Di Tengah Harga Daging Sapi yang Semakin Naik, Populasi Sapi Pasundan Kian Berkurang

Alih fungsi lahan membuat para peternak sapi pasundan tidak bisa berternak lagi akibat kesulitan mencari pakan dan mendapat lahan peternakan

Tribun Jabar/Handhika Rahman
Sapi Pasundan (Bos Sundaicus) di acara Expo Peternakan dan Kontes Ternak Jawa Barat 2019 digelar di Gor Singalodra Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu, Rabu (24/7/2019). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Di tengah kenaikan harga sapi akibat ketergantungan yang tinggi terhadap sapi Australia, populasi sapi pasundan di Jawa Barat malah terus berkurang akibat tergerus oleh alih fungsi lahan.

Kepala Bidang Produksi Peternakan pada Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat, Aida Rosana, mengatakan sapi pasundan asli Jawa Barat tersebut gencar dikembangbiakkan pada masa kepemimpinan Gubernur Jabar terdahulu, Ahmad Heryawan.

"Kalau populasi pas zaman Pak Aher (Ahmad Heryawan) itu 35 ribu lebih, itu tahun 2017. Tapi kalau sekarang itu sekarang sekitar 20 ribuan sampai 25 ribuan," kata Aida melalui ponsel, Selasa (26/1/2021).

Aida menuturkan alih fungsi lahan menyebabkan berkurangnya populasi sapi pasundan. Alih fungsi lahan, katanya, membuat para peternak sapi pasundan tidak bisa berternak lagi akibat kesulitan mencari pakan dan mendapat lahan peternakan.

"Padahal jenis sapi pasundan memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan jenis sapi lainnya, seperti lebih tahan terhadap faktor cuaca dan dagingnya lebih berkualitas. Badannya lebih besar karena memang dari banteng," katanya.

Pemprov Jabar pun, katanya, terus berupaya melakukan pengembangan peternakan sapi pasundan agar bisa meningkatkan kembali populasi sapi tersebut. Namun pada tahun lalu, upaya ini terhambat oleh refocusing anggaran untuk penanggulangan Covid-19.

"Kita akan kembangkan, tadinya mau 2020, tapi karena ada refocusing, tidak ada anggaran. Jadi kita ingin mengembangkan sapi pasundan di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Garut rencananya," katanya.

Baca juga: Daftar Harga Mobil Bekas Mitsubishi Pajero Sport Update Awal 2021, Mulai dari Rp 190 Jutaan

Pengembangan sapi pasundan, katanya, salah satunya dilakukan dengan membangun klaster khusus pengembangan sapi tersebut yang rencananya akan dibangun di Kabupaten Kuningan.

Kabupaten Kuningan termasuk ke dalam 11 daerah sebaran sapi pasundan di Jawa Barat, khususnya Kecamatan Cibingbin yang saat ini memiliki populasi sapi pasundan sekitar 5.000 ekor melalui pemeliharaan intensif dan semiintensif.

"Kita sudah rapat penetapan sumber bibitnya, sudah mulai ke arah itu sehingga harusnya bisa banyak. Karena sapi ini masih di 11 kabupaten dan makin sedikit jumlahnya. Ini harus diselamatkan karena ini hasil sumber daya genetik asli lokal Jabar," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan saat ini kebutuhan daging sapi di Jabar mencapai 195 ribu ton atau setara dengan 1 juta ekor sapi lebih dalam setiap tahunnya.

"Karena kan di kita banyak hotel restoran mungkin memang dengan pandemi Covid-19 ini agak menurun, tapi kita belum dapat data berapa pengurangannya. Penyediaan daging sapi ini dari sapi lokal Jabar ini hanya 9 hingga 10 persen. 90 persen harus impor, baik antar pulau maupun sapi bakalan dan daging impor dari Australia" katanya.

Sapi pasundan erupakan salah satu sumber daya genetik ternak asli Jawa Barat yang telah ditetapkan sebagai rumpun ternak lokal Indonesia berdasarkan SK Menteri Pertanian RI.

Baca juga: FOTO Michaela Paruntu, Istri Wakil Ketua DPRD Sulut, Noni Sulut 2002, Kakaknya Bukan Orang Biasa

Sebaran populasi sapi pasundan menyebar di dua wilayah penting, yakni wilayah sepanjang pesisir selatan Jawa Barat dan wilayah buffer zone hutan lindung sepanjang wilayah Priangan utara.

