Perbedaan Metode Hilal dan Hisab dalam Penentuan 1 Ramadhan atau 1 Syawal

Meski sama-sama berpatokan pada sains atau ilmu terapan yang berbasis astronomi, kedua metode memiliki perbedaan dalam menentukan hilal.

Editor: Ravianto
Istimewa/Kompas TV
ILUSTRASI: Penentuan 1 Syawal 1441 Idul Fitri, Kemenag Sudah Jadwalkan Sidang Isbat dan Tempat Pengamatan Hilal 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Kemajuan teknologi terutama dalam bidang astronomi membuat kemudahan di berbagai bidang termasuk penentuan awal bulan Ramadan.

Meski baru akan ditentukan melalui sidang Isbat yang digelar Kementerian Agama pada Senin (12/4/2021) malam, sejumlah persiapan untuk memantau pergerakan hilal sudah dipersiapkan sejak beberapa hari lalu.

Perlu diketahui penentuan awal Ramadan, di Indonesia untuk menentukan 1 Ramadhan atau 1 Syawal selalu menggunakan metode rukyat hilal dan hisab.

Kedua cara ini sudha tertuang pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004 dan UU Nomor 3 Pasal 25 A.

Meski sama-sama berpatokan pada sains atau ilmu terapan yang berbasis astronomi, kedua metode memiliki perbedaan dalam menentukan hilal.

Apa beda metode Rukyatul Hilal dan Hisab? Simak penjelasannya yang dirangkum Tribunnews.com berikut ini:

Rukyatul Hilal

Rukyatul hilal secara harfiah artinya melihat bulan secara langsung melalui alat bantu seperti teropong.

Aktivitas pengamatan ini berfokus pada visibilitas hilal atau bulan sabit muda saat matahari terbenam sebagai tanda pergantian bulan pada kalender Hijriah.

Petugas Lembaga Falakiyah Pondok Pesantren Al-Hidayah memantau hilal penetapan awal puasa 2020 di Masjid Al Musari'in, Jakarta, Kamis (23/4/2020). Pemantauan hilal tersebut untuk menetapkan tanggal 1 Ramadhan 1441 H. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petugas Lembaga Falakiyah Pondok Pesantren Al-Hidayah memantau hilal penetapan awal puasa 2020 di Masjid Al Musari'in, Jakarta, Kamis (23/4/2020). Pemantauan hilal tersebut untuk menetapkan tanggal 1 Ramadhan 1441 H. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Namun, bila cuaca terhalang gumpalan awan atau mendung, tak jarang rukyatul hilal menemui kesulitan untuk melihat bulan sabit muda. Jika hal itu terjadi, maka hilal dianggap tak terlihat sehingga penentuan awal puasa Ramadhan digenapkan pada lusa berikutnya.

Khusus pemantauan hilal Indonesia dilakukan pada 86 titik yang tersebar di 34 provinsi.

Petugas yang melakukan rukyatul hilal di antaranya ahli astronom, pimpinan pondok pesantren, ahli klimatologi hingga masyarakat umum yang ingin terlibat langsung.

Dalam tradisi tiap tahun, pemantauan hilal akan dikoordinir oleh Kemenag yang bekerja sama dengan ormas serta para pakar dari BMKG, Lapan, dan pondok pesantren, untuk melakukan perhitungan soal ketinggian hilal agar tidak terjadi 'salah lihat'.

Sebab terdapat aturan baku sebagai syarat terlihatnya hilal. Yaitu jika tinggi hilal berada di bawah 2 atau 4 derajat, maka kemungkinan obyek yang dilihat bukan hilal, melainkan bintang, lampu kapal, atau obyek lainnya yang kebetulan terlihat kasat mata di angkasa.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved