TRIBUNJABAR.ID, PURWAKARTA - Masyarakat Purwakarta digegerkan dengan temuan tak terduga: sebanyak 35 anggota DPRD Purwakarta tercatat sebagai penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2025.
Padahal, BSU ini seharusnya diperuntukkan bagi pekerja berpenghasilan rendah.
Meskipun para anggota dewan mengaku tidak mengetahui dan berjanji tidak akan mencairkan dana tersebut, polemik ini menuai sorotan tajam dari publik, akademisi, hingga guru honorer.
Temuan ini memunculkan pertanyaan besar tentang akurasi data pemerintah dan kredibilitas penyaluran bantuan sosial.
Temuan ini mencuat menjelang batas akhir pencairan BSU pada Minggu, (3/8/2025) kemarin.
Dari total 16.951 penerima BSU di Purwakarta yang disalurkan oleh Pos Indonesia, tercatat 1.274 orang belum mencairkan dana tersebut.
Baca juga: 35 Angota DPRD Purwakarta Diduga Terdaftar Jadi Penerima BSU, Serikat Pekerja Desak Transparansi
Yang mengejutkan, 35 nama di antaranya merupakan anggota dewan yang aktif menjabat.
BSU 2025 mulai disalurkan sejak 1 Juli lalu, dengan total bantuan senilai Rp600.000, mencakup dua bulan alokasi untuk Juni dan Juli.
Namun, fakta bahwa para wakil rakyat, yang digaji antara Rp15 juta hingga Rp20 juta per bulan, belum termasuk tunjangan dan biaya perjalanan dinas, terdata sebagai penerima bantuan.
Meskipun tercatat belum mengambil bantuan tersebut di Kantor Pos Indonesia, temuan anggota dewan yang terdaftar sebagai penerima BSU itu langsung menuai sorotan publik.
Anggota Dewan Mengaku Tak Tahu
Salah satu nama yang tercantum, Zusyef Gunawan dari Fraksi Gerindra, mengaku terkejut saat dikonfirmasi.
"Waduh, enggak tahu itu. Kok bisa ya terdaftar di BSU? BSU itu untuk yang berhak. Saya harap ke depan jangan sampai kejadian seperti ini terulang," ujarnya saat dihubungi Tribunjabar.id pada Senin (4/8/2025).
Nada serupa juga diutarakan oleh Dulnasir, anggota dari Fraksi Demokrat.
"Oh ya? Saya tidak tahu tuh. Kok bisa tercatat sebagai penerima BSU? Hadeuh," katanya.
Sementara itu, Mohammad Arief Kurniawan, anggota DPRD dari Fraksi PKS yang juga namanya masuk dalam daftar penerima, menilai bahwa ini adalah kesalahan administratif dari pemerintah.
"Sepertinya pemerintah salah ambil data. Saya sudah teruskan kepada pimpinan, ternyata ada 30 orang lebih yang tercatat. Saya juga sudah menginstruksikan agar dana itu tidak diambil," ujarnya.
DPRD Purwakarta Janji Tak Akan Cairkan
Menanggapi polemik ini, Wakil Ketua DPRD Purwakarta, Luthfi Bamala (Fraksi NasDem) memastikan bahwa pimpinan dewan telah memberi instruksi tegas kepada para anggota untuk tidak mencairkan dana BSU tersebut.
"Sudah diingatkan oleh Ketua DPRD dan para pimpinan lainnya. Dana itu memang bukan untuk kami," kata Luthfi.
Sekretaris DPRD, Rudi Hartono, menyatakan bahwa pihaknya belum dapat memberikan keterangan rinci karena akan menggelar rapat bersama BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) pada Selasa (5/8/2025) untuk mengklarifikasi permasalahan tersebut.
Akademisi: Ada Kekacauan Administrasi
Pengamat kebijakan publik dari STAI KH EZ Muttaqien Purwakarta, Dr. Srie Muldrianto, menyebut temuan ini sebagai indikasi adanya kekacauan administrasi yang akut dalam proses penyaluran bantuan negara.
"Jika benar, ini sangat memalukan. Banyak guru swasta dan honorer yang gajinya jauh di bawah UMR tapi justru tidak mendapat bantuan. Perlu diusut apakah ini kelalaian atau ada kesengajaan," katanya.
"Bagaimana rakyat mau percaya pada birokrat dan pemerintah kalau begini? Saling curiga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah dan ini berbahaya. Wajib diusut tuntas," tambah Srie.
Guru Honorer: "Sedih dan Kecewa"
Seorang guru honorer berusia 23 tahun, Ine Novia, mengaku kecewa dan sedih ketika mengetahui anggota dewan masuk daftar penerima BSU.
"Sedih banget ya. Seharusnya untuk orang-orang yang penghasilannya rendah. Pemerintah harusnya bisa lebih selektif dan transparan," ujarnya.
Lembaga Hukum: DPRD Harus Panggil Pihak Terkait
Yudha Dawami, Direktur Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Islam (LKBHMI), mendesak DPRD untuk segera memanggil BPJS Ketenagakerjaan dan instansi terkait untuk meminta klarifikasi secara terbuka.
"Ini soal kepercayaan publik. Kalau didiamkan, masyarakat akan makin curiga dan bisa menurunkan legitimasi lembaga legislatif. DPRD harus tegas dan transparan," katanya.
Syarat BSU: Bukan PNS, Bukan TNI/Polri, dan Bergaji Rendah
Mengacu pada ketentuan resmi pada website https://bsu.kemnaker.go.id/, penerima BSU haruslah pekerja yang bukan PNS, bukan anggota TNI/Polri, dan memiliki gaji di bawah upah minimum provinsi.
Dengan status mereka sebagai pejabat publik yang digaji negara, Yudha menilai, para anggota DPRD seharusnya tidak memenuhi kriteria.(*)
Laporan Wartawan Tribunjabar.id, Deanza Falevi