Sapi pasundan memliki sifat reproduksi yang baik, tahan udara panas, dan telah dipelihara secara turun temurun selama ratusan tahun. Sapi pasundan berasal dari hasil adaptasi lebih dari 10 generasi antara banteng atau sapi bali, sapi jawa, sapi madura dan sapi sumba.

Sebelumnya diberitakan, kenaikan harga daging sapi di Jawa Barat disebabkan oleh kenaikan harga sapi bakalan di Australia sejak tahun lalu. Selama ini diketahui kebutuhan sapi bakalan di Jawa Barat sebagian besar diimpor dari Australia.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat, Jafar Ismail, mengatakan kenaikan harga daging sapi ini sudah dibicarakan bersama Direktur Perdagangan Dalam Negeri pada Kementerian Dalam Negeri RI.

Pemerintah, katanya, berupaya mengatur pasokan dan stabilitas harga daging sapi di pasaran.

"Memang stabilisasi itu dibuat dengan menyediakan ketersediaan pasokan dahulu, dan ini untuk menjaga agar harga tetap stabil di dalam negeri, walaupun dengan harga lebih tinggi dari sebelumnya," kata Jafar melalui ponsel, Kamis (21/1/2021).

Perlu diketahui, katanya, 90 persen kebutuhan daging sapi di Jawa Barat didatangkan dari Australia. Sedangkan sisanya dari sapi lokal, baik dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, NTB, termasuk Jawa Barat sendiri.

Dengan ketergantungan yang besar terhadap daging sapi asal Australia, katanya, kondisi peternakan di Australia pun sangat memengaruhi harga sapi di Jawa Barat.

Seperti diketahui, di Australia sendiri kenaikan harga sapi sudah terjadi pada Juli 2020 sampai berharga USD 3,6 per satu kilogram bobot hidup atau bakalan. Kemudian pada Januari sudah di angka USD 3,9 per satu kilogram sapi hidup.

Baca juga: VIDEO Hari Ini Direncanakan 11 Ribu Vaksin Covid-19 Tiba di Kabupaten Sukabumi

"Jadi memang kenaikan harga sejak Juli sampai Januari itu sudah mencapai Rp 13.000 per kilogram dari harga sebelumnya. Jadi kalau ini untuk waktu ke depan, diharapkan tidak ada kenaikan lagi. Dengan ya kembali lagi ke Rp 120 ribu per kilogram ya," katanya.

Kenaikan harga ini, katanya, tidak bisa dihindari karena harga jualnya di Australia sudah tinggi. Kemudian populasi sapi di Australia sendiri sejak 2019 terjadi penyusutan akibat kebakaran hebat dan banjir.

"Ada kebakaran ya, kemudian pada tahun 2020 terjadi banjir besar. Ini menurunkan populasi sapi sendiri di Australia hampir 24 persen, sehingga ke kita menjadi lebih sedikit," katanya.

Di sisi lain, katanya, permintaan daging sapi dalam negeri sekarang juga tidak terlalu besar akibat pandemi Covid-19. Jumlah pemotongan sapi di Jawa Barat juga cenderung berukurang.

Mengenai ketersediaan daging sapi di Jabar, katanya, memang masih terkendali. Hanya saja, kebanyakan berbentuk daging sapi beku. Sedangkan kebanyakan masyarakat menyukai daging sapi yang baru dipotong.

"Jadi ketersediaan daging sapi sendiri ada ya, kalau masyarakat mau memanfaatkan daging beku yang diimpor. Tapi karena masyarakat kita itu kecenderungannya menyukai daging yang baru dipotong, sehingga ini kecenderungannya jadi naik," katanya.

Jafar mengatakan kebutuhan sapi di Jabar per tahunnya mencapai 195 ribu ton atau setara dengan satu juta ekor sapi setahun. Masalahnya, hanya 10 persennya yang diperoleh dari dalam negeri sedangkan sisanya dipenuhi dari hasil penggemukan bakalan sapi Australia atau feedlot.

Untuk mengatasinya kenaikan harga daging sapi, pihaknya membuka pasar murah di TTI Center Provinsi Jawa Barat di Ruko Grand Metro di Rancabolang, Kota Bandung. Dalam kegiatan tersebut, sekilo daging sapi beku dijual Rp 85 ribu per kilogram.

Baca juga: VIDEO Hari Ini Direncanakan 11 Ribu Vaksin Covid-19 Tiba di Kabupaten Sukabumi

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved