Penolakan Keras Warga Pangandaran terhadap Keramba Jaring Apung: Wisata dan Nelayan Lokal Terancam
Polemik pemasangan Keramba Jaring Apung (KJA) di kawasan Pantai Timur Pangandaran, Jawa Barat, semakin menjadi sorotan.
Penulis: Padna | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Laporan Kontributor Tribunjabar.id Pangandaran, Padna
TRIBUNJABAR.ID, PANGANDARAN – Polemik pemasangan Keramba Jaring Apung (KJA) di kawasan Pantai Timur Pangandaran, Jawa Barat, semakin menjadi perhatian publik.
Gelombang penolakan kian lantang disuarakan oleh para pelaku usaha wisata, yang menilai keberadaan KJA berpotensi merusak tatanan pariwisata sekaligus mengganggu aktivitas nelayan setempat.
Agus Gendon, salah seorang perwakilan pelaku usaha wisata di Pangandaran, membantah klaim yang menyebut masyarakat menerima pemasangan KJA. Menurutnya, kabar tersebut tidak sesuai fakta karena para pelaku usaha wisata sama sekali tidak dilibatkan dalam pembahasan maupun perundingan rencana tersebut.
"Kami semua dengan tegas menolak kesepakatan yang mereka buat, karena kami tidak diberi tahu, tidak diundang, dan tidak diajak berdiskusi," ungkap Agus saat ditemui sejumlah jurnalis di Pantai Timur Pangandaran, Jumat (22/8/2025) siang.
Agus menegaskan, KJA yang kini sudah berdiri di kawasan Pantai Timur harus segera dialihkan ke lokasi lain yang tidak menimbulkan gesekan dengan kepentingan masyarakat maupun wilayah konservasi wisata.
"Ke tempat yang tidak mengganggu aktivitas warga lokal dan zona konservasi wisata. Kami akan bergerak lebih keras dan lebih banyak lagi jika tidak ada realisasi pemindahan," katanya menambahkan.
Lebih jauh, Agus mengkhawatirkan adanya potensi pelebaran izin bila KJA tetap diizinkan beroperasi di Pantai Timur. Ia menilai, pemberian izin awal hanya akan membuka jalan bagi keluarnya izin-izin baru di kemudian hari.
"Kalau sekarang diizinkan 2.000 meter persegi, nanti bisa saja mereka terus mengeluarkan izin baru. Ini tidak menyelesaikan masalah," ucapnya dengan nada tegas.
Selain soal izin, Agus juga menilai kehadiran KJA bisa mengganggu beragam aktivitas di Pantai Timur, mulai dari wisata olahraga air (watersport) hingga kegiatan nelayan tradisional yang menggunakan jaring arad.
Sejalan dengan Agus, Pupung yang juga pelaku usaha wisata lainnya di Pangandaran juga menyuarakan keberatan. Menurutnya, perencanaan kawasan wisata harus benar-benar memperhatikan pembagian zona, khususnya antara wilayah konservasi dan zona pariwisata.
"Yang saya tahu, zona konservasi itu dari Pangandaran Sunset sampai Cagar Alam. Sementara di Pantai Timur, dari pelabuhan sampai Cagar Alam seharusnya disterilkan dari aktivitas pribadi seperti KJA," ujarnya menegaskan.
Pupung juga menyoroti pentingnya menjaga daya tarik alami Pantai Timur, terutama panorama matahari terbit yang menjadi salah satu magnet utama wisatawan. Ia menilai, pemasangan keramba bisa merusak pengalaman wisatawan yang datang khusus untuk menyaksikan keindahan sunrise.
"Jangan sampai wisatawan yang ingin menikmati sunrise malah terhalang oleh keramba," kata Pupung.
Sungai Citanduy Perbatasan Jabar dan Jateng Nyaris Meluap Usai Pangandaran Diguyur Hujan Semalaman |
![]() |
---|
Bandung Kehilangan 800 Ribu Wisman Per Tahun, Wali Kota Farhan Berjuang Hidupkan Lagi Bandara Husein |
![]() |
---|
Detik-detik Petugas Damkar Pangandaran Tangkap King Kobra Ukuran Jumbo, Ular Masuk Kandang Ayam |
![]() |
---|
Mulai 2025, Bapenda Pangandaran Targetkan Rp 20 Miliar dari Opsen Pajak Kendaraan Bermotor dan BBNKB |
![]() |
---|
Gaji DPRD Pangandaran Paling Rendah di Jabar, Bertahun-tahun Tak Naik, Otang: Kami Menahan Diri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.