Redenominasi Rupiah Dinilai Tak Mendesak, Pengamat: Stabilisasi Nilai Tukar Lebih Penting

Penyederhanaan penulisan atau redenominasi dinilai tidak berdampak pada kekuatan rupiah terhadap mata uang asing.

Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Canva
ILUSTRASI RUPIAH - Pengamat menilai rencana redenominasi rupiah yang ditargetkan pemerintah mulai diterapkan pada 2027 bukan merupakan kebutuhan mendesak dalam kondisi ekonomi saat ini.  

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pengamat Ekonomi Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi, menilai rencana redenominasi rupiah yang ditargetkan pemerintah mulai diterapkan pada 2027 bukan merupakan kebutuhan mendesak dalam kondisi ekonomi saat ini. 

Ia menegaskan persoalan bukan terletak pada apakah dua tahun persiapan cukup atau tidak.

“Bukan persoalan waktu ya. Menurut saya redenominasi itu bukan hal yang penting,” ujarnya, kepada Tribunjabar.id, Minggu (9/11/2025). 

Acuviarta menjelaskan, redenominasi pada prinsipnya hanya memangkas tiga angka nol pada nominal rupiah.

Contohnya, nilai Rp1.000 akan ditulis menjadi Rp1.

Namun penyederhanaan penulisan tersebut tidak berdampak pada kekuatan rupiah terhadap mata uang asing.

“Memangkas angka nol itu hanya penyederhanaan penulisan. Apakah kemudian nilai rupiah terhadap dolar akan semakin kuat? Enggak juga,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa proses menuju penerapan redenominasi akan membutuhkan biaya besar, mulai dari penyiapan Undang-Undang bersama DPR hingga pencetakan ulang uang kertas dan uang logam.

“Menyiapkan undang-undang itu biayanya besar. Belum lagi nanti uang kertas harus dicetak ulang,” ujarnya.

Menurut dia, fokus kebijakan seharusnya diarahkan pada stabilisasi nilai tukar rupiah yang masih melemah. 

Ia menegaskan bahwa masalah utama perekonomian bukan pada penulisan nominal, tetapi pada daya tawar rupiah dalam perdagangan antar mata uang.

“Persoalannya adalah bagaimana kebijakan fiskal dan moneter mampu memperkuat nilai rupiah,” katanya.

Acuviarta menilai kebijakan yang harus menjadi prioritas ialah peningkatan ekspor, penguatan cadangan devisa, hingga pengelolaan utang yang lebih hati-hati.

Dia menambahkan, pemangkasan angka bukanlah solusi yang menyentuh akar persoalan kurs. 

“Redenominasi itu bukan isu utama. Yang paling penting adalah memperkuat nilai tukar rupiah,” ujarnya. (*) 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved