Sepanjang 2018, Pejabat di 5 Kementerian Kabinet Jokowi Kena OTT KPK, Terbaru Kementerian PUPR
Sebanyak 20 orang pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan atau OTT.
Penulis: Fauzie Pradita Abbas | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Adapun penangkapan terkait dugaan suap terkait penganggaran pada Rancangan APBN Perubahan 2018.
Kala itu KPK mengatakan bahwa mereka telah mengamani sepak terjang Yaya sejak lama.
Bahkan KPK mengatakan, Yaya banyak menengarai Yaya Purnomo banyak menerima suap dari orang-orang daerah.
Saat itu Yaya menjabat sebagai Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
Kala itu, KPK menangkap Yaya saat tengah melakukan pertemuan di sebuah restoran di Halim Perdakusuma, yang diduga kuat sedang melakukan transaksi suap.
Setelah penangkapan Yaya, KPK kemudian mengarah ke kediaman Yaya di Bekasi. Di sana KPK menemukan 1 Kilogram logam mulia berupa emas, 63.000 dolar Singapura, 12 dolar Amerika Serikat dan uang tunai sebesar RP 1.344.500.000.
2. Kementerian Sosial
Pada 13 Juli 2018, mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham mengaku sempat kaget saat tim KPK melakukan operasi tangkap tangan atau OTT anggota DPR Eni Maulani Saragih di rumah dinasnya.
Apalagi, saat itu Eni datang sebagai undangan acara ulang tahun anaknya.
"Begitu hampir mau selesai, saya mau berangkat. Saya di dalam ruangan, Eni di luar. Begitu ada (penyidik), saya juga kaget. Ini ada begini, ada apa memang? (Tim KPK menunjukkan) ini ada suratnya," kata Idrus Marham, Jumat (13/7/2018).
Anggota DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih langsung diperiksa setelah ditangkap KPK.
Selain Eni Maulani Saragih, ada 8 orang yang ikut diamankan dalam OTT.
Selain Eni Maulani Saragih, politikus Golkar yang menjabat Wakil Ketua Komisi VII DPR, KPK mengamankan pihak swasta, staf ahli, dan sopir.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyebut Idrus diduga menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama seperti jatah Eni Saragih sebesar US$1,5 juta dari Kotjo.
Pada 24 Agustus 2018, Idrus Marham resmi ditetapkan KPK sebagai tersangka. Ia pun mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Pada 20 Juli 2018, KPK melakukan OTT di kediaman eks Kalapas Sukamiskin, Wahid Husein terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas dan izin khusus bagi sejumlah napi koruptor.
Adapun kasus ini terbongkar bermula dari adanya informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan jual beli tahanan dan jual beli izin keluar lapas.
Pukul 21.15 WIB, KPK menangkap Wahid beserta istri, Dian Anggraini, di kediaman mereka di Bojongsoang, Bandung.
Sejumlah barang bukti diamankan KPK, satu unit mobil Mitsubishi Triton Exceed warna hitam, satgu unit mobil Mitsubishi Pajero Sport Dakar warna hitam, uang sebesar Rp 20.505.000 dan 410 Dolar AS.
Tak hanya Wahid Husen, stafnya juga turut terjerat yakni Hendry Saputra, di kediamannya, Rancasari, Bandung Timur.
Dalam waktu yang sama KPK juga menangkap narapidana korupsi Fahmi Darmawansyah di selnya dan KPK mengamankan uang sebesar Rp 139.300.000 dan sejumlah catatan sumber uang.
KPK juga mengamankan Andri Rahman, napi kasus pidana umum yang diduga membantu Fahmi Darmawansyah.
4. Kemenpora
Pada 18 Desember 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK melakukan operasi tangkap tangan OTT, terhadap sejumlah pejabat dan pegawai di Kementerian Pemuda dan Olahraga atau Kemenpora, Selasa (18/12/2018).
Selain itu, KPK juga menangkap beberapa pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dalam OTT tersebut.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, para tersangka yang terjaring OTT itu ditangkap karena diduga terlibat praktik suap terkait dana bantuan penyaluran pemerintah melalui Kemenpora kepada KONI Tahun Anggaran 2018.
Saut Sitomorang mengatakan, penyelidikan kasus tersebut berawal dari informasi yang diterima KPK bahwa akan ada transaksi antara pengurus KONI dan pejabat Kemenpora, Selasa (18/12/2018).
Berdasarkan informasi tersebut, tim KPK mendatangi Kantor Kemenpora di Jakarta.
Pada pukul 19.10 WIB, tim antirasuah mengamankan Eko Triyanto (staf Kemenpora) dan Adhi Purnomo (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK pada Kemenpora) di ruang kerjanya.
"Beberapa menit berselang, tim mengamankan tiga pegawai lainnya di kantor kementerian pimpinan Imam Nahrawi tersebut," kata Saut Situmorang di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/12/2018).
Adapun pada pukul 19.40 WIB, secara paralel tim KPK lainnya bergerak ke sebuah rumah makan di kawasan Roxy (Jakarta Pusat).
Di sana, kata Saut Situmorang, petugas mengamankan Ending Fuad Hamidy (sekretaris jenderal KONI) dan sopirnya.
Pada pukul 23.00 WIB, tim KPK menangkap Jhonny E Awuy (bendahara umum KONI) dan seorang pegawai KONI lainnya di kediaman masing-masing.
"Rabu ini, sekitar pukul 09.15 pagi WIB, petugas KPK mengamankan pegawai KONI berinisial E di Kantor KONI, Jakarta," katanya.
Dari lokasi-lokasi penangkapan tersebut, KPK mengamankan sejumlah barang bukti yaitu uang Rp 318 juta; buku tabungan dan ATM atas nama Jhonny E Awuy berisi saldo Rp 100 juta; mobil Chevrolet Captiva warna biru milik Eko Triyanto, dan uang tunai sejumlah Rp 7 miliar dalam bungkusan plastik yang didapat di Kantor KONI.
"KPK menduga, uang senilai Rp 318 juta adalah pemberian dari pejabat KONI kepada Adhi Purnomo, Eko Triyanto, dan kawan-kawan. Pemberian itu terkait pencairan dana hibah KONI 2018 di Kemenpora,” kata Saut Situmorang.
Sementara itu, uang senilai Rp 100 juta dalam ATM Jhonny diduga diberikan kepada Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana.
Sebelumnya, Mulyana diduga juga telah menerima pemberian-pemberian lain dari pejabat KONI berupa satu unit mobil Toyota Fortuner pada April 2018; uang senilai Rp 300 juta dari Jhonny pada Juni 2018, dan satu ponsel pintar Samsung Galaxy Note 9 pada September 2018.
Saut Situmorang mengatakan, dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan pada tahun ini sebesar Rp17,9 miliar.
Pada tahap awal, KONI mengajukan proposal kepada Kemenpora untuk mendapatkan dana hibah tersebut.
“Diduga pengajuan dan penyaluran dana hibah tersebut hanya akal-akalan dan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Sebab, sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,3 persen dari total dana hibah Rp17,9 miliar yakni sejumlah Rp3,4 miliar,” kata Saut Situmorang.
Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam penyaluran dana hibah dari Kemenpora kepada KONI Tahun Anggaran 2018.
Karena itu, penyidik lembaga antirasuah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini.
Para tersangka itu adalah Ending dan Jhonny selaku pihak pemberi suap, sementara Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto sebagai pihak penerima suap.
5. Kementerian PUPR
Yang terbaru, pada 28 Desember 2018, Sebanyak 20 orang pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan atau OTT, Jumat (28/12/2018).
Beberapa di antara 20 orang yang diamankan dalam OTT KPK itu merupakan pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR.
Kabar mengenai OTT KPK terhadap Kementerian PUPR itu dikonfirmasi Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif.
"Benar, ada kegiatan tim sore hingga malam ini di Jakarta sebagai bagian dari proses kroscek informasi masyarakat tentang terjadinya pemberian uang pada pejabat di Kementerian PUPR. Dari lokasi diamankan 20 orang," kata Laode M Syarif, dalam keterangan tertulis, Jumat (28/12/2018) malam.
Sebanyak 20 orang yang diamankan KPK itu terdiri dari beragam unsur seperti pejabat Kementerian PUPR, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada sejumlah proyek yang dikelola Kementerian PUPR hingga pihak swasta.
"Diduga terkait dengan proyek penyediaan air minum di sejumlah daerah. Sedang kami dalami keterkaitan dengan proyek sistem penyediaan air minum untuk tanggap bencana," kata Laode M Syarif.
Tim penindakan KPK juga menyita uang senilai Rp 500 juta dan 25.000 dollar Singapura serta uang satu kardus yang belum dihitung.
Ikut Buka Suara
Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean turut mengomentari perihal terjaringnya pejabat 'nakal' di tubuh kementerian di bawah pimpinan presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Dalam cuitannya di akun twitter pribadinya @Ferdinand_Haean, Ferdinand Hutahaean mengatakan, dengan kasus OTT di Kemeterian PUPR, menjadi bukti kalau Kementerian di kabinet Jokowi korupsi.
"Ingat ya..!!
Kemensos sudah, menterinya di penjara.
Kemenpora sdg proses, menterinya terancam dan diduga bakal tersangka.
Sekarang Kemen PUPR yg membawahi ratusan trilliun APBN OTT dan menterinya akan tak nyenyak tidur.
Bukti kabinet Jokowi korupsi," tulis Ferdinand Hutahaean.
