Dinilai Masih Ada Ketimpangan dalam Proses Peradilan, Prof Cecep : Masyarakat Harus Melek Hukum
Pemahaman terhadap hukum menjadi hal yang mutlak harus dimiliki oleh masyarakat sebagai bekal untuk mengahadapi persoalan hukum
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia, Cecep Darmawan menilai masih terdapat ketimpangan dalam proses peradilan di Indonesia.
Menurutnya, hal tersebut harus menjadi perhatian dan menjadi pekerjaan rumah bagi para praktisi hukum, untuk memastikan bahwa keadilan itu harus diberlakukan sesuai dengan aturan.
Dikatakan Cecep, pemahaman terhadap hukum menjadi hal yang mutlak harus dimiliki oleh masyarakat sebagai bekal untuk mengahadapi persoalan hukum yang berujung pada keadilan.
"Keadilan itu relatif, ada yang disebut dengan rasa keadilan masyarakat, ada yang kasus berat hukumannya ringan dan sebaliknya, kan masyarakat bisa menilai dimana letak keadilan, tentu ini harus menjadi triger dari penegak hukum bahwa hukum harus berprinsip berkeadilan disamping kepastiannya," ujar Cecep dalam acara webinar yang digelar secara Hybrid oleh YG and Partner, Sabtu (10/4/2021).
Di tempat yang sama, Praktisi Hukum, Koswara S. Taryono juga menyoroti dua hal penting berkaitan dengan hukum.
Pertama kata dia, sikap preventif dalam menghadapi potensi persoalan hukum dan kejelian dalam melihat persoalan hukum.
"Jadi ada dua hal, betapa pentingnya menyangkut aspek hukum itu terutama preventif non litigasi misalnya dalam sebuah perjanjian tujuannya adalah jangan sampai nantinya muncul problem hukum dikemudian hari," ujar Kuswara.
Baca juga: INILAH 10 Ragam Tradisi Menyambut Bulan Puasa Ramadan, Dilakukan di Beberapa Daerah di Indonesia
Dalam Webinar yang digelar secara Hybrid tersebut, seorang peserta, Wing Wirjawan, menanyakan terkait temuannya dalam proses kasasi di Mahkamah Agung (MA) yang dinilai tidak sesuai dengan aturan.
Dikatakan Wing, dalam pasal 45 Undang-undang tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, disebutkan bahwa permohonan kasasi yang melampaui 14 hari tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke MA dengan penetapan pengadilan umum.
"Pada praktiknya ada yang dikirim lebih dari 14 hari, pada kenyataanya proses kasasi itu tetap berjalan. Nah, itu kemungkinan ada mal administrasi," ujarnya.
Menaggapi pertanyaan tersebut, Koswara mengakui bahwa hal tersebut memang pernah terjadi di sejumlah kasus.
Koswara menjelaskan, terdapat sebuah proses kasus yang harus dijalankan dengan teliti. Menurutnya, kata Koswara, kunci dari persoalan tetap berada di majelis hakim yang menangani perkara.
Baca juga: Lawan Persib Bandung, Persebaya Surabaya Sudah Siapkan Strategi Khusus, Apa Itu?
"Kalau praktik pernah terjadi, memang pengadilan pada tingkat pertama tidak pada kapasitas untuk memeriksa, misalnya kalau masalah TUN, nah nanti ada register anggap saja sudah ditetapkan oleh majelis hakim, majelis ini ada pembaca satu sampai 3 yanng akan memeriksa perkara itu," katanya.
"Pokok perkara juga ada dua, kemungkinan apakah majelis di tingkat kasasi itu sependapat tidak dengan majelis hakim di tingkat pertama maupun banding, kalau tidak maka dibatalkan. Jadi, ada pertimbangan hukum ujungnya nanti ada petitum," tambahnya.