SOROT
Pendidikan yang Memerdekakan, Mimpi Si Miskin Meraih Kesejahteraan Berbekal Selembar Ijazah
Suka atau tidak, dunia kerja juga mensyaratkan ijazah, baru setelahnya akan dilihat kemampuan bidangnya.
Penulis: Kisdiantoro | Editor: Kisdiantoro
Oleh Kisdiantoro, Wartawan Tribun Jabar
KEMARIN, Kamis (3/5/2018) para pelajar SMA/SMK di Indonesia, termasuk di Jawa Barat, bergembira karena menerima hasil kelulusannya setelah belajar tiga tahun.
Seragam putih abu mereka tanggalkan. Langkah berikutnya terjun ke masyarakat, bekerja atau membuat usaha sendiri. Sebagian lainnya, melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tingi, perguruan tinggi.
Bekerja ataupun melanjutkan ke perguruan tinggi, satu di antara pijakannya adalah bukti kelulusan atau ijazah. Tanpa itu, mereka akan mengalami banyak hambatan, dan akhirnya gagal diterima.
Suka atau tidak, dunia kerja juga mensyaratkan ijazah, baru setelahnya akan dilihat kemampuan bidangnya.
Ijazah itu penting. Apalagi bagi mereka yang datang dari keluarga tidak mampu. Ijazah seolah jembatan yang akan mengantarkan pada kehidupan yang lebih baik.
Tanpa Ezechiel N'Douassel, Persib Masih Punya Senjata Mematikan untuk Bungkam Madura United https://t.co/3lINj90DC3 via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) May 4, 2018
Ijazah adalah mimpi untuk mendapatkan penghasilan yang layak. Suka atau tidak, penggajian di pemerintah atau swasta, masih banyak yang merujuk pada tingkat pendidikan.
Saking pentingnya, seorang ibu bernama Rohayati, warga Cipanas, Kabupaten Cianjur, rela menebus ijazah anak laki-lakinya yang sudah menamatkan pendidikan di sebuah SMK di Cipanas, menggunakan surat girik rumah, sebagai jaminan.
Baca: Tak Ikut ke Madura? Nobar Aja Pertandingan Madura United vs Persib Bandung di Tempat-tempat Ini
Surat rumah itu upaya terakhir, setelah Rohayati berkeliling di kampunya untuk mencari pinjaman. Tak ada satu pun orang yang bisa membantunya. Mungkin karena kondisi keuangan warga di sana tak berbeda.
Mengapa harus menjaminkan surat rumah ke sekolah untuk mengambil ijazah yang sudah setahun ditahan? Dari pemberitakan Tribun Jabar, Kamis (3/5/2018), disebutkan, pihak sekolah tidak mau memberikan ijazah kepada anak Rohayati, M Adhytia Refie, karena masih memiliki tunggakan SPP.
Jumlahnya 4 juta lebih. Uang yang tidak sedikit bagi Rohayati, yang sehari-hari hanya mengandalkan bantuan dari sanak saudaranya. Setelah suaminya sakit dan tak bisa bekerja, kondisi keuangan mereka semakin lemah.
Pihak sekolah membatah memberlakukan aturan jaminan ketika orangtua siswa hendak mengambil ijazah. Disdik Jawa Barat pun tutut memberikan tanggapan, tak ada kebijakan menahan ijazah di sekolah. Bahkan, untuk siswa dari keluarga miskin, sekolah bakal menggratiskan biaya pendidikan.
Baca: Disdik Jabar Pastikan Tak Ada Sekolah yang Menahan Ijazah, Masalah di SMKN 1 Cipanas Selesai
Faktanya, Rohayati berhasil membawa pulang ijazah anaknya setelah 'menyimpan' surat rumah di sekolah.
Sungguh ironis. Di zaman pendidikan menjadi perhatian pemerintah dengan beragam terobosan agar anak-anak Indonesia bisa sekolah, masih ada penahanan ijazah bagi siswa yang sudah lulus.
Masalah tunggakan SPP, mestinya bisa dicarikan jalan tengah, dan ijazah tetap diberikan.
Ijazah bagi Rohayati dan putranya, M Adhytia Refie, adalah senjata pamungkas untuk memutus rantai kemiskinan. Doa yang mereka panjatkan setiap hari dijawab Allah, Adhytia diterima bekerja di proyek LRT Jakarta.
Namun, untuk bisa memulai pekerjaannya, perusahaan meminta bukti ijazah yang menunjukkan Adhytia telah menamatkan pendidikannya. Alasan inilah yang kemudian memaksa Rohayati rela menjaminkan surat rumahnya.
Seperti mimpi Rohayati dan anaknya, tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945 versi amandemen, menyebutkan bahwa pendidikan yang dijalankan pemerintah sebuah upaya pemerintah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknolgi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa, untuk kemajuan peradaban, serta kesejahteraan umat manusia.
Jadi, semua kegiatan yang dilakukan oleh semua elemen dalam dunia pendidikan, termasuk di sekolah, diharapkan muaranya bisa mensejahterakan.
Adhytia telah menamatkan pendidikannya dan dia berhak mendapatkan ijazah untuk memerdekakan keluarganya dari kemiskinan. (*)