Ribuan Buruh Pabrik di Bandung Terancam PHK, Jika Pelemahan Kurs Rupiah Berlanjut
Terus melemahnya nilai tukar rupiah (kurs rupiah) terhadap dolar Amerika Serikat mulai berdampak pada industri tekstil di Kabupaten Bandung.
Penulis: Seli Andina Miranti | Editor: Kisdiantoro
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Seli Andina Miranti
TRIBUNJABAR.ID, MAJALAYA - Terus melemahnya nilai tukar rupiah (kurs rupiah) terhadap dolar Amerika Serikat mulai berdampak pada industri tekstil di Kabupaten Bandung.
Puluhan ribuan buruh pabrik tekstil di Majalaya terancam mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Beratnya biaya produksi akibat naik tajamnya bahan baku bahkan membuat sejumlah pabrik sudah mulai terpaksa merumahkan karyawannya.
Aep Hendar Cah'yad (54), pengusaha kain di Majalaya, mengatakan semua usaha kain sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku, yakni benang, yang harganya sangat bergantung pada nilai dolar.
"Belakangan ini, ketika dolar naik, harga benang naik setiap minggu, sedangkan pasar, kan, tidak semudah itu menerima kalau harga naik terus," ujar Aep di kediamannya di Jalan Sukamanah, Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung, Senin (10/9).
• Bahan Baku Kain Mahal, Puluhan Ribu Buruh di Sektor Kain Majalaya Terancam Dirumahkan
Harga benang, kata Aep, sudah naik sejak setelah Idulfitri lalu. Harga benang, yang asalnya Rp 25 ribu per kilogram, kemarin sudah naik 40 persen menjadi Rp 35 ribu per kilogram.
Padahal, setiap pengusaha kain dalam seminggu rata-rata membutuhkan 10 hingga 15 ton benang.
"Dengan kenaikan itu, pengeluaran sebulan untuk bahan baku saja otomatis bertambah Rp 60 sampai Rp 100 juta. Ini berat sekali," kata Aep.
Di Kabupaten Bandung, terutama di Majalaya, kata Aep, kebanyakan usaha kain adalah usaha rumahan yang modalnya sangat terbatas.
• Kurs Rupiah Mepet Rp 15.000, Rizal Ramli: Nyaris Krisis Finansial, Sudah Setengah Lampu Merah
Karena itu, kata dia, ketika harga bahan baku naik, para pengusaha hanya memiliki dua pilihan, yaitu mengurangi pembelian bahan baku atau menaikkan harga produk. Kedua pilihan itu pun, ujarnya, sama-sama memiliki konsekuensi yang tidak menyenangkan bagi pengusaha.
"Kenaikan harga akan membuat produk sulit diserap pasar. Kalau pasar menerima mah, kenaikan tentu tak masalah," ujarnya.
Hal senada dikatakan Agus Ruslan (50), juga pengusaha kain Majalaya, saat ditemui di Sukamanah, kemarin. Menurut Agus, menguatnya nilai tukar dolar yang menimbulkan efek berantai ini membuat para pengusaha kain berada pada posisi dilematis.
"Istilahnya, begini salah begitu salah. Begini kemungkinan rugi, begitu kemungkinan lebih rugi lagi," kata Agus.
• Menjelajah ke Komplek Makam Sunan Gunung Jati, Ternyata Tak Sembarang Orang Bisa Masuk
Di sektor tekstil, kata Agus, efek domino menguatnya nilai tukar dolar ini tak akan berhenti pada pengusaha kain. "Ke depannya, pengusaha garmen pasti juga akan ikut merugi," kata Agus.
Di Kabupaten Bandung, ujarnya, terdapat 56 pengusaha kain yang terdaftar. Delapan puluh persen di antaranya merupakan pengusaha kain sarung, sedangkan sisanya pengusaha kain polosan.