Tunanetra Tidur di Trotoar Bandung

Tak Bisa Tempati Wyata Guna Lagi, Mahasiswa Penyandang Tuna Netra Tak Bisa Fokus Garap Skripsi

Para penghuni rata-rata sudah tinggal lebih dari tiga tahun. Bahkan, ada yang sudah tinggal sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Theofilus Richard
Tribun Jabar/Nazmi Abdurrahman
Gasung Rahtanubaya (26), salah satu mahasiswa penyandang disabilitas netra asal Purwakarta yang ikut dalam aksi di Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (16/1/2020). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sejumlah mahasiswa penyandang tunanetra merasa terusir dari Balai Wyata Guna.

Para penghuni rata-rata sudah tinggal lebih dari tiga tahun. Bahkan, ada yang sudah tinggal sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Gasung Rahtanubaya (26), seorang mahasiswa penyandang tunanetra asal Purwakarta yang ikut dalam aksi bersama 31 mahasiswa lainnya mengaku sudah tinggal sekitar 12 tahun di Wyata Guna.

Gasung saat ini tengah menempuh pendidikan di Universitas Islam Nusantara, jurusan pendidikan luar biasa.

Selama tinggal di Wyata Guna, Gasung mengaku jarang mengikuti kegiatan vokasi.

"Sehari-hari sih saya kuliah saja, paling belajar main keybord. Ya, paling bimbingan mental juga, karena untuk yang sekolah itu tidak terlalu banyak (kegiatan vokasi), karena waktu itu memang belum balai, masih panti jadi kegiatan untuk yang sekolah masih sedikit," ujar Gasung, saat ditemui di tenda darurat, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (15/1/2020).

VIDEO Viral, Pencurian Kotak Amal di Masjid Terekam CCTV di Parongpong KBB

Dikatakan Gasung, saat pertama masuk ke Wyta Guna, Ia mengikuti prosedur resmi menyertakan persyaratan untuk tinggal di Wyata Guna.

"Pertama masuk ke sini, saya membawa persyaratan resmi seperti surat keterangan tidak mampu dan yang lainnya, diantar orang tua juga, kan mayoritas di sini orang-orang kurang mampu," katanya.

Menurut Gasung, saat mulai memasuki kuliah, dia diberikan jatah waktu oleh pihak Wyata Guna untuk menuntaskan kuliahnya maksimal lima tahun.

"Perjanjian sih tidak ada, cuma perjanian secara lisan sih ada, kalau kuliah di jangka lima tahunlah istilahnya, saya lima tahun juga belum, masih kurang berapa bulan. Sebentar lagi juga beres, tinggal skripsi saja, dengan kejadian ini saya juga jadi tidak fokus ngerjain skripsinya. Untungnya tinggal sedikit lagi," ucapnya.

Kepala Balai Wyta Guna, Sudarsono, mengatakan bahwa sebelum nomenklatur Wyata Guna diganti dari panti menjadi balai, terminasi atau masa tinggal penerima manfaat di Wyata Guna sudah ada.

"Awalnya (penerima manfaat) yang pendidikan boleh tinggal 2-3 tahun. Setelah menjadi balai, penerima manfaat hanya boleh tinggal maksimal enam bulan," ujar Sudarsono.

Tetap Unjuk Rasa di Balai Wyata Guna, Mahasiswa Penyandang Tunanetra Minta Permensos 18/2018 Dicabut

Dikatakan Sudarsono, setelah ada perubahan dari panti menjadi balai, setiap penerima manfaat dibatasi jumlah jangka waktu tinggalnya.

Aturan tersebut tertuang dalam Permensos nomor 18 tahun 2018, tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis rehabilitasi sosial penyandang disabilitas di lingkungan Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial.

Nantinya, sambung Sudarsono, setiap penerima manfaat dapat bergantian tinggal dan mendapatkan fasilitas pendidikan serta vokasi di lingkungan Balai Wyata Guna.

"Di mana layanan ini ada penerima manfaat baru, ada proses rehabilitasi sosial dan ada proses terminasi. Jadi, terminasi itu adalah pengakhiran sebuah layanan, kalau orang kuliah mah wisudanya lah, lulus, graduasi, kalau kami itu terminasi, pengakhiran," katanya.

Soal Wyata Guna, Pemerhati Sosial Unpad Budi Rajab: Pemerintah Daerah Tak Peka

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved