3 Solusi Cegah Pengendara Terobos Pintu Perlintasan Kereta Api

Manajer Humas PT KAI Joni Martinus, mengaku sangat prihatin melihat kebiasaan sejumlah masyarakat yang masih . . .

DOK.Humas PT KAI Daop 2
Perilaku sejumlah masyarakat yang masih melewati perlintasan Kereta Api. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Daniel Andreand Damanik

TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG - Sejumlah masyarakat, masih terbiasa melanggar peraturan, khususnya melanggar perlintasan Kereta Api.

Manajer Humas PT KAI Daop 2 Bandung, Joni Martinus, mengaku sangat prihatin melihat kebiasaan sejumlah masyarakat yang masih melanggar perlintasan kereta api.

"Hal ini sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan kecelakaan serius bahkan kematian, jika masyarakat menerobos perlintasan kereta api maka mereka sudah melakukan pelanggaran undang-undang lalu lintas dan bisa terkena sanksi," jelas Joni Martinus dalam keterangan persnya, Senin (24/7/2017).


Joni Martinus menegaskan, berdasarkan UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 114 disebutkan bahwa pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, dan palang pintu kereta sudah ditutup dan atau ada isyarat lain.

Pengemudi kendaraan wajib mendahulukan kereta api dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu yang melintasi rel.

Apabila masyarakat melanggarnya, akan dikenakan sanksi sesuai pasal 296 UU Nomor 22 Tahun 2009 dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 750.000.

Menurut Joni, ada tigal hal yang bisa menjadi solusi untuk mencegah penerobosan di perlintasan kereta api, yaitu :


Solusi pertama adalah solusi hukum untuk memberikan efek jera kepada masyarakat yang melanggar.

Menurutnya, jika memang sanksinya sudah jelas dalam undang-undang, maka para pelanggar bisa ditindak.

Solusi kedua adalah solusi infrastruktur sesuai pasal 91 dan 94 UU 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian yaitu dengan membuat perpotongan jalur kereta api menjadi tidak sebidang misalnya dengan membuat flyover atau underpass.

Solusi ketiga adalah solusi budaya di mana masyarakat harus berperan aktif saling mengingatkan untuk tidak melanggar perlintasan kereta api.

Namun menurut Joni Martinus, solusi ketiga ini akan semakin efektif bila didukung solusi hukum sehingga mampu mengubah budaya masyarakat dalam berlalu lintas di perlintasan sebidang. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved