SOROT
Pendidikan yang Memerdekakan, Mimpi Si Miskin Meraih Kesejahteraan Berbekal Selembar Ijazah
Suka atau tidak, dunia kerja juga mensyaratkan ijazah, baru setelahnya akan dilihat kemampuan bidangnya.
Penulis: Kisdiantoro | Editor: Kisdiantoro
Faktanya, Rohayati berhasil membawa pulang ijazah anaknya setelah 'menyimpan' surat rumah di sekolah.
Sungguh ironis. Di zaman pendidikan menjadi perhatian pemerintah dengan beragam terobosan agar anak-anak Indonesia bisa sekolah, masih ada penahanan ijazah bagi siswa yang sudah lulus.
Masalah tunggakan SPP, mestinya bisa dicarikan jalan tengah, dan ijazah tetap diberikan.
Ijazah bagi Rohayati dan putranya, M Adhytia Refie, adalah senjata pamungkas untuk memutus rantai kemiskinan. Doa yang mereka panjatkan setiap hari dijawab Allah, Adhytia diterima bekerja di proyek LRT Jakarta.
Namun, untuk bisa memulai pekerjaannya, perusahaan meminta bukti ijazah yang menunjukkan Adhytia telah menamatkan pendidikannya. Alasan inilah yang kemudian memaksa Rohayati rela menjaminkan surat rumahnya.
Seperti mimpi Rohayati dan anaknya, tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945 versi amandemen, menyebutkan bahwa pendidikan yang dijalankan pemerintah sebuah upaya pemerintah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknolgi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa, untuk kemajuan peradaban, serta kesejahteraan umat manusia.
Jadi, semua kegiatan yang dilakukan oleh semua elemen dalam dunia pendidikan, termasuk di sekolah, diharapkan muaranya bisa mensejahterakan.
Adhytia telah menamatkan pendidikannya dan dia berhak mendapatkan ijazah untuk memerdekakan keluarganya dari kemiskinan. (*)