Pieter Belum Dapat Bantuan Pasca-gempa Palu, Andalkan Sisa Makanan di Rumah untuk Bertahan Hidup
Sudah satu pekan Pieter bersama enam kepala keluarga lainnya belum mendapat bantuan dari relawan atau pemerintah setempat.
Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: Fauzie Pradita Abbas
Sesekali Pieter meludah agar menetralkan bau yang masuk.
Keningnya mulai berkerut, tangan kirinya memegang kepala.
Pieter mengatakan anaknya yang ada di pengungsian tidak ingin kembali ke rumah walaupun kediaman mereka tidak rusak parah.
Alhasil, Pieter mengaku pusing karena harus mencari rumah baru untuk ditinggali.
Anak Pieter mengalami trauma saat menyaksikan gempa hebat mengguncang Palu.
"Anak saya tidak mau lagi pulang ke rumah," kata Pieter.
Pria asal Kupang itu menjelaskan, saat gempa terjadi dan tanah Perumahan Petobo bergeser, ia hanya bisa memluk kedua anaknya.
Kejadian yang berlangsung sekitar satu setengah menit itu membekas dalam ingatan sang anak.
Bahkan, setelah kejadian itu, anak Pieter terlihat lebih murung.
"Anak-anak tidak seaktif dulu lagi. Mereka sekarang cenderung diam," ungkapnya.
"Saya akan bawa anak-anak ke rumah saudara dulu. Kasihan juga kalau masih lihat seperti ini," ujarnya.
Likuifaksi yang Menyapu Petobo
Gempa yang mengguncang Donggala dan Palu mengakibatkan munculnya fenomena likuifaksi tanah
Dua pemukiman di Palu, Balaroa, dan Petobo, dilaporkan mengalami kejadian itu.
Sebagian tanah di daratan itu bergerak seperti air lumpur sungai, menyeret apa saja yang ada di permukaan dari beberapa meter hingga ada yang berkilometer.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/perumahan-petobo_20181007_114112.jpg)