jawa Barat diselenggarakan untuk memberikan pandangan pakar dalam komunikasi aktual di Indonesia ini, diikuti lebih 100 orang peserta dari seluruh Indonesia.