PPDB SMA
Banyak yang ''Mendadak Miskin'' demi Anak Masuk Sekolah Negeri, Dedi Mulyadi Sebut Itu Salah Kaprah
Karena wajib itulah, maka tugas pemerintah memiliki keharusan untuk mempersiapkan berbagai fasilitas pendidikan
Penulis: Haryanto | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Haryanto
TRIBUNJABAR.ID, PURWAKARTA- Maraknya yang 'mendadak miskin' pada masa PPDB demi anak masuk ke sekolah negeri, ditanggapi serius oleh Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Sebab, ada kuota 20 persen pada penerimaan siswa baru berdasarkan surat keterangan tidak mampu (SKTM).
Hal itulah yang membuat para orang tua siswa, berbondong-bondong ke kantor desa/kelurahan setempat untuk mendapatkan SKTM.
Menurut Dedi Mulyadi, kebijakan penerimaan siswa baru berdasarkan SKTM itu dianggap sudah salah kaprah.
Punya Gaji Fantastis dari Juventus, Apa yang Bisa Dibeli Cristiano Ronaldo di Indonesia? https://t.co/fJNcSsVXvr via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) July 11, 2018
Sebab kata dia, secara hakikatnya pendidikan yang wajib itu tidak mengenal kaum kaya atau miskin.
Hal tersebut disampaikan mantan bupati Purwakarta itu di kediamannya, Desa Sawah Kulon, Pasawahan, Purwakarta, Rabu (11/7/2018).
“Saya hanya memahami pendidikan itu untuk seluruh rakyat, tidak peduli kaya atau miskin. Semua orang harus sekolah, karena ‘wajib’. Karena wajib itulah, maka tugas pemerintah memiliki keharusan untuk mempersiapkan berbagai fasilitas pendidikan,” kata Dedi.
Oleh karena itu, pria yang akrab disapa Kang Dedi itu mengajak semua pihak untuk tidak dengan mudah menggunakan terminologi kaya atau miskin dalam dunia pendidikan.
• Perjalanan Nikita Mirzani: Masuk Pesantren, Kenal Dunia Malam Seusai Cerai, dan Kini Mantap Berhijab
• Kisah Komandan Kopassus yang Dikenal Sangat Disiplin, Bikin Anak Buahnya Terbelalak dan Jawab Siap
Menurut dia, istilah tersebut hanya pantas digunakan oleh stakeholder kependudukan dan sosial. Itu pun dalam rangka pengentasan kemiskinan, bukan pada bidang pendidikan atau yang lainnya.
“Dinas Kependudukan dan Dinas Sosial yang memiliki indikator itu. Ada standarnya untuk pengentasan kemiskinan. Kalau untuk mendapatkan pendidikan tidak perlu ada SKTM, itu jadul (zaman dulu) dan penyesatan,” ujarnya. (*)