Tak Ada Wilayah Risiko Bencana Rendah di Jawa Barat, 14 Daerah Berisiko Tinggi

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengatakan, pihaknya tengah fokus mempersiapkan relokasi rumah warga di lokasi longsor yang terdampak.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Tribun jabar/Fasko Dehotman
Tim Geppuk Ajak Anak-Anak Korban Longsor Cimanggung Bermain Untuk Melupakan Rasa Trauma. Gubernur Jabar Ridwan Kamil berharap korban longsor mau direlokasi. 

Laporan Wartawan Tribunjabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengatakan, pihaknya tengah fokus mempersiapkan relokasi rumah warga di lokasi longsor yang terdampak dan terancam bencana di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang.

Gubernur yang akrab disapa Emil ini meminta pemerintah kota dan kabupaten di Jawa Barat untuk segera mengevaluasi kerawanan permukiman di wilayah rawan bencana.

Proses evakuasi korban longsor di  Desa Cihanjuang, katanya, sudah dihentikan dan kini fokus penataan relokasi.

Selama proses pencarian yang berlangsung selama lebih dari sepekan itu, anggota SAR gabungan menemukan total sebanyak 40 korban jiwa.

“Pencarian di Sumedang sudah dihentikan, semua korban sudah ditemukan. Sekarang persiapan relokasi. Penyiapan lahan adalah urusan kabupaten dan provinsisi, bangunanannya dari Kementerian PUPR dan BNPB,” kata Emil melalui siaran digital, Rabu (20/1/2021).

Emil berharap warga yang terdampak longsor dan rumahnya terancam longsor di sekitar lokasi tersebut mau mengerti untuk direlokasi ke tempat yang lebih aman berdasarkan hasil kajian PVMBG.

Baca juga: Kadinkes Kabupaten Bandung Grace Mengaku Hal yang Ditakutkan Selama Ini Akhirnya Terjadi Juga

Baca juga: Daftar Mantan Pacar Amanda Manopo yang Mengaku Sudah Pernah Menikah, dengan Siapa?

“Mudah-mudahan semua warga bisa beralih dan tenang, sehingga tidak dihantui rasa waswas karena tinggal di daerah rawan,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Emil mengatakan sudah menugaskan Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, untuk meninjau lokasi banjir bandang di Gunung Mas, Desa Tuguselatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.

Terdapat sekitar 134 keluarga terdampak akibat luapan sungai tersebut.

Dari jumlah itu, terdapat 474 jiwa harus mengungsi untuk menghindari banjir bandang susulan.

“Saya merasa prihatin dengan kebencanaan di Cisarua. Saya sudah koordinasi dengan bupati, sementara tidak ada korban, tapi kerusakan rumah-rumah. Kita berharap ke depan, tingkat kebencanaan bisa berkurang. Covid-19 belum selesai, bencana silih berganti, di Kalsel, Sulawesi,” katanya.

Dari 27 kabupaten/kota di Jabar, 14 daerah masuk kategori risiko bencana tinggi dan 13 daerah berisiko bencana sedang.

Artinya, tidak ada daerah di Jabar yang masuk kategori risiko bencana rendah.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jabar Dani Ramdan menyatakan pihaknya sudah menyusun kajian risiko bencana dan peta rawan bencana sampai ke tingkat desa.

Hal itu dilakukan agar masyarakat memahami kondisi kebencanaan di lingkungannya. Pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk tetap waspada amat krusial.

"Hanya gempa yang tidak bisa diprediksi kapan dan di mana terjadi. Tapi kalau banjir, kita lihat dari kondisi alam termasuk banjir rob karena air laut yang naik. Sedangkan, tsunami dan gempa tidak bisa diprediksi," kata Dani.

Setelah peta rawan bencana disusun, kata Dani, langkah selanjutnya adalah menyusun rencana penanggulangan bencana (RPB) di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Dari RPB itu, rencana kontingensi jenis kebencanaan untuk setiap kabupaten/kota dapat disusun.

Baca juga: Bukti Kebaikan Pilot Sriwijaya Air SJ 182 Terekam CCTV, Ini yang Dilakukan Captain Afwan di Padang

"Dari rencana dan peta rawan bencana itu, pemerintah desa bisa menyusun, misalnya jalur evakuasi manakala akan berpotensi bencana, tempat evakuasi atau pengungsian. Kalau itu sudah ditambah kesiapan personel dan peralatan bencana, maka bencana itu bisa kita hadapi," ucapnya.

"Ada yang bisa kita cegah, ada yang tidak bisa, seperti gempa. Tapi, kalau kita punya kesiapsiagaan, paling tidak bisa meminimalisasi dampak atau risiko," katanya.

Kewaspadaan dan kesadaran masyarakat akan potensi bencana menjadi mutlak. Selain untuk mencegah terjadi bencana, dua hal tersebut dapat meminimalisasi potensi korban meninggal dunia dan kerugian harta benda.

Dani mengatakan jika masyarakat sadar akan potensi bencana di lingkungan sekitarnya, maka mereka dapat melakukan mitigasi bencana.

Contohnya, dengan rutin memeriksa dan membersihkan saluran-saluran air di sekitarnya, supaya tidak tersumbat oleh sampah atau material lainnya. Memeriksa tebing-tebing, apakah vegetasinya atau tembok penahan tanahnya masih bagus.

Baca juga: Tingkat Kepatuhan Pakai Masker di Pangandaran Terendah di Jawa Barat, Bupati Jeje Beri Fakta

Jika terjadi retakan di tanah atau di tembok penahan tersebut apalagi ada aliran air yang merembes, hal itu merupakan tanda bahwa bisa terjadi potensi longsoran yang berbahaya.

"Dalam kondisi demikian khususnya ketika terjadi hujan lebat, sebaiknya masyarakat yang bermukim di sekitar tebing seperti itu melakukan evakuasi ke tempat yang lebih aman. Hal yang sama bisa dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Jika tinggi muka air sungai sudah mencapai level yang membahayakan, segera lakukan evakuasi ke tempat yang lebih tinggi," katanya.

Dani pun menjelaskan, dalam periode golden time yakni nol sampai tiga puluh menit saat terjadinya bencana, 34 persen faktor keselamatan dari bencana bersumber dari kesiapsiagaan individu yang terbentuk karena pengetahuan dan kemampuan yang bersangkutan dalam melakukan evakuasi.

Sedangkan, 31 persennya bersumber dari pertolongan orang-orang terdekat, yakni anggota keluarga yang juga memiliki pengetahuan dan rencana kontigensi yang dilatihkan jika terjadi bencana.

Kemudian, kata Dani, 17 persen faktor keselamatan lainnya bersumber dari pertolongan komunitas (tetangga se-RT/RW kalau di lingkungan tempat tinggal atau rekan sekantor/pabrik).

"Peran BPBD, tim SAR dan petugas lainnya hanya menyumbang 1,8 persen saja, karena pada saat golden time mereka tidak berada persis di tempat bencana. Dengan demikian kesiapsagaan individu, keluarga dan komunitas mutlak diperlukan dalam membangun masyarakat yang berbudaya tangguh bencana," katanya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved