Larang Ojol Bawa Penumpang, Wakil Kepala LD FEB UI Jelaskan tentang Pertimbangan dan Solusinya

Kesehatan memang aspek utama di tengah pandemi Covid-19 namun bukan lantas mengabaikan aspek penting lainnya.

Tribunnews.com
Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) Dr Paksi CK Walandouw 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 18 Tahun 2020 yang memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk menyesuaikan pengaturan layanan transportasi di tengah wabah Covid-19 dinilai sebagai langkah bijak.

Kesehatan memang aspek utama di tengah pandemi Covid-19 namun bukan lantas mengabaikan aspek penting lainnya.

Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) Dr Paksi CK Walandouw mengatakan aspek penting lainnya adalah ekonomi masyarakat yang sejauh ini ditopang sektor nonformal.

Surat Andi Taufan Garuda ke Camat Jadi Polemik, Jokowi Diminta Evaluasi Jajaran Stafsus

Sektor mikro, usaha kecil, dan tenaga kerja, yang ada di dalamnya biasa disebut sektor informal. Termasuk kemitraan pribadi yang saat ini banyak bermitra dengan platform digital di Indonesia seperti mitra ojek online (ojol) merupakan salah satu yang terkena dampak langsung dari pendemik Covid-19.

LD FEB UI belum lama ini mengumumkan bahwa 75 persen dari tenaga kerja di Indonesia, sekitar 59,3 juta di antaranya merupakan bagian dari sektor tersebut.

”Bila dilihat dari angka ini maka posisi ojol yang mempunyai mitra lebih dari 2 juta mempunyai posisi yang dapat menjaga ketahanan ekonomi,” tuturnya melalui pesan elektronik, Rabu (15/4/2020).

Sempat Ditangkap, Driver Ojol yang Protes PSBB Bernada Provokatif Kini Dibebaskan, Ini Alasannya

Menurut Paksi, hal tersebut bisa tercapai selama keamanan dan kesehatan dari mitra dan konsumen menjadi prioritas utama.

”Menjaga sektor informal atau kemitraan seperti ojol, dapat menjaga ketahanan ekonomi Indonesia dengan mempertahankan pendapatan, konsumsi, dan multiplier,” tuturnya.

Pada masa pandemi ini, menurut dia, semua sepakat untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan masyarakat pada umumnya. Maka berbagai tindakan dalam rangka menghindari penyebaran virus itu harus dilakukan oleh semua pihak.

Namun dilema yang dihadapi pemerintah terutama bagi pemerintah daerah yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga harus disikapi dengan bijak. Salah satunya terkait dengan diizinkan atau tidaknya ojol membawa penumpang.

”Pembatasan tidak boleh ada yang membonceng di sepeda motor harus dilihat dari sisi kesehatan dan juga kebutuhan konsumen. Bila pekerja yang membutuhkan adalah sektor esensial seperti pekerja di toko sembako, tenaga medis, dan lain sebagainya, maka akan sulit bagi mereka untuk bekerja (jika ojol tidak diizinkan beroperasi bawa penumpang)” tuturnya.

Paksi mengatakan hal-hal yang dipengaruhi atau terdampak dalam suatu kebijakan harus diperhatikan juga.

Atas dasar itu, regulasi yang membolehkan ojol membawa penumpang selama PSBB seperti tertuang dalam Permenhub 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran virus Corona, menurut Paksi, harus disambut dengan bijak juga.

”Jadi tidak serta merta melarang tetapi juga memikirkan banyak hal, sehingga bila ada satu kebijakan diikuti oleh kebijakan lain yang juga mendukung, bisa disebut juga ada bauran kebijakan,” tuturnya.

Warga Berstatus PDP di Kota Tasikmalaya Meninggal Dunia, Ini Jadi Kasus Sama yang Kedua

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved