Risalah Kebiri Kimia: Ini Isi Perppu-nya, Awal Mula Kebiri Kimia dan Mengapa Ditolak Organisasi HAM

Berbeda seperti kebiri bedah yang bersifat permanen, efek kebiri kimia pada seseorang dapat hilang dari waktu ke waktu pasca pengobatan dihentikan.

Editor: Ravianto
shutterstock
Kebiri kimia 

Susanto menerangkan bahwa ada 3 alasan kenapa Perppu tersebut sangat diperlukan.

Pertama, adanya keadaan dan kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum.

Korban kejahatan seksual anak semakin banyak, sementara pelaku tak jera, bahkan tak jarang pelaku mengulangi perbuatannya tanpa rasa iba kepada korban. Ini butuh penjeraan sebagai upaya preventif.

Kedua, Tafsir HAM seringkali berfokus pada pelaku namun melupakan hak korban dan para calon korban.

Ketiga, Beberapa negara lain telah melakukan pengaturan kebiri. Dimana kebiri bukan bersifat pembalasan namun bersifat pencegahan dan penjeraan agar tak mengulangi perbuatannya.

Untuk mendorong langkah tersebut, secara bertahap KPAI dan beberapa lembaga Pemerintah bekerjasama mengusung darurat kejahatan seksual dengan berbagai versinya untuk mendukung kebijakan kebiri tersebut.

Atas dasar pertimbangan itu, Presiden Joko Widodo pada 26 Mei 2016 menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016. (1)

Respon dan Penolakan Kebiri Kimia

Wacana hukuman kebiri kimia kemudian mendapat banyak respon dari berbagai pihak.

Misalnya Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Firman Soebagyo menyarankan agar pemerintah tidak mengobral Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Firman menyatakan bahwa regulasi tidak boleh dibentuk berdasarkan emosional nemun tetap harus memperhatikan hak-hak konstitusi warga negara.

KH Baidjuri selaku Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak menjelaskan bahwa hukuman suntik kebiri melalui obat antiandrogen tidak tepat bagi paedofil pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Beberapa organisasi Hak Asasi Manusia juga turut menyatakan keprihatin dengan kegagalan pemerintah dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak.

Mereka berpendapat bahwa penanganan korban kejahatan seksual harus memerlukan penanganan yang multi dimensi dan tidak boleh hanya mengandalkan penanganan melalui penegakkan hukum.

Penolakan dari organisasi – organisasi HAM mempunyai dasar alasan yaitu;

  • Pertama, Hukuman kebiri tidak dibenarkan dalam sistem hukum pidana nasional atau tujuan pemidanaan yang dianut oleh sistem hukum Indonesia.
  • Kedua, hukuman kebiri melanggar Hak Asasi Manusia sebagaimana tertuang di berbagai konevensi internasional yang telah diratifikasi dalam hukum nasional kita diantaranya Kovenan Hak Sipil dan Politik (Kovenan Hak Sipol/ICCPR), Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), dan juga Konvensi Hak Anak (CRC), penghukuman badan, dalam bentuk apapun harus dimaknai sebagai bentuk penyiksaan dan perbuatan merendahkan martabat manusia, terlebih apabila ditujukan untuk pembalasan dengan alasan utama efek jera yang diragukan secara ilmiah.
  • Ketiga, segala bentuk kekerasan pada anak, termasuk kekerasan seksual, pada dasarnya merupakan manifestasi atau operasionalisasi hasrat menguasai, mengontrol dan mendominasi terhadap
  • anak, dengan demikian, hukum kebiri tidak menyasar akar permasalahan kekerasan terhadap anak.
Halaman
1234
Sumber: TribunnewsWiki
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved