Dorong Pengesahan RUU PPRT, Anggota DPR Habib Syarief: Negara Tak Boleh Abai Hak Pekerja

Anggota DPR RI Fraksi PKB, Habib Syarief Muhammad, mendorong pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT).

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Giri
Tribun Jabar/Nazmi Abdurrahman
RAPAT DENGAR PENDAPAT - Anggota DPR RI Fraksi PKB, Habib Syarief Muhammad, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Baleg DPR RI bersama Kementerian Sosial dan BPJS, Senin (8/9/2025). 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Anggota DPR RI Fraksi PKB, Habib Syarief Muhammad, mendorong pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT). Menurutnya, hal ini dapat menjadi manifestasi konkret kewajiban negara yang selama ini abai pada hak-hak kelompok pekerja terpinggirkan dan kurang mendapat perlindungan memadai.

Pekerja rumah tangga di Indonesia, kata dia, jumlahnya mencapai 4,2 juta orang. Dari jumlah itu, 84 persen merupakan perempuan. 

Pekerja rumah tangga ini, kata Habib Syarief, selama ini dipersepsikan sebagai pembantu rumah tangga. Padahal saat ini sudah seharusnya dimaknai sebagai pekerja profesional dalam spektrum ketenagakerjaan nasional.

Rancangan UU PPRT merupakan amat konstitusi Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. 

Amanat tersebut, harus dibaca sebagai satu kesatuan utuh, bukan hanya soal menyediakan lapangan kerja tapi juga memastikan terlindunginya hak-hak pekerja secara penuh.

Baca juga: Komentar Rieke Diah Pitaloka soal Penjarahan Rumah Rekannya di DPR, Bongkar Fakta Kinerja Eko Patrio

“Kita tidak boleh membiarkan hadirnya ruang penafsiran bagi pemberi kerja untuk kemudian dapat memilih agar tidak menanggung iuran jaminan sosial ketenagakerjaan dalam kesepakatan kerja, sebagaimana tertera pada Pasal 16 ayat (2) RUU. Ini adalah preseden berbahaya yang memungkiri amanat hukum dan kemanusiaan,”ujar Habib Syarief saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Baleg DPR RI bersama Kementerian Sosial dan BPJS, Senin (8/9/2025).

Kementerian Sosial dan BPJS, kata dia, harus memastikan tidak ada celah birokrasi ataupun regulasi yang menghambat perlindungan sosial bagi pekerja, terutama PRT yang selama ini menghadapi diskriminasi.

RUU ini, kata Habib Syarief, harus mengadopsi nilai-nilai dalam Konvensi ILO No. 189 Tahun 2011 tentang Kerja Layak bagi PRT, yang memberikan standar internasional untuk pengakuan, perlindungan, dan penghargaan atas profesi pekerja rumah tangga. 

Baca juga: Update Mahasiswa UPI yang Ditusuk saat Demo di DPRD Jabar, Usai Menjalani Perawatan di RSHS

Menurut Habib Syarief, perlindungan pekerja rumah tangga juga harus komprehensif, menyasar seluruh klasifikasi PRT, baik yang bekerja penuh waktu, paruh waktu, direkrut langsung maupun tidak langsung. 

“Semua harus mendapat jaminan sosial seperti jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, jaminan kematian, hari tua, pensiun, dan kehilangan pekerjaan sebagaimana diatur dalam program BPJS,” katanya.

Menariknya, kata dia, meski universal health coverage di Indonesia sudah mencapai 98,19 persen, fakta ironis dari survei JALA 2019 menunjukkan bahwa 89 persen PRT tidak termasuk dalam penerima bantuan iuran, dan 99 persen PRT tidak memiliki jaminan ketenagakerjaan.

“Ini adalah sebuah alarm keras, bukti nyata pengabaian negara terhadap hak asasi manusia dasar para pekerja yang menopang kehidupan rumah tangga masyarakat kita. Pada akhirnya, RUU PPRT nantinya akan menjadi benteng hukum dan moral bagi jutaan pekerja rumah tangga di Tanah Air yang menuntut keadilan dan penghormatan layak,” ucap dia. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved