Dinilai Realistis & Menjamin Stabilitas, Ini Pernyataan Sikap Komunitas Ojol Soal Komisi 10 Persen
Wacana penurunan potongan komisi oleh aplikator ojek online dari 20 persen menjadi 10 persen menuai respons beragam dari berbagai wilayah di Indonesia
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Komisi 20 persen dinilai tidak menjadi hambatan bagi mitra pengemudi. Bahkan skema tersebut dianggap telah membentuk sistem kerja yang lebih manusiawi dan terlindungi.
Demikian diungkapkan Ananta Sagita, Ketua Komunitas JARAMBAH, salah satu komunitas pengemudi online yang menolak wacana komisi harus turun 20 persen menjadi 10 persen.
Seperti diketahui, setelah aksi 177 yang dilakukan di Monas mulai muncul banyak komunitas ojol lainnya yang berani menyuarakan bahwa mereka tidak sepakat dengan opini yang beredar selama ini yaitu komisi harus turun dari 20 persen menjadi 10%.
Wacana penurunan potongan komisi oleh aplikator ojek online dari 20 persen menjadi 10 persen menuai respons beragam dari berbagai wilayah di Indonesia.
Di Kota Bandung, suara yang muncul justru berbeda. Alih-alih menyambut baik wacana tersebut, sejumlah komunitas pengemudi ojek online justru menyatakan penolakan.
Baca juga: Poin-poin Tuntutan Demo Driver Ojol hingga Kurir ke Prabowo Subianto di Offbid Massal Aksi 217
Mereka menilai bahwa skema komisi 20 persen yang selama ini diterapkan masih realistis, adil, dan memberikan banyak manfaat bagi para mitra pengemudi.
Empat komunitas pengemudi online dari Bandung, yaitu JARAMBAH, KOLONG Tegalluar, SGC 06, dan TRANSFORMERS, menyampaikan pernyataan sikap bersama yang ditujukan kepada Kementerian Perhubungan.
Dalam pernyataan itu, mereka meminta agar rencana perubahan kebijakan komisi tidak dilakukan secara tergesa-gesa, apalagi tanpa melibatkan suara dari driver aktif yang masih setiap hari bekerja di jalanan.
Ananta Sagita mengatakan, potongan 20 persen itu bukan sekadar pengurangan penghasilan, namun menjadi bagian dari sistem yang memberi rasa aman saat bekerja.
"Kami mendapat akses ke asuransi kecelakaan, layanan bantuan darurat, program diskon kebutuhan harian lewat GrabBenefits, serta dukungan dari satgas aplikator yang selalu siaga jika ada masalah,” ujar Ananta Sagita.
Ia menambahkan, jika komisi diturunkan menjadi 10 persen namun berdampak pada berkurangnya layanan, insentif, dan fasilitas, maka hal itu justru akan merugikan para driver aktif.
“Yang kami khawatirkan adalah efek domino dari kebijakan tersebut. Jika perusahaan kehilangan kemampuan finansial untuk memberi layanan yang kami butuhkan, lalu kami kehilangan dukungan di lapangan, siapa yang akan menanggung risiko kami saat terjadi kecelakaan atau saat ada keluhan pelanggan?” katanya.
Hal serupa juga diungkapkan, Andre Mulia, Ketua Komunitas KOLONG Tegalluar.
Ia menyebut bahwa selama ini, potongan komisi tersebut bukan hanya kembali dalam bentuk layanan, tapi juga program pemberdayaan komunitas yang sangat dirasakan manfaatnya oleh para pengemudi di Bandung.
“Di komunitas kami, kami sudah beberapa kali terlibat dalam pelatihan keselamatan berkendara, program apresiasi bagi driver berprestasi, serta penyuluhan digitalisasi untuk peningkatan kualitas pelayanan. Ini semua hanya mungkin berjalan jika perusahaan aplikator punya dana dan sistem yang sehat. Kalau komisi dipangkas, apakah semua itu masih bisa bertahan?” tanya Andre.
Sementara itu, Ketua Komunitas SGC 06, Andi Eko Ludiro, menyoroti pentingnya pengambilan keputusan yang berbasis realitas lapangan.
Menurutnya, terlalu banyak kebijakan yang lahir hanya karena tekanan dari pihak-pihak yang tidak lagi aktif di industri ini.
“Kami adalah mitra yang setiap hari onbid, yang hidup dari orderan. Kami yang tahu bagaimana sistem ini bekerja dan apa yang kami butuhkan. Jangan sampai kebijakan yang akan mempengaruhi nasib jutaan pengemudi justru didasarkan pada opini dari segelintir orang yang tidak lagi aktif narik di lapangan,” ujar Andi.
Ia juga menambahkan bahwa banyak driver yang bisa bertahan secara finansial justru karena sistem saat ini memungkinkan adanya insentif harian, dukungan dari komunitas, serta jaminan perlindungan saat menghadapi risiko pekerjaan.
“Bekerja sebagai driver itu tidak mudah. Kami berhadapan dengan lalu lintas, cuaca ekstrem, hingga risiko keselamatan. Sistem yang sekarang sudah memberi kami cukup perlindungan. Jangan diubah hanya karena alasan populis,” tegasnya.
Dari Komunitas TRANSFORMERS Bandung, Naufal menyampaikan kekhawatiran yang sama.
Baca juga: 4 Komunitas Pengemudi Ojol Nyatakan Dukung Potongan Komisi 20 Persen, Tak Akan Ikut Turun Aksi
Ia mengatakan bahwa perubahan sistem tanpa kajian yang menyeluruh hanya akan memicu ketidakpastian.
“Kalau komisi diturunkan menjadi 10 persen, tapi insentif hilang, layanan rusak, dan bantuan komunitas berhenti, maka itu bukan solusi. Itu mimpi buruk bagi kami. Kami tidak butuh potongan lebih kecil jika pada akhirnya kami harus menanggung beban lebih besar,” kata Naufal.
Ia mengajak pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, untuk tidak hanya mendengar suara-suara yang lantang di media sosial, tetapi juga membuka ruang dialog langsung dengan pengemudi aktif dari berbagai kota, agar kebijakan yang lahir benar-benar berpihak kepada mereka yang paling terdampak.
Keempat komunitas ini sepakat bahwa stabilitas sistem jauh lebih penting ketimbang sekadar perubahan nominal potongan komisi.
Mereka menilai, selama aplikator masih mampu menyediakan ekosistem yang sehat, mendukung, dan aman, maka potongan 20 persen bukanlah beban yang memberatkan.
Selain itu, potongan itu bagian dari harga yang harus dbayar untuk sistem yang memudahkan bekerja.
Mereka mengaku bisa mengakses asuransi, CS, fitur keamanan, hingga bantuan sosial karena sistemnya kuat.
Bahkan secara tegas mereka memberi pernyatan untuk tidak menghancurkan demi klaim sepihak tentang keadilan.
Dengan pernyataan ini, komunitas driver online di Bandung berharap agar suara dari jalanan – suara para mitra pengemudi aktif – dapat menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan pemerintah. Mereka menegaskan, bahwa keseimbangan antara hak dan kewajiban adalah fondasi utama dari kerja sama antara aplikator dan pengemudi.
Polban Gelar Wisuda, Lulusan Diminta Jadi Pelopor dan Inovator |
![]() |
---|
Anggota DPRD Jabar M Lillah Sahrul Mubarok Apresiasi Pemprov Siapkan Program Beasiswa Santri |
![]() |
---|
Anggota DPRD Jabar Lillah Sahrul Mubarok: Teknis Program Beasiswa Santri Diserahkan ke Kemenag |
![]() |
---|
Anggota DPRD Jabar Aten Munajat Sebut Beasiswa Santri Bagus, tapi Pesantren Harus Tetap Didukung |
![]() |
---|
Perkuat Pendidikan Karakter, Disdik Jabar Teken MoU dengan Self Learning Institute |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.