Petani Cabai di Ciamis Pusing Harga Anjlok, Persilakan Warga Ambil Gratis Asal Sekalian Cabut Batang

Ratusan bahkan ribuan petani cabai dan sayur-mayur di sentra sayur mayur kawasan agropolitan Sukamantri, benar-benar terimbas pandemi Covid.

Penulis: Andri M Dani | Editor: Giri
Tribun Jabar/Firman Wijaksana
Ilustrasi 

Laporan Wartawna Tribun Jabar, Andri M Dani

TRIBUNJABAR.ID, CIAMIS – Ratusan bahkan ribuan petani cabai dan sayur-mayur di sentra sayur mayur kawasan agropolitan Sukamantri, Ciamis, benar-benar merasakan imbas dampak pandemi Covid-19. Apalagi sejak diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sejak Rabu (6/5/2020).

Harga cabai di tingkat petani di kawasan Ciamis utara tersebut jatuh tersungkur ke angka Rp 4.000 per kilogram. Pasar lesu, harga jatuh, daya serap pasar melemah.

“Sejak PSBB diberlakukan di seluruh Jabar seminggu lalu harga cabai jatuh ke angka Rp 4.000 sampai Rp 5.000 per kilogram. Padahal awal puasa masih sekitar 8.000 per kilogram. Sekarang hanya setengahnya, benar-benar bikin pusing,” ujar Pipin Arif Apilin, petani cabai yang juga Ketua Gapoktan Karangsari Desa Cibeureum, Sukamantri, Ciamis, kepada Tribun, Senin (11/5/2020).

Dengan tingkat harga cabai Rp 4.000 sampai Rp 5.000 per kilogram, kata Pipin, petani sudah tidak punya harapan lagi. Mengingat biaya pokok cabai di kisaran Rp 8.000 per pohon atau per kilogram.

“Ongkos petik dan ongkos angkut saja sudah Rp 2.000 per kilogram. Begitu dijual Rp 4.000 per kilogram, petani dapat apa? Dapat capainya saja. Begitulah kenyataannya sekarang,” katanya.

 Petani yang katanya sebagai pahlawan pangan itu, kini kata Pipin, sangat merasakan dampak Covid. “Tapi siapa yang mau peduli, pemerintah pusat, Kementan, pemprov atau pemda. Tak ada yang memberi solusi. Beda dengan ketika harga cabai tinggi membubung, semua pihak berdatangan ke kebun termasuk pejabat Kementan. Sekarang mana? Jangankan datang memberi bantuan, sampai saat ini belum ada pihak yang mendata petani yang terdampak Covid,” ujar Pipin.

Jatuhnya harga cabai di tingkat petani di Sukamantri tersebut, kata Pipin, sudah terasa sejak wabah corona mula marak pada Maret.

Pegawainya Pun Tak Tahu Daging yang Dijual Bosnya Merupakan Daging Babi, Panik Saat Digerebek

Karena tak mau berlarut-larut terus-menerus didera kerugian, kini banyak petani cabai di Sukamantri yang menelantarkan kebun cabai mereka, membiarkan buah cabai membusuk di pohon.

Tapi tak sedikit pula yang memilih mencabuti tanaman cabai mereka meski masih produktif.

Di Kelompok Gapoktan Karangsari, kata Pipin, ada sekitar 25 hektare kebun cabai produktif yang dicabuti petani pengelolanya.

“Buat apa dibiarkan mending dicabuti diganti tanaman lain. Kebun cabai saya ada satu hektare yang dicabuti pohonnya dalam minggu ini. Padahal baru sekali panen. Saya persilakan warga memetik buah cabai secara gratis, asal cabut pohonnya sekalian,” katanya.

Hari Keenam PSBB di Kabupaten Sukabumi, Jalanan di Palabuhanratu Macet, Warga: PSBB Teh Kieu?

Di tengah deraan anjloknya harga cabai, petani cabai di Sukamantri juga tengah menghadapi penurunan produksi akibat serangan hama dan penyakit seperti patek, busuk buah, layu fusarium maupun antrak.

Koondisinya seperti kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. “Harganya jatuh, hasil panen juga jelek akibat serangan hama dan penyakit. Pilihannya cuma satu, telantarkan atau cabut tanaman cabai,” ujar Pipin.

Dengan jatuhnya harga sampai ke angka Rp 4.000 per kilogram tersebut, menurut Pipin, petani akan menanggung kerugian mencapai Rp 89 juta per hektare. 

Pasar di Kota Sukabumi Dipastikan Steril dari Daging Celeng, Langkah Antisipasi Tetap Dilakukan

“Itu yang kini dirasakan setidaknya oleh 60 kepala keluarga petani cabai yang tergabung dalam Gapoktan Karangsari. Ada 25 hektare kebun cabai produktif yang sudah dan sedang dicabuti tanaman cabainya. Kalau sudah begini ke mana kami  harus mengadu,” katanya. (*)   

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved