14 Tahun Jadi Guru Honorer, Yusuf Pun Sakit Hati karena Tak Bisa Jadi PNS, Gara-gara SK Menpan RB
"Umur saya cuma lebih dua tahun tapi enggak bisa daftar. Padahal harapannya tentu menjadi PNS karena sudah lama mengajar,"
Penulis: Firman Wijaksana | Editor: Ichsan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Wijaksana
TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Selama 14 tahun mengabdi sebagai guru honorer, harapan Yogi Yusuf (37), untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS) mulai pudar. Adanya batasan usia dalam SK Menpan RB membuat Yusuf tak bisa mendaftar menjadi PNS.
Padahal Yusuf sudah masuk menjadi honorer kategori dua (K2). Ia sudah mengajar sejak tahun 2004. Batasan usia pendaftar CPNS yang hanya 35 tahun, membuat Yusuf merasa sakit hati dengan aturan tersebut.
• Begini Kondisi Jalur Kereta Api Rancaekek-Tanjungsari, Warga Setempat Tolak Wacana Ridwan Kamil
"Umur saya cuma lebih dua tahun tapi enggak bisa daftar. Padahal harapannya tentu menjadi PNS karena sudah lama mengajar," ujar Yusuf, Senin (17/9/2018).
Guru olahraga di SDN Sukagalih 5, Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Tarogong Kidul bersama honorer lainnya kini masih memperjuangkan agar pemerintah merevisi aturan itu. Pemerintah, disebut Yusuf, tak memerhatikan nasib guru honorer yang sudah lama mengabdi.
Anisa Rahma Eks Cherrybelle Menikah Tanpa Pacaran, Begini Proses Lamarannya https://t.co/0hKO9odIKg via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) September 17, 2018
Dari 13 guru honorer di sekolahnya, ada enam guru honorer K2. Dari jumlah itu, hanya ada satu guru yang usianya di bawah 35 tahun.
"Cuma ada satu guru yang bisa daftar CPNS. Sisanya seperti saya enggak bisa apa-apa. Cuma bisa lihat orang sibuk saja," katanya.
Yusuf semakin sakit hati setelah mantan Plt Kadisdik Garut, Jajat Darajat menyebut guru honorer ilegal. Menurutnya pernyataan itu tak pantas diucapkan seorang pejabat publik.
Dedi Mulyadi : Golkar Jabar Konsisten Tak Calonkan Kader Eks Koruptor https://t.co/VoMigywrhC via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) September 17, 2018
Setiap bulannya, Yusuf hanya menerima upah sekitar Rp 500 ribu. Uang sebesar itu jelas tak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
"Buat tambahan, saya memberi les dan jadi sopir taksi online. Lumayan ada tambah-tambah," katanya.
Guru honorer, disebut Yusuf punya peranan yang sama dengan guru berstatus PNS. Apalagi di sekolahnya terdapat 16 rombongan belajar. Sedangkan jumlah guru PNS hanya ada 16 orang.
"Dari 16 itu hanya 12 yang pegang kelas. Sisanya itu guru agama sama olahraga. Kalau tidak ada honorer, sekolah pasti kesulitan," katanya